Kamis, 13 Mei 2021 | 08:45 Wita

Khutbah Ied: Dengan Ramadhan Kita Raih Predikat Taqwa

Editor: Firman
Share

Oleh : Ust Sarmadani  Karani, Ketua Yayasan Al Bayan Hidayatullah 2015 -2019

HidayatullahMakassar.id — Tahun lalu, Covid 19, Corona Virus, wabah yang menyerang hampir seluruh jagad bumi ini, membuat kita semua hampir menggelepar.  Pembangunan terhenti, Ekonomi Mandek, pendidikan tidak berjalan, dan krisis ekonomi, baik lokal, nasional maupun internasional melanda di mana-mana. Hingga akhirnya, larangan shalat taraweh, larangan idul fitri, hingga larangan mudik itu terjadi.

Alhamdulillah. Ramadhan tahun ini lita kembali bisa menegakkan shalat idul Fitri secara berjamaah. Pengumandangan Takbir, Tahmid dan Tahlil ini, sebagai bentuk realisasi dari rasa syukur kita, sebagai ungkapan kesadaran, dan kalimat keyakinan akan kemenangan panji Islam ini.

Kita patut bersyukur, karena Allah senantiasa mencurahkan Rahman dan RahimNya kepada kita. Karena Allah senantiasa memberikan kita nikmat yang begitu besar. Nikmat Udara yang kita hirup, air yang kita minum, darah yang mengalir, denyut jantung yang terus berdetak, serta nikmat-nikmat yang lainnya yang tidak akan pernah bisa kita hitung jumlahnya.

Wa intauddhu nikmatallahi la tuhsuhaa…

“Dan jika kalian menghitung nikmat Allah, maka kalian tidak akan sanggup menghitungnya…”

Orang yang pandai bersyukur, hidupnya akan selalu mujur dan makmur. Dan sebaliknya, orang yang tidak pandai bersyukur, hidupnya akan hancur lebur ibarat bubur. Allah swt menegaskan dalam Al Qur’an.

 لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيْدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ )) (سورة إبراهيم: 7)

“Jika kalian bersyukur terhadap nikmatku niscaya akan aku tambah ni`mat tersebut, tetapi jika kalian kufur sungguh azabKu sangatlah pedih” (Q.S. Ibrahim: 7 )

Secara tegas Allah menyampaikan, jika kita mensyukuri atas nikmat yang Allah berikan kepada kita, niscaya Allah akan menambahkan nikmat tersebut. Tetapi jika kita tidak bersyukur, maka sesungguhnya Azab Allah  sangatlah  pedih.

الله اَكْبَر اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ وَلِلهِ الحَمْدُ

Kita patut bersyukur, di bulan Ramadhan 1442 H ini, 30 hari penuh, kita juga telah melakukan banyak ibadah di tempat ini. Khususnya sholat taraweh secara berjamaah, dan juga tentunya sholat lima waktu secara berjamaah. Di tambah dengan sahur, buka bersama, zakat infak sedekah dan I’tikaf di 10 hari akhir Ramdhan. Banyak saudara-saudara kita di belahan bumi lain, yang tidak aman dalam beribadah. Yang tidak bisa menikmati Ramadhan dengan baik. 

Ummat Islam di Palestina misalnya, 26 Ramadhan lalu, harus berjibaku dengan ujung senjata tentara zionis Israel. Untuk shalat Tarawih, mereka harus bedarah-darah, hingga mengorban nyawa, untuk sekedar beribadah di bulan Ramadhan. 200 orang meninggal, 300 an luka, akibat serangan zionis Israel ini. Mari kita doakan, semoga Allah menghancurkan kafir Israel, dan semoga Allah menjaga dan melindungi seluruh ummat muslim di palestina.

Indonesia, di negeri yang tenang dan tentram ini, tidak ada halangan untuk kita beribadah. Tapi mengapa kita malas melangkah ke masjid. Di tempat kita ini, adalah mayoritas Muslim.  Tidak ada gangguan, tidak ada ancaman, sehingga tidak sepatutnya masjid di akhir-akhir Ramadhan, menjadi kosong melompong. 

