Jumat, 11 Desember 2020 | 17:47 Wita

Sekelumit Harapan Untuk Hidayatullah Sulsel

Editor: Firman
Share

(Catatan Menjelang Musyawarah Wilayah Hidayatullah Sulsel)

Oleh : Sarmadani Karani, Ketua Yayasan Madinatul Izzah Mubarak Hidayatullah, Pinrang

LIPSUS MUSWIL, HidayatullahMakassar.id — Saat ini, Hidayatullah Sulsel tidak bisa dianggap kecil. Jika melihat asset dan amal usaha ormasnya, masuk dalam kategori ketiga besar selain NU dan Muhammadiyah. Tetapi jika melihat kinerja organisasi, juga dinamika kaderisasi dan eksistensinya di masyarakat, Hidayatullah adalah ormas nomer satu di Sulsel.

Sulsel. Tempat dimana sejarah Hidayatullah itu dimulai oleh Muhsin Kahar, juga di situ ada sejarah tokoh pejuang bangsa, Abdul Qahar Mudzakkar, dan tokoh perintis Hidayatullah di Sulawesi Selatan, Abdul Aziz Qahhar Mudzakkar.

Sulsel punya nilai sejarah, baik sejarah bangsa, juga sejarah Hidayatullah. Hidayatullah Indonesia berasal dari Sulsel. Adalah Muhsin Kahar dari Sinjai, Makassar, ke Pare-Pare dan terus menyeberang ke Balikpapan. Gunung Tembak.

Untuk Hidayatullah di Sulsel, ceritanya dimulai dari Al Bayan, Hidayatullah Makassar, tempo dulu, yang dimotori oleh anak-anak muda jebolan HMI. Mereka di antaranya Ustad Ahkam Sumadiana, Ustad Abdul Majid, Ustad Khairil Baits, dan juga Ustad Tasmin Latif. Dari Makassar, kemudian menyebar ke seluruh daerah di Sulsel, Sultra, Sulbar dan hingga Sulteng.

Hidayatullah di Sulsel, punya karakter sendiri. Dari segi fisik, ia tidak berkembang pesat, seperti Hidayatullah di Jawa, Papua dan Kalimantan. Ia bergerak perlahan tapi pasti. Terlihat tidak lemah dari sisi pembangunan fisik, tapi kuat dalam penanaman dasar kekaderan bagi para pengurusnya. Bicara dana, kita sangat minim. Meminjam istilahnya Ustad AQM, belum ada harta yang bisa diperebutkan di Sulsel.

Hidayatullah Sulsel, memang terkesan “gersang” dari materi, tetapi kader-kadernya tumbuh kokoh, mengakar, dengan kuat. Artinya, kader yang terseleksi di Sulsel, punya imun yang kuat sehingga bisa bertahan terhadap penyakit materi lainnya. Inilah kelebihan Hidayatullah Sulsel. Tidak dibangun di atas pondasi materi yang banyak, tetapi dengan ideologi yang kuat. Suri tauladan yang dibangun oleh senior-senior di Hidayatullah Sulsel, mampu memberikan basis nilai tidak tertulis, kepada kader yang ada.

Dua periode kepemimpinan Ustad Majid di DPW Sulsel, sungguh benar-benar dalam kondisi yang sulit. Jangan bicara uang gaji, dana transportasi saja kadang harus mencari sana sini. Sehingga kondisi hidup DPW saat itu, nyaris dengan perjuangan dan mental yang kuat. Alhamdulillah, fasilitas kendaraan mulai ada, nanti di masa akhir tugas beliau di DPW.

Ustad Majid mungkin terkesan defensif. Tidak ada perkembangan yang begitu pesat. Tetapi pondasi itu kuat. Arus kepemimpinan di Sulsel, beralih ke Ustad Mardhatillah, hingga 5 tahun terakhir ini. Alhamdulillah, DPW sudah mulai punya materi, meski hanya operasional kendaraan Innova yang ada.

