Sabtu, 19 September 2020 | 06:12 Wita

Antara Tauhid dan Syirik

Editor: Firman
Share

■ Kajian Kitab Tauhid Khowaid Al Arba (2)

HidayatullahMakassar.id — [Sebelumnya pada pertemuan pertama telah dibahas mukadimah berupa doa penulis bagi penuntut ilmu. Dan membuka pembahasan di bab selanjutnya kembali syaikh mendoakan para penuntut ilmu. Adab ini telah dijelaskan sebelumnya.]

Berkata penulis:

Ketahuilah semoga Allah ta’alla membimbingmu untuk mentaati (al hanifiyah) agamanya Nabi Ibrahim alaihi wasallam, adalah engkau beribadah hanya kepada Allah dengan keadaan mengikhlaskan agama/ibadah hanya kepadaNya.

[Secara tak langsung syaikh menerjemahkan hanifiyah yakni mentauhidkan Allah]

Dengan tauhid (hanifiyah) Allah memerintahkan seluruh manusia dan jin. Bahkan Allah menciptakan mereka semuanya karena untuk beribadah kepada Allah.

[Sebagaimana dalam firmanNya si QS. Adz Dzariyat: 56

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.”

Dan dimaklumi bahwa yang menjadi tujuan sesuatu diciptakan maka dituntut untuk melakukannya. Jika manusia tujuan diciptakan untuk beribadah maka setelah diciptakan dituntut untuk beribadah. Sebagaimana sesuatu alat dibuat untuk kepentingan tertentu jika tak beroperasi maka dibuang dan dibinasakan saja karena keluar dari hikmah penciptaannya.

Karena itu Allah berfirman “Kalau Allah berkehendak maka akan hilangkan semuanya kalian manusia dan menciptakan kaum lain yang taat yakni manusia lain yang bertauhid. Dan hal Itu sangat mudah bagi Allah.”

Kemudian syaikh menyinggung hanifiyah sebagai agama Nabi Ibrahim. Hanifiyah secara bahasa dari kata al Hanaf yakni condong. Dan secara istilah kata ulama yaitu menghadap kepada Allah dengan mentauhidkannya serta condong atau berpaling dari apa-apa yang diibadahi selain Allah dengan berlepas dari kesyirikan.

Secara istilah syariah Hanifiyah terbagi dua yakni khusus sebagaimana penjelasan di atas dan secara umum Hanifiyah yakni al Islam. Ini agamanya swluruh para nabi dan rasul yakni mentauhidkan Allah.

Karena itu Allah berfirman dalam ayat sangat banyak, salah satu firmanNya:

 وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أَمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ 

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thagut itu. [An Nahl:36].

Dan di ayat lain Allah berfirman Surat Al-Anbiya Ayat 25

 وَمَآ أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِىٓ إِلَيْهِ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنَا۠ فَٱعْبُدُونِ 

Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”.

Yang jadi pertanyaan kenapa hanya menyandarkan tauhid kepada Nabi Ibrahim ? Alasannya karena

1. Untuk mAntaencocoki firman Allah dalam Surat Al-An’am Ayat 161

 قُلْ إِنَّنِى هَدَىٰنِى رَبِّىٓ إِلَىٰ صِرَٰطٍ مُّسْتَقِيمٍ دِينًا قِيَمًا مِّلَّةَ إِبْرَٰهِيمَ حَنِيفًا ۚ وَمَا كَانَ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ 

“Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus, dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang musyrik”.

2. Untuk membenarkan aqidah bangsa Arab. Dimana orang musyrikin dan kafir mengaku Ibrahim kakek mereka, merwka bernisbat kepada Ibrahim. Dan mengaku juga berada di atas agama Nabi Ibrahim sementara mereka berbuat musrik.

3. Dalam alquran Allah menjadikan Ibrahim sebagai teladan bagi manusia setelahnya. Dalam Surat Al-Baqarah Ayat 124

 ۞ وَإِذِ ٱبْتَلَىٰٓ إِبْرَٰهِۦمَ رَبُّهُۥ بِكَلِمَٰتٍ فَأَتَمَّهُنَّ ۖ قَالَ إِنِّى جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا ۖ قَالَ وَمِن ذُرِّيَّتِى ۖ قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِى ٱلظَّٰلِمِينَ 

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”. Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku”. Allah berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim”.

Jika engkau sudah mengetahui Allah menciptakan untuk beribadah kepadaNya, maka ketahuilah ibadah tidak dinamakan ibadah jika tak mentauhidkan Allah

Misalnya haji. Niatkan karena Allah lalu mengikuti cara nabi berhaji tapi orang itu melakukan kesyirikan dan kekafiran maka membatalkan pahala amalnya.

Orang jahiliyah beribadah kepada Allah namun tidak sah karena beribadah juga kepada berhala. Quraish jahiliyah memiliki sembahan yang banyak. Misalnya informasi dari hadits tentang Husain ayah dari Imran. Rasulullah bertanya berapa sesembahanmu tiap hari. Dijawab ada 7 sembahan. 

Sebagaimana shalat juga tidak sah jika tak disertai thaharah. Syaikh dalam kitab ini memperumpamakan tauhid dengan tharah dan syirik dengan najis.

Kalau engkau sudah ketahui jika kesyirikan tercampur dalam ibadah maka akan merusak ibadah dan orang yang melakukannya akan kekal dalam neraka. Maka engkau akan mengetahui hal terpenting bagimu adalah mengetahui kesyirikan.

Semoga Allah menyelamatkanmu dari perangkat kesyirikan kepada Allah. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An Nisa: 48)

Membebaskan diri dari kesyirikan akan terwujud jika kita mengetahui terlebih dahulu apa-apa saja kesyirikan dan ancaman Allah ta’alla bagi pelakunya.■ bersambung

*) Dari catatan on the spot kajian rutin Kitab Alqowaidul ‘Arba’ yang ditulis Syaikh Muhammad At Tamimi Rahimahullaahu Ta’ala, oleh Ust Ahmad Abu Abdil Haq di Rumah Belajar Al Kautsar Jl Paccarekkang Daya Makassar.



BACA JUGA