Sesungguhnya, orang yang berbahagia adalah mereka yang telah mendapatkan ampunan Allah, karena telah memanfaatkan detik-detik Ramadhan secara maksimal untuk berbagai bentuk ibadah yang dilaksanakan atas dasar iman dan penuh harapan. Sesuai dengan sabda Nabi SAW:

(مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ) (رواه البخاري ومسلم)

“Siapa yang melaksanakan puasa Ramadhan dengan penuh iman dan mengharapkan pahala dan ampunan maka diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu” (H.R. Al-Bukhari dan Muslim)

( مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ ) (رواه البخاري ومسلم)

“Siapa yang menghidupkan malam ramadhan dengan dasar iman dan mengharapkan pahala dan ampunan maka diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu” (H.R. Al-Bukhari dan Muslim)

الله اَكْبَر اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ وَلِلهِ الحَمْدُ

Memasuki hari suci ini, kita diminta untuk saling bersilaturahmi. Saling mengunjungi dan saling memaafkan. Lebaran pada hakikatnya bukan sekedar kemenangan biasa. Tetapi kita keluar dari Ramadhan sebagai pemenang, dan menjadi jiwa-jiwa suci yang seakan bangkit kembali.

Momentum Syawal ini, meskipun larangan mudik masih berlaku, tapi tentu tidak menyurutkan semangat kita untuk bersilaturahmi. Saling mengunjungi, dan saling memaafkan. Tentunya dengan prtokol kesehatan yang tetap terjaga.

Rasulullah saw bersabda: Sesuatu yang paling cepat mendatangkan kebaikan ialah, pahalanya orang yang berbuat baik dan menyambung kekeluargaan dengan silaturahmi. Dan yang paling cepat mendatangkan kejahatan, ialah siksaan orang yang bebuat jahat dan memutuskan hubungan (kekeluargaan). (HR. Ibnu Majah)

Lebaran bukan sekedar ketupat, opor ayam, burasa atau kue nextar. Tapi lebaran upaya untuk mensucikan hati kita dengan silaturahim. Datangi orang-orang terdekat kita. Tetangga kita, keluarga kita, teman kantor, dan terkhusus ibu dan ayah kita. Saling berjabat tangan dan saling memaafkan.

Kita patut bersyukur jika saat ini, kita masih mempunyai kedua orang tua. Sayangi keduanya, datangi keduanya. Usai sholat ied, kunjungilah orang tua kita lebih dulu, sebelum mengunjungi yang lain. Datangi mereka terlebih dahulu, sebelum datangi tempat yang lain. Atau jika jauh, telpon mereka, Video Call mereka. Sampaikan, Bapak Ibu, aku rindu. Mohon maaf lah kepada mereka, sebelum melakukan aktifitas yang lain.

Ibu kita, orang yang paling berjasa buat kita. Ibu, orang yang punya bakti begitu besar untuk anak-anaknya. Mulai dari mengandung, melahirkan, hingga mengasuh dan membesarkan kita, Jasanya tidak ada duanya. Tidak ada yang dapat menandinginya. Sekedar satu tetes air susunya, kita tidak akan mampu membalasnya dengan berapapun harta yang kita berikan. Kasih dan sayangnya, adalah energi tersendiri buat anak-anaknya.

Di hari yang fitri ini, datangi mereka. Peluk mereka dalam-dalam mereka, dekap mereka seperti mereka mendekap kita saat masih bayi, cium pipi mereka, kecup kening mereka. Minta maafkan kepada keduanya. Jika perlu cium kakinya. Jangan sampai ada dosa-dosa kita terhadap mereka yang tidak termaafkan.

Orang tua kita, kita wajib menjaga mereka. Toh jika mereka sudah tiada, sempatkan untuk berziarah ke makamnya. Berikan doa-doa terbaik kita untuk mereka. Semoga mereka senantiasa mendapatkan terbaik di jannahnya. Semoga mereka menjadi penghuni surga di hari akhirat nanti.

