Sabtu, 9 Mei 2020 | 17:22 Wita

Ramadhan Terminal Perubahan

Editor: Firman
Share

■ Ramadhan Mubarak: Supriadi Yosup Boni,Penulis Buku “Apa Salah MLM,”

HidayatullahMakassar.id — Perubahan, kata yang mudah diucapkan, mudah diterangkan secara teoritis tapi sulit dijalankan, termasuk sulit diterima konsekuensi logisnya. Soalnya, perubahan menuntut seseorang untuk keluar dari zona nyaman untuk sesuatu yang hasilnya masih samar dan belum jelas.

Ramadhan hadir salah satunya untuk menggiring bahkan memaksa orang melakukan perubahan. Berita baiknya, jiwa, mental, hati dikondisikan dan disiplinkan menjalani proses perubahan itu. Jadi, bukan perubahan tanpa kompensasi.

Perubahan pertama yang paling terasa adalah perubahan pola hidup dan interaksi sesama. Sebelum ramadhan manusia bebas makan dan minum di siang hari. Di saat ramadhan tiba, manusia meninggalkan itu semua, dengan tulus atau “terpaksa”.

Sebelum ramadhan, terkadang orang bebas mengekspresikan emosi dan kekesalannya. Di bulan ramadhan, kendali diri dan tampil sejuk menