Rabu, 9 Juni 2021 | 10:31 Wita

Urgensi  ‘Ittiba’ Melalui Manhaj Tartiib Nuzuuli

Editor: Firman
Share

■ Oleh : Drs. H. Ahkam Sumadiyana, MA, Trainer Nasional, Anggota Dewan Muzakarah Pusat Hidayatullah 2015-2020

HidayatullahMakassar.id — (Muqaddimah) Ittiba’ melalui ‘Manhaj Tartiib Nuzuuli’ karena banyak mu’jizat mengiringi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, termasuk peristiwa-peristiwa luar biasa pada shahabat-Nya. Manhaj ini yang memproses dan membentuk karakter para shahabat Nabi sehingga menjadi manusia yang Ta’at, siap berjuang dan rela berkurban dengan harta dan jiwanya. Baca fenomena Khadijah Binti Khuwailid, Ali Bin Abi Thalib, Abu Bakar Ash-shiddiq,Zaid bin Haritsah empat orang pertama masuk Islam. 

أَفَبِهَذَا الْحَدِيثِ أَنتُم مُّدْهِنُونَ ﴿٨١﴾

Artinya; “Maka apakah kamu menganggap remeh saja Al Qur’an ini?,” [Al-Waaqi’ah:80-81].

Makna Ittiba’ secara bahasa, kata ittiba’ (اتِّباَع) merupakan mashdar dari kata ittaba’a (اتَّبَعَ) artinya mengikuti. Ibnu Faris rahimahullah berkata, “Huruf taa, baa, dan ‘ain; adalah akar kata yang semua kata turunannya tidak menyimpang dari makna asalnya, yaitu mengikuti. Apabila dikatakan (تَبِعْتُ فُلاَناً) maknanya adalah engkau mengikutinya. Dan dikatakan (أَتْبَعْتُهُ) maknanya adalah engkau menyusulnya.” [Mu’jam Maqayis Al-Lughah, 1/362]. 

Urgensi ‘Ittiba’ kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melalui ‘Manhaj Tartiib Nuzuuli atau Sistematika Wahyu’ agar ummat Islam tidak menyimpang dari jalan yang pernah dilalui Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan para shahabat-Nya. Sebab penyimpangan itu bukan hanya mengantarkan sebuah kegagalan dalam dakwah, bahkan dapat menyesatkan ummat Islam dari kebenaran al-qur’an.

Pertanyaannya adalah bagaimana ‘Ittiba’ yang sesuai dengan Al-qur’an dan As-Sunnah? Berikut adalah tahapan dan langkah-langkah yang benar;

Langka Pertama, ‘Ittiba’ hanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, agar ummat Islam mendapat cinta dan kasih sayang Allah Swt serta mendapatkan ampunan dari Allah;

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ ﴿٣١﴾

Artinya; “Katakanlah: “Jika kamu benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. [Ali-Imran:31].

Ayat yang mulia ini dalam tafsir Ibnu Katsir, menurut pendapat ‘Al-Hasan Al-Basri’ Rahimahullahu Ta’alaa mengatakan bahwa ada segolongan kaum yang menduga bahwa dirinya mencintai Allah, maka Allah menguji mereka dengan ayat ini, yaitu firman-Nya: Katakanlah, “Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi kalian.” (Ali Imran: 31)

Begitu pula yang dikatakan oleh Ubnu Abu Hatim;

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ الطَّنافِسي، حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى عَنْ عَبْدِ الْأَعْلَى بْنِ أَعْيَنَ، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ، عَنْ عُرْوَةَ، عَنْ عَائِشَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “وَهَلِ الدِّينُ إِلَّا الْحُبُّ والْبُغْضُ؟ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Muhammad At-Tanafisi, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Musa ibnu Abdul A’la ibnu A’yun, dari Yahya ibnu Abu Kasir, dari Urwah, dari Aisyah r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Tiada lain (ajaran) agama itu melainkan cinta karena Allah dan benci karena Allah. Allah berfirman: Katakanlah, “Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku.” (Ali Imran: 31) [Lihat. Tafsir Ibnu Katsir, DR. Abdullah Bin Muhammad Bin’Abdurrahman Bin Ishaq Alu Syaikh Terjemah M. Abdul Ghoffar E.M. Pustaka Imam Syafi’i Jilid. 3,h. 35-36].

Langkah Kedua, ‘Ittiba’ kepada jalan yang pernah ditempuh dan dilalui oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan para shahabat-Nya;

قُلْ هَـذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَاْ وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللّهِ وَمَا أَنَاْ مِنَ الْمُشْرِكِينَ ﴿١٠٨﴾

Artinya; “Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”.[Yusuf:108].

Pada ayat ini, Allah Swt memerintahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam untuk memberitahu umatnya bahwa dakwah yang dijalankannya bertujuan mengajak manusia meng Esakan Allah Swt dan mengikhlaskan ibadah hanya kepada-Nya, adalah menjadi tugas dan kewajibannya. 

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memiliki keyakinan bahwa usahanya ini akan berhasil karena apa yang dikemukakan dan dilaksanakannya dilandasi dengan bukti-bukti dan hujjah yang nyata.

Yang demikian itu menjadi tugas dan kewajiban bagi orang-orang yang mempercayai dan mengikutinya sehingga segala macam bentuk penghambaan kepada selain Allah harus musnah dari permukaan bumi. [Lihat. Tafsir Ibnu Katsir, DR. Abdullah Bin Muhammad Bin’Abdurrahman Bin Ishaq Alu Syaikh Terjemah M. Abdul Ghoffar E.M. Pustaka Imam Syafi’i Jilid.4,h. 466-467].