Ramadhan adalah bulan tarbiyah. Sebulan penuh kita menjalankannya, tidak sekedar hanya untuk menahan lapar dan dahaga saja. Tapi juga menahan diri dari berbagai gejolak nafsu. Kemudian ditambah dengan ibadah-ibadah lainnya. Semua itu menjadi proses tarbiyah, pendidikan bagi kita agar kita meraih gelar taqwa.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian untuk berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertaqwa. (al Baqarah: 183)

Bahwa setelah berpuasa selama 30 hari di bulan Ramadhan, ada gelar taqwa yang harus kita sandang. Taqwa ini adalah predikat tertinggi yang harus kita raih sebagai seorang hamba dan khalifah di permukaan bumi. Gelar takwa, merupakan gelar terbaik, dari sekian banyak gelar yang dicari orang. Tidak ada gunanya pangkat dan jabatan tanpa taqwa. Tidak ada manfaatnya sersan, mayor, dan jenderal tanpa taqwa. Juga dengan gelar sarjana, master dan doctor, tidak ada gunanya semua ini tanpa taqwa.

Taqwa adalah kesungguhan kita untuk melaksanakan segala perintahNya, dan menjauhi segala laranganNya. Taqwa akan mengantarkan kita untuk menghidari perbuatan keji dan mungkar. Dan dengan taqwa ini, kita akan menunjukkan kepada dunia, bahwa Islamlah agama yang damai, adil tentran dan sejatera.

Persoalan terbesar bangsa kita saat ini adalah, karena penguasa tidak benar-benar dalam keadaan bertaqwa. Sehingga Indonesia ini, negeri yang gemah ripah loh jenawe, seakan tidak makmur dan tidak sejahtera. Bahkan pemerimtahnya seakan tidak berpihak kepada rakyatnya sendiri.

Bisa dibayangkan, di tengah virus corona yang masih melanda, orang Indonesia dilarang mudik, sementara ratusan tenaga asing dari China, bebas masuk tanpa sensor. Sementara pemudik dihadang dengan pasukan panser dan laras panjang.

Belum lagi bicara korupsi yang merajalela. di negara kita, kekuasan ibarat bagi-bagi kue untuk para penguasa. Siapa dapat apa, dan saya dapat berapa?. Sekarang bahkan terjadi pelemahan di tubuh Komisi Pemberantasan Kourpsi. 75 penyidik KPK, yang selama ini sangat militan dalam membongkar kasus korupsi, bisa akan terelinimasi dari KPK, karena mereka tidak lolos dalam tes wawancara kebangsaan. 

Kita butuh orang-orang yang bertaqwa untuk mengurus negeri ini. dalam Al Quran, Allah swt berfirman dalam surah Al A’raf : 96


وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ ٱلْقُرَىٰٓ ءَامَنُوا۟ وَٱتَّقَوْا۟ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَٰتٍ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ وَلَٰكِن كَذَّبُوا۟ فَأَخَذْنَٰهُم بِمَا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya (Al A’raf : 96)

Bisa dipastikan, jika para pemimpim dan penduduk negeri ini, adalah mereka orang-orang yang beriman dan bertaqwa, maka niscaya Allah akan melimpahkan berkahnya kepada kita di negeri tercinta ini, dari langit dan bumi. 

Pelajaran besar buat kita, peristiwa naas dan pahit yang terjadi bagi bangsa kita Ramdhan ini, Allah menguji Indonesia, dengan tenggelamnya kapala selam Naggala 402. Persitiwa yang menghebohkan dunia. Adanya kapal selam yang tenggelam. 

Dalam suasana latihan, Naggala 402 yang mengangkut 53 awak, parapasukan angkatan laut yang gagah berani, kapalnya karam ke dasar lautan, di kedalaman 835 meter. Korbannya bukan masyarakat sipil. Tapi para pasukan terlatih. Bukan sekedar soal harga kapal selamnya, tetapi banyaknya nyawa yang melayang yang seakan menjadi “tumbal” pertahanan laut negara kita tercinta ini. Innalilallahi wa inna ilahi raojiun.

Jangan lupa, kita doakan mereka agar menjadi syuhada, agar mereka syahid, agar kelak meraih sorganya.

Ini semua, ujian ketaqwaan bagi bangsa kita. Mungkin kita diminta untuk taubatan nasuha, taubat dengan sesungguhnya taubat. Mungkin banyak dosa-dosa jariyan bangsa ini yang harus dibersihkan.

