Jumat, 9 Oktober 2020 | 19:49 Wita

Training Center Pengikisan Togo

Editor: Firman
Share

■ Hidayah di Hidayatullah (5)Oleh : Sarmadani Karani, Ketua Yayasan Madinatul Izzah Mubarak, Hidayatullah

HidayatullahMakassar.id — Allah ta alla berfirman

یَـٰۤأَیُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَـٰكُم مِّن ذَكَرࣲ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَـٰكُمۡ شُعُوبࣰا وَقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوۤا۟ۚ إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِیمٌ خَبِیرࣱ

Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti. (QS. Al-Hujurat: 13)

“Prengggg…” Suara piring ompreng terdengar nyaring. Usman, seorang santri baru asal Flores melempar piring itu ke lantai, santri lain yang juga makan, berhambur keluar dari gubuk pertamanan.

Usman naik pitam, ia marah karena dibuli santri lainnya, yang juga baru. Olok mengolok, sudah sering terjadi sesama santri. Ya, untuk lebih dekat dan bersahabat, dan juga katanya untuk menguji kadar iman. Cerita ini, sedikit menggambarkan suasana santri baru, yang tugas di pertamanan. Di gubuk pertamanan ini, kami dikomandoi oleh Pak Lukman, Pak Burhan, dan the Big Bos, Ustad Kohir, dedengkot HMI asal Makassar.

Kami kumpul bareng di pesantren ini, dari berbagai jenis suku ras dan golongan, bersuku-suku dan berbangsa, untuk mencari setetes iman. Karena yang paling mulia, adalah mereka yang paling bertakwa. Bukan dinilai dari warna kulit, atau pun ketampanan.

Ada proses TC, training center, 40 hari yang harus dilewati, sebelum dianggap menjadi kader sungguhan. Katanya TC ini merupakan proses pengikisan togo’, kalau orang bugis bilang “taga”. Yg jelas istilah ini trend sekali, dulu, di tahun 1990an saat jadi santri. Katanya pengikisan kesombongan, agar kalau jadi santri gak egois, gak suka marah-marah, pembawaannya sabar, gak merasa diri paling hebat, gak merasa diri darah biru, paling pinter, dan seterusnya.

Dulu, lagi-lagi dulu. Di sebelah selatan masjid, sekitar 200an meter ke bawah, ada sebuah sumur besar, disiring pakai kayu papan ulin. Mungkin luas sumar itu, takriban 5 x 15 meter, ya begitulah kira-kira.

Ke arah jalan, bagian depan, ada gubuk pertamanan. Dan di sekitarnya, lengkap dengan bibit kembang, baik berbunga dan tidak. Di sekitar sumur itu, di bawah pohon flamboyan, banyak bibit yang siap tanam. Seperti palem besar, palem putri, asoka, puring, dan bunga bunga tak berkembang lainnya.

Di sisi selatan sumur, ada jamban massal. Jamban terbuat dari kayu, dengan bilik bilik kecil. Entah berapa bilik jambannya. Yang jelas wc yang belum ada kloset. Kalau mau buang air, baik kecil atau besar, menimba dulu seember air di sumur besar, kemudian berjalan ke wc, sambil membinting air, masuk dalam blik, setelah itu, “Plummm…” Ti nya langsung terjun bebas ke bawah. Inilah empang Ti, empang yang hampir semua santri putra buang tinja di sini, sebelum ada WC.

Yang seru, kalau kerja bakti membersihkannya, inilah tingkatan pengikisan togo tertinggi, masuk di dalamnya untuk terlibat membersihkannya. Nampak jelas, tinja-tinja itu terapung, atau setengah tenggelam seperti kapal selam.

Pas santri baru, saya sempat mual, dan alhamdulillah bisa tahan gak muntah. Ada teman seangkatan , dia kembar, kalau tidak salah namanya Ajurman, ditangkapnya satu yang terapung, kemudian dia angkat, dan diperlihatkan ke saya, tanpa rasa jijik dan mual. Dia santai saja.

Masuk di empamg T*i terasa maknyus. Agar tidak mual, anggap biasa saja, anggap saja bau tinja itu parfum kasturi, yang menjadi pewangi di sorga kelak. Toh juga ini hanya ujian saat TC. Tidak terus menerus, seingat saya hanya tiga kali pernah masuk empang tinja itu. Itupun hanya saat TC santri baru. Setalah dari situ, mandi bareng di empang, atau bergantian mandi di sumur besar. Untuk bersihnya, habis satu biji sabun mandi.

Empang itu tinggal situs sejarah. Hanya saja, dia sangat berkesan, untuk mendidik, menjadikan kader-kader Hidayatullah dulu, lebih kuat “hidungnya” menahan bau. Lebih kuat mentalnya menghadapi cobaan dunia. Karena impiannya adalah akhirat, yang kelak akan penuh bidadari dan aroma kesturi. Bukan lagi aroma empang t*i.

فَأَمَّا مَن طَغَىٰ ۝ وَءَاثَرَ ٱلۡحَیَوٰةَ ٱلدُّنۡیَا ۝ فَإِنَّ ٱلۡجَحِیمَ هِیَ ٱلۡمَأۡوَىٰ ۝ وَأَمَّا مَنۡ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِۦ وَنَهَى ٱلنَّفۡسَ عَنِ ٱلۡهَوَىٰ ۝ فَإِنَّ ٱلۡجَنَّةَ هِیَ ٱلۡمَأۡوَى

Maka adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sungguh, nerakalah tempat tinggalnya. Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya, maka sungguh, surgalah tempat tinggal(nya). (QS. An-Nazi’at 37 – 41).■ Bersambung



BACA JUGA