Langka Ketiga,‘Ittiba’ kepada generasi terbaik manusia, yaitu para shahabat yang pertama dan paling awal masuk Islam, kaum Muhajirin dan kaum anshor, yang telah diridhai oleh Allah Swt, dan mereka ridha kepada Allah Swt, mendapatkan syurga di sisi-Nya. Lebih kita perhatikan ayat berikut;

وَالسَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَداً ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ ﴿١٠٠﴾

Artinya; “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar”.[At-Taubaah: 100].

Terhadap ayat mulia di atas Muhammad ibnu Ka’b Al-Qurazi mengatakan bahwa Khalifah Umar ibnul Khattab melewati seorang lelaki yang sedang membaca firman-Nya berikut ini: Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Ansar. (At-Taubah: 100).

Maka Umar memegang tangan lelaki itu dan bertanya, “Siapakah yang mengajarkan ayat ini kepadamu?” Lelaki itu menjawab, “Ubay ibnu Ka’b.” Umar berkata, “Kamu jangan berpisah dariku sebelum aku hadapkan kamu kepadanya.” Setelah Umar menghadapkan lelaki itu kepada Ubay, Umar bertanya, “Apakah engkau telah mengajarkan bacaan ayat ini kepadanya dengan bacaan demikian?” Ubay ibnu Ka’b menjawab, “Ya.” Umar bertanya, “Apakah engkau mendengarnya dari Rasulullah Saw.?” Ubay ibnu Ka’b menjawab, “Ya.” Umar berkata, “Sesungguhnya aku berpendapat sebelumnya bahwa kami (para sahabat) telah menduduki tingkatan yang tinggi yang tidak akan dicapai oleh orang-orang sesudah kita.”

Maka Ubay ibnu Ka’b menjawab bahwa yang membenarkan ayat ini terdapat pada permulaan surat Al-Jumu’ah. yaitu firman-Nya:

وَآخَرِينَ مِنْهُمْ لَمَّا يَلْحَقُوا بِهِمْ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ ﴿٣﴾

Artinya; “Dan (juga) kepada kaum yang lain dari mereka yang belum berhubungan dengan mereka. Dan Dialah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. [Al-Jumu’ah: 3].

Di dalam surat Al-Hasyr disebutkan melalui firman-Nya:

وَالَّذِينَ جَاؤُوا مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ ﴿١٠﴾

Artinya; “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: “Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang”. [Al-Hasyr: 10].

Dan dalam surat Al-Anfal disebutkan melalui firman-Nya:

وَالَّذِينَ آمَنُواْ مِن بَعْدُ وَهَاجَرُواْ وَجَاهَدُواْ مَعَكُمْ فَأُوْلَـئِكَ مِنكُمْ وَأُوْلُواْ الأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَى بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللّهِ إِنَّ اللّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ ﴿٧٥﴾

Artinya; “Dan orang-orang yang beriman sesudah itu, kemudian berhijrah dan berjihad bersamamu maka orang-orang itu termasuk golonganmu (juga). Orang-orang yang mempunyai hubungan itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” [Al-Anfal: 75].

Telah diriwayatkan dari Al-Hasan Al-Basri bahwa ia membaca  rafa’ lafaz Al-Anshar  karena di- ataf-kan kepada As-Sabiqunal Awwaluna. Allah Swt, telah memberitakan bahwa Dia telah ridha kepada orang-orang yang terdahulu masuk Islam dari kalangan kaum Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.

Maka celakalah bagi orang yang membenci mereka, mencaci mereka. Terlebih lagi terhadap penghulu para sahabat sesudah Rasul Saw dan yang paling baik serta paling utama di antara mereka, yaitu Ash-Shiddiq al-Akbar – khalifah Rasulullah yang pertama-Abu Bakar Bin Abi Quhafah r.a.  [Lihat. Tafsir Ibnu Katsir, DR. Abdullah Bin Muhammad Bin’Abdurrahman Bin Ishaq Alu Syaikh Terjemah M. Abdul Ghoffar E.M. Pustaka Imam Syafi’i Jilid.4,h. 194-195].

Berlandaskan tiga langkah tersebut di atas maka Napak Tilas melalui Manhaj Tartiib Nuzuuli atau istilah populer Sistematika Wahyu bagi Hidayatullah, dapat melahirkan generasi terbaik di akhir zaman.

Atas dasar itu sehingga Ormas Hidayatullah menjadikan Sistematika Wahyu sebagai manhaj tarbiyah dan da’wah. Dengan harapan mampu melahirkan generasi yang digambarkan Allah dalam firman-Nya;

كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْراً لَّهُم مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ ﴿١١٠﴾

Artinya; “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”. [Al-Imraan:110].

Menurut ‘Ibnu Abbas, Mujahid, Atiyyah Al-Aufi, Ikrimah, Ata, dan Ar-Rabi’ ibnu Anas’. “Yakni umat yang terbaik yang dilahirkan untuk umat manusia. Dengan kata lain, mereka adalah sebaik-baik umat dan manusia yang paling bermanfaat buat manusia lainya”. Karena itu, dalam firman selanjutnya disebutkan “menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah”. (Ali Imran: 110). Wallahu A’lam

Apa bila ummat Islam menginginkan generasi terbaik di akhir zaman ini, solusinya kembali kepada Minhajun Nubuwah, yaitu ‘Tartiib Nuzuuli atau istilah populer di Hidayatullah adalah Manhaj Sistematika Wahyu. Wallahu A’lam.■



BACA JUGA