Di ayat lain, Allah berfirman: 


 وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (2) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا (3

“…Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS Ath-Thalaq : 2-3)

Jika kita melirik ayat di atas tadi, bahwa taqwa bisa menjadi solusi terbaik dari setiap persoalan yang ada. Menjadi jalan terbaik dari semua kesulitan yang ada di hadapan kita. Dan yang yang lebih penting lagi, bahwa dengan ketaqwaan yang kita miliki, inysa Allah, Allah akan memberikan rizkinya yang banyak buat kita.

Bagi kita, di awal bulan syawal ini, bukan lah bulan untuk kita bersenang-senang dalam meraih kemenangan, karena telah sebulan penuh bisa melweati Ramadhan dengan baik. Tapi di bulan ini, hendaklah kita jadikan starting awal, untuk mengipelemtasikan predikat taqwa yang kita raih di bulan suci Ramadhan ini. 

Kita perlihatkan dalam tingkah laku, pola pikir, dan segala aktivitas kita. Bahwa kita alumni Ramadhan yang benar-benar punya gelar taqwa. gelar taqwa yang tentunya Allah sematkan sendiri kepada kita. Bukan seperti gelar sajrana, dengan izajah dan skripsi palsu.

Predikat taqwa ini, harus betul-betul teaktualitasi dan teraliasi dalam hidup keseharian kita. Misalnya saja, pola makan kita di bulan Ramadhan, setidaknya bisa mengikuti pola makan kita di bulan-bulan yang lain. Tidak telalu banyak dan berlebihan. Makan secukupnya yang dibutuhkan badan, halal lagi baik.

Apalagi dengan pola ibadah kita. Dengan gelaran taqwa ini, kita harus mempertahan ibadah kita yang ada di bulan Ramadhan. Mengaji kita, shadaqah, zakat, dan qiyamullail, jangan langsung turun drastis. Semaksimal mungkin kita bisa menjaganya dengan lebih baik.

Yang lebih penting, bahwa mereka yang meraih gelar taqwa di bulan suci ini, tentunya punya mental dan spiritual yang lebih mapan. Bahwa mereka adalah orang yang menang dan beruntung.

Orang yang bertaqwa, akan memiliki spiritual mapan. Hasil dari tempaan Ramadhan niscaya akan menghasilkan jiwa yang selalu bersih dan suci dari berbagai noda dan penyakit hati seperti syirik, sombong, hasad dan dengki, dan berbagai penyakit  lainnya yang diharapkan melalui Ramadhan dapat terkikis habis. Allah SWT berfirman:

)) قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا )) ( سورة الشمس: 9-10)

“Sungguh telah menang dan beruntung orang yang mensucikan jiwanya, dan sungguh merugi orang yang mengotorinya” (Q.S. Asy-Syams: 9-10)

Jiwa yang menang adalah jiwa yang selalu berupaya untuk membentengi diri dari berbagai bentuk penyimpangan dan penodaan terhadap aturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT, dan itu adalah hakikat taqwa sesungguhnya yang ingin dicapai melalui ibadah puasa.

Taqwa adalah suatu kondisi iman dan semangat spiritual yang harus selalu terpatri dalam jiwa seseorang, agar secara berkesinambungan ia selalu merasakan kehadiran dan pengawasan Allah dalam setiap gerak langkah aktifitas yang dilakukannya, sehingga dengannya ia termotivasi untuk tetap taat dan memperbanyak ibadah kepada Allah SWT. 

Apabila sifat taqwa itu sudah tumbuh subur dalam jiwa seseorang maka ia akan selalu rela dan senang hati untuk menerima dan melaksanakan aturan Allah, apapun konsekwensi yang akan dihadapinya, meskipun akan mengorbankan sesuatu yang paling dia cintai, atas nama cinta kepada Allah dan Rosulnya. Jika itu berhasil ia lakukan maka saat itu ia sedang merayakan puncak kemenangan spritualnya.■

*) Dari naskah khutbah Idul Fitri di Masjid Baitul Karim Tamalanrea



BACA JUGA