Senin, 5 Oktober 2020 | 07:21 Wita
Jelang Munas V Hidayatullah
■ Hidayah di Hidayatullah (1) Oleh : Sarmadani Karani, Ketua Yayasan Madinatul Izzah Mubarak, Hidayatullah
HidayatullahMakassar.id — Hidayatullah kini tidak muda lagi. Pada Silatnas 2018 lalu di Gunung Tembak, Hidayatullah sudah memasuki usia yang 45 tahun. Di 2020 ini, usia Hidayatullah telah memasuki masa 47 tahun. Masih muda atau sudah tua?
Yang jelas bukan lagi bayi yang baru belajar berjalan, atau anak remaja yang masih sweet seventeen. Ibarat orang, sudah punya banyak anak.
Saya saja, baru usia 41, menjelang 42, anak sudah 8 dan akan hampir 9, insya Allah. Tapi masih muda.
Pada tahun 2000, 20 tahun lalu, Hidayatullah yang awalnya hanya sebagai pondok pesantren yang mengurus panti dan sekolah, saat itu berubah jadi organisasi masyarakat, ormas. Pada 29-31 Oktober 2020 ini, Hidayatullah akan menggelar hajatan besar, Musyawarah Nasional yang ke 5 di Jakarta.
Perjalanan ormas Hidayatullah mengalami perkembangan yang luar biasa cepat. Saat ini, Hidayatullah masuk dalam ormas ketiga terbesar di Indonesia, setelah NU dan Muhammadiyah. Dengan 400-an cabang yang tersebar di seluruh Indonesia, Hidayatullah terus melakukan ekpansi gerakan dakwah, tarbiyah dan sosialnya, bahkan hingga ke mancanegara.
Intinya, Hidayatullah sudah gede gitu loh. Bukan ormas kecil, bukan pula ormas kaleng-kaleng.
Mencoba menyambut Munas Hidayatullah ke V ini, bagi saya tidak cukup sekedar ucapan selamat bermunas ria. Dari diskusi ringan dengan Firmansyah Laciri, (Pemred HidayatullahMakassar.com) kemarin sore (04/10), di Masjid Umar Al Farouq Hidayatullah Makassar, perlu ada menulis, ya melatih kembali menulis, tentang sejarah dan kiprah saya di Hidayatullah.
“Anda harus tulis perjalanannya selama di Hidayatullah, itu mahal. Jadikan ia tulisan menyambut Munas, sejarah antum saja, ditulis ringan, humanis dan menarik” pesan Bang Firmansyah Lafiri kepada saya, sore itu. Ya, pesannya cukup menggugah. Semoga bisa dibuat tulisan sedikit demi sedikit, untuk ucapan selamat menyambut Munas V Hidayatullah.
Pesannya lagi, tidak usah tulis orang lain, tulis pengalaman diri sendiri saja. Ribet lagi kalau harus wawancara orang lain. Antum sudah banyak pengalaman.
“Iye senior…” jawabku dalam hati. Wawancara diri sendiri saja.
“Siap…”. Jawabku lagi dalam hati. Saya akan coba menulis lagi, setelah sekian lama vakum.
“Banyak sekali tulisan yang antum bisa buat, mulai pengalaman masuk pesantren, hingga tugas amanah-amanah yang dibebankan ke antum. Tulis saja semua, buat rileks, santai, mengalir, menarik dan humanis,” ungkap sosok yang hoby juga otakatik taman dan kolam ikan ini.
So, ini baru prolog. Semoga yang ada nantinya, bisa memberikan manfaat kebaikan buat kita semua, terkhusus saya.
Baik, All right, the next…
Saya mengucapkan “Selamat dan Sukses Munas Hidayatullah ke V, semoga Munasnya berjalan aman dan lancar. Jangan lupa, tetap ikuti protokol Covid 19, pakai masker dan jaga jarak aman. Heheh…
Selanjutnya, biarkan saya bercerita. Tentang aku dan dia. Sarmadani Karani dan Hidayatullah. Tentang hidayah Allah yang datang padaku di Hidayatullah. Hidayah yang datang, dari kampung kecil Patok Merah, Manggar, menuju Gunung Tembak, Kelurahan Teritip. Jujur, bukan lebay, Kalau bukan dia, aku tak akan sebaik begini. Entah apa jadinya aku. Mungkin bisa jadi “poteng” dalam bahasa Jerman-nya, atau tape singkong, atau jadi bisa saja jadi bubur Manado. Bersyukur hidayah Allah itu ada di Hidayatullah.
“…Dengan (perumpamaan) itu banyak orang yang dibiarkan-Nya sesat, dan dengan itu banyak (pula) orang yang diberi-Nya petunjuk. Tetapi tidak ada yang Dia sesatkan dengan (perumpamaan) itu selain orang-orang fasik” (Al Baqarah: 26)
Alhamdulillah, saya patut dan harus sangat bersyukur, bisa bergabung dengan orang² yang bershaf rapi, ibarat bangunan yang kokoh. Di Hidayatullah. Gunung Tembak, dengan menjadi santri.
—☆☆☆—
Cerita hidayah itu dimulai, Senin, 3 Juli 1995, jam 09 pagi. Awal masuk tahun ajaran baru. Saya mulai bergabung menjadi santri Hidayatullah. Masuk sebagai santri, Madrasah Aliyah Radhiyatan Mardiyah (Marama) Putra. duduk di bangku kelas satu. Pagi itu, saya Sarmadani, ditemani Pak Karani, ayahanda tercinta yang kini sudah tua.
Mohon doanya dari semua pembaca, semoga Ayahanda Karani, diberikan kekuatan dan kesehatan, untuk senantiasa berada pada jalan Nya. Amin.
Pagi itu, saat masuk pesantren, kami diterima di kantor Pendais, oleh ustad Syamsu Rizal Palu. Kantor yang berada di serambi utara, bagian belakang Masjid ArRiyadh, Hidayatullah Gutem. Suasana sangat terasa adem, sejuk. Saat itu, ada rasa damai, tentram, begitu menginjakkan kaki, di bumi Gunung Tembak.
Alhamdulillah, tanpa banyak cerita saya langsung diantar ke asrama putra, untuk bergabung dengan santri baru yang lain.■ Bersambung
TERBARU
-
Transformasi dan Transmisi di Masa Transisi Hidayatullah
24/11/2024 | 07:58 Wita
-
Nilai dan Keutamaan Hidup Muhammad Sebelum jadi Rasul
22/11/2024 | 06:04 Wita
-
Raih Belasan Medali, Atlet Tapak Suci Pesantren Ummul Quro Hidayatullah Tompobulu Terbaik di Kejurnas UINAM Cup
18/11/2024 | 05:42 Wita