Alhamdulillah, 5 tahun berlalu. Beliau sekarang terangkat menjadi ketua DPW Hidayatullah Sulbar. Yang artinya tidak lagi di Sulsel, tetapi beliau sudah memberikan kontribusi banyak, khususnya dalam sistem kepemimpinan dan organisi di DPW Sulsel.

Selama 5 tahun memimpin Sulsel, Ustad Mardhatillah membuktikan, betapa mobile-nya DPW di masanya. Nyaris tidak ada waktu tanpa bergerak untuk organisasi, mobile dan dinamis. Diawali dengan rotasi sana sini, hingga mencabut akar tunggang, beliau mengobrak abrik struktur di Sulsel, hingga perbaikan manajemen di wilayah. Slogannya, tertib organisasi, tertib program dan tertib administrasi.

Hidayatullah Sulsel saat ini, sungguh kondusif. Terkhusus dalam hal ukhuwah. BMH, Kampus Utama, DPW Sulsel begitu harmonis diakhirnya. Juga kondisi kader di semua daerah, yang setiap saat rela mengorbankan dirinya untuk lembaga. Apalagi sekedar dimutasi. Belum juga Muswil di Sulsel, sudah ada 4 kader Sulsel yang merumput di luar Sulsel. Yang lain menunggu.

Ke depan, Hidayatullah Sulsel hanya butuh pemantapan sistem manajemen, baik SDM juga keuangan. Dua hal ini butuh diperkuat. Pemanfaatan SDM yang tepat guna, sesuai dengan porsinya, juga pengelolaan keuangan yang tepat guna, sesuai dengan peruntukannya, berasaskan penting dan mendesak.

Penguatan sistem di SDM dan keuangan diperlukan untuk DPW Sulsel akan datang. Hingga di daerah tidak ada lagi ketua DPD yang tanpa bendahara, tanpa pencatatan. Dana yang ada, dikondisikan dengan program yang telah direncanakan. Juga penempatan SDM, harus dengan pemetaan yang serius. The right man, the right palace.

Harapan

Ekonomi DPW Sulsel harus dikuatkan, ke depannya, harus ada kemandirian organisasi dalam finansial. Finansial engineering perlu dihidupkan, dengan membangun kekuatan ekonomi di tingkat wilayah.

Saat ini, 70% kekuatan dana di DPW Sulsel, masih tergantung pada BMH. Sebanyak 30 persen lainnya, datang dari dana program, amalan usaha dan ekonomi. Kontribusi ekonomi masih dibawah 4 persen, itupun hanya dari penjualan majalah yang juga sudah mulai goyah.

Ke depannya, pengurus DPW Sulsel harus mampu membangun kekuatan ekonomi di sektor bisnis perdagangan, pertanian, peternakan dan bahkan industri kelas menengah berbasis UKM. Untuk menjadikan Hidayatullah Sulsel lebih kuat.

Pengadaan Rumah Dinas

Ada satu usulan, bahwa untuk memastikan kader yang sudah siap berpindah, maka mungkin sudah perlu ada standarisasi maisyah, celery, untuk pengurus inti organisasi. Misalnya pengurus inti DPW, juga DPD. Hidayatullah Sulsel sudah perlu merumuskannya.

Juga pengadaan rumah dinas, untuk ketua sekretaris dan bendahara DPD. Untuk setiap daerah, sudah perlu ada rumah dinas lembaga, sehingga begitu bertugas, juga sudah jelas tempat tinggalnya di dalam pondok. Tidak lagi kontrak sana sini, yang biayanya juga besar. Hal ini bisa dimulai dari DPD yang memiliki kampus Madya.

Lima tahun ke depan, kita masih menanti. Entah apa yang terjadi. Yang jelas, hari ini harus lebih baik dari kemarin, dan akan datang harus lebih baik dari hari ini.■



BACA JUGA