Rabu, 22 April 2020 | 17:16 Wita

Covid19 dan Stamina Tubuh

Editor: Firman
Share

Oleh: Dr. Ir. Andi Aladin, MT., IPM, Dosen Teknik Kimia FTI UMI, Pengurus ICMI Sulsel

HidayatullahMakassar.id — Hingga per hari ini (21 April 2020) belum ditemukan vaksin anti covid19, walau selentingan berita di media sosial (medsos) bahwa ada beberapa negara berpacu melakukan riset untuk penemuan tersebut. Masih menurut berita medsos (yang tingkat hoax dan kebenarannya tak meyakinkan) konon ada negara yang sudah menemukan dan siap diluncurkan. 

Sementara Rasulullah salallahu alaihi wa sallam sendiri memastikan bahwa tiap penyakit ada obatnya. Disebutkan dalam hadits shahih riwayat Imam Bukhari, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَا أَنْزَلَ اللهُ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً

“Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia juga menurunkan penawarnya.” (HR Bukhari).

Dikisahkan dalam Musnad Imam Ahmad, dari Ziyad bin Ilaqah, dari Usamah bin Syuraik, ia menceritakan tentang beberapa orang laki-laki dari Badui yang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang kebolehan berobat.

Mereka bertanya: Wahai Rasulullah, apakah kami boleh berobat? Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: Betul hai para hamba Allah, berobatlah! Karena, setiap kali Allah menciptakan penyakit, pasti Allah juga menciptakan obatnya, kecuali satu penyakit saja.

Mereka bertanya, Penyakit apa itu wahai Rasulullah? Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: penyakit lanjut usia. Dalam lafaz lain, disebutkan: Setiap kali Allah menurunkan penyakit, pasti Allah menurunkan penyembuhnya. Namun, ada orang yang mengetahuinya dan ada yang tidak mengetahuinya. (HR Abu Dawud dan Tirmidzi).

Dalam pendekatan science, ada obat yang sifatnya general, ada yang sifatnya spesifik. Ketika obat spesifik belum ditemukan maka minimal kita bisa menggunakan obat yang sifatnya general walaupun mungkin daya dan laju penyembuhannya tidak semanjur dan secepat obat spesifik.

Dalam kasus wabah virus covid19 yang sedang melanda ummat manusia di seluruh dunia ini saat ini, obat spesifik yang dinantikan itu adalah vaksin anti covid19. Sekalipun vaksin ini belum ditemukan, tetapi sebetulnya Allah subhana wa ta alla telah membentengi tubuh manusia dari berbagai serangan-serangan “mahluk halus” entah itu bakteri ataupun virus. Secara alami dalam tubuh potensi tumbuh apa yang disebut dengan antibodi ketika tubuh mendapat gangguan “mahluk halus” tersebut.

Ketika tubuh kemasukan virus covid19, lantas virus tersebut tumbuh berbiak hingga suatu saat menggangu sistem kerja tubuh ditandai dengan sinyal batuk atau bersin, flu dan panas badan, serta gejala sakit lainnya maka pada saat itu tubuh tidak berdiam diri dan pasrah terhadap aksi covid19 itu.

Di sinilah hukum alam (baca: sunnatullah) akan bicara: “ada aksi, ada reaksi”. Tubuhpun bereaksi terhadap aksi covid19 tersebut dengan cara mengeluarkan senjata antibodi untuk melawan tamu yang tidak diundang yang namanya covid19 tersebut.

Menurut teori para ahli virus, virus akan tumbuh dan bereaksi dalam tubuh mulai hari 1 sampai hari ke 7. Seiring itu antibodi pun mulai bangkit, dan pada hari ke 7 antibodi ready sempurna untuk menggempur covid19.

Maka mulai hari ke 7 covid19 pun sudah mulai melemah hingga hari ke14 covid19 sudah nyaris angkat tangan tak berdaya hadapi serangan antibodi. Dan pada mulai hari ke14 pasien dinyatakan sembuh dari covid19. Itulah sebabnya kenapa ada kebijakan dari kesepakatan pakar Kesehatan, saat covi19 mewabah maka kita diminta stay at home selama 14 hari. 

Antibodi yang tercipta itulah obat alami, obat general yang diciptakan Allah ta alla, maka benarlah sabda RasulNya, bahwa Allah ta alla tidak menurunkan penyakit kecuali juga Allah menurunkan penawarnya. Baik obat general yang muncul secara alami di tubuh maupun obat spesifik yang ditemukan oleh hasil riset manusia, Subhanallah.

Namun faktanya tidak 100% juga antibodi tersebut mampu bereaksi mengalahkan covid19, secara statistik, ada sekitar 3-5% pasien covid19 dimana antibodinya kalah perang dengan covid19, sehingga pasien covid19 pun meninggal, mengapa demikian?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, ada persoalan aqidah perlu diluruskan di sini, bahwa kematian seseorang tersebut bukanlah karena kehendak covid19, tetapi memang karena ajalnya yaitu ketentuan Allah ta alla yang sudah waktunya memanggil hambaNya kembali kahadiratNya.

Covid19 hanyalah sekedar jalan atau asbab, tetapi kematian seseorang sama sekali bukan terjadi lebih awal oleh karena diserang covid19 dan bukan juga kematian bisa ditunda karena kehebatan dokter yang merawat atau kemanjuran obat yang dikomsumsi.

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ ۖ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً ۖ وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ

“Tiap-tiap umat mempunyai ajal; maka apabila telah datang ajalnya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya” (QS Al Araf: 34)

Kembali ke pertanyaan di atas, kenapa antibody bisa kalah berperang dengan covid19 ? Ada faktor kedua yaitu kondisi tubuh yang disebut stamina tubuh pasien atau dalam istilah medis disebut Imun. Makin bagus stamina atau imunitas seseorang semakin efektif pula antibodi bekerja bereaksi membasmi covid19.

Ketika tubuh dalam kondisi stamina atau imun yang lemah, daya tahan tubuh terhadap aksi covid19 pun menjadi lemah, sekalipun covid19 sudah diserang balik oleh antibodi namun tubuh kita lemah tidak mampu bertahan, maka pada kondisi kritis seperti itu kita bisa “KO” oleh serangan covid19. 

Jadi efektifitas reaksi antibody untuk bisa maksimal membutuhkan kondisi stamina atau imun tubuh yang optimum. Ibaratnya tubuh manusia sebuah reaktor kimia, reaksi kimia dapat berlangsung maksimal pada kondisi operasi reaksi yang optimum. Dalam ilmu reactor kimia, biasanya ada beberapa variabel reaksi yang perlu dioptimalkan seperti tekanan dan suhu reaksi serta katalis reaksi.

Maka demikianlah analogi kerja antibodi dalam tubuh merespon terhadap gangguan covid19 akan maksimal ketika kondisi tubuh “optimum” yaitu dalam stamina tubuh yang prima atau imunitas yang tinggi. Di sinilah setiap kita baik yang sehat apalagi yang sedang terserang covid19 sangat perlu menjaga stamina tubuh yang optimum.

Stamina atau imunitas tubuh dapat dioptimumkan dengan dua cara yaitu melalui asupan makanan bergizi bervitamin untuk menjaga kondisi tubuh jasmani yang prima dan asupan rohani untuk menjaga kondisi fsikis dan mental yang prima pula. Kedua kondisi fisik dan fsikis sama pentingnya untuk dioptimalkan demi  menciptkan imun atau stamina yang prima tadi.

Stamina tubuh perlu ditingkatkan khususnya saat-saat covid19 sedang mewabah. Biasanya pakar kesehatan mengajurkan konsumsi makannan berkualitas dan bergizi, istirahat yang cukup, olahraga yang cukup, berjemur di bawah sinar matahari pagi yang cukup dan secara spesifik biasanya kita dianjurkan komsumsi suplimen yang sesuai seperti vitamin C dan vitamin E demi menjaga stamina tubuh.

Protap seperti ini sebetulnya bisa dikatakan sudah menjadi pengetahuan umum dan kita pun sudah banyak memperhatikannya. Namun yang biasa agak lalai atau bahkan terlupakan adalah bagaimana menjaga stamina psikis dan mental kita, sehingga kita tidak mudah cemas dan panik berlebihan, maka disinilah dibutuhkan “asupan rohani” yang cukup pula. 

Kata orang bijak mental yang terpuruk, dan diikuti kepanikan dan yang berlebihan justru merupakan separuh dari penyakit itu sendiri, sebaliknya jiwa yang tenang, harapan yang besar apalagi dengan sandaran dan Tauhid yang kuat kepada Allah ta alla itu adalah awal kesembuhan dari berbagai problematika penyakit, termasuk wabah covid19.  

Ketenangan jiwa yang hakiki hanyalah dapat diperoleh melalui petunjukNya, melalui addinul Islam, melalui wahyu Al Quran yang diturunkan melalui RasulNya yang mulia, melalui ibadah yang sahih yang dicontohkan Nabiullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. 

هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ ۗ وَلِلَّهِ جُنُودُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا

“Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS Al Fath: 4)

Dengan keimanan kita terdorong mengingat Allah, dan dengan mengingat Allah hati atau jiwa menjadi tenang, Di dalam al Quran (Ar Ra’d: 28) dijelaskan bahwa dengan mengingat Allah akan membuat tenang. Ketenangan hati akan timbul jika manusia dapat mengingat kebesaran Allah, mengingat tanda-tanda kekuasaan Allah, dan juga betapa banyak nikmat Allah yang diberikan. Manusia yang beriman, akan senantiasa mengingat Allah dan menjadikan Allah sebagai sandaran hidupnya.

ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ ٱللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ ٱللَّهِ تَطْمَئِنُّ ٱلْقُلُوبُ 

“ ‘yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”. (QS Ar Rad’: 28)

Ujian berat berupa ancaman penyakit seperti ancaman wabah covid19, justru diperlukan ketenangan jiwa yang prima, dan hal itu hanya dapat diperoleh melalui pendekatan kita semakin intens kepada Allah ta alla yang Maha Penyembuh, melalui ibadah, tobat, dzikir dan doa kita semakin kita tumpuhkan kepadaNya, tiada ketergantungan kecuali kepadaNya.

Maka menjadi rada aneh dan kontradiksi  jika dengan adanya ancaman wabah Covid19 lantas ada seruan dini dan sapu rata untuk menjauhi masjid sebagai pusat tempat beribadah, termasuk meninggalkan ibadah Jumat dan amaliyah Ramadhan.

Bukankah rumah ibadah di masjid atau mushalah sebagai benteng dan pusat pencerahan, pusat konsultasi ummat untuk bermuhassabah (intropeksi diri), bertobat, istigfar, dzikir dan berdoa kepada Allah swt di rumah Allah (Masjid) secara berjamaah?.

Beribadah dan berdoa berjamaah di masjid akan memberikan energi iman yang sangat dahsyat yang dapat melahirkan optimisme dan ketegaran jiwa yang prima untuk menghadapi segala cobaan. Memang betul shalat dan beribadah bisa saja di dimana saja, termasuk di rumah, namun berhimpunnya ummat di masjid sebetulnya bukan sebatas menunaikan ibadah ritual shalat, lebih dari itu untuk pengkondisian jiwa  secara berjamah melalui lembina rohani para ustaz dan imam masjid, sehingga tercipta kondisi psikologis yang positif dan terlahir stamina jiwa yang prima.

Kekuatan dan kesehatan jiwa lahir dengan semakin dekatnya kepada pedoman hidup yaitu kitab suci Al-Qur’an. Membaca Al Qur’an saja merupakan ibadah dan metode melahirkan ketenangan jiwa, apatah lagi mentadabbur dan mengamalkan al Qura’an akan menjadi syifa’ (obat) bagi orang beriman.

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاء وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ 

“dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi obat penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman”.( QS al-Isra’ : 82)

Al Quraan adalah obat, baik obat jiwa maupun obat fisik.

Dengan pensucian jiwa seperti diuraikan di atas akan melahirkan stamanina (imun) jiwa  yang prima, dan dengan asupan gizi yang cukup melahirkan stamina (imun) fisik yang prima, maka secara simultahan keduanya melahirkan stamina (imun) tubuh yang prima. Pada kondisi stamina tubuh demikian, sekiranya ditakdirkan diserang virus covid19 Insya Allah, antibodi dengan mudah dapat mengalahkan serangan atau gangguan virus covid19 tersebut.

Wallahu wa’lam.■



BACA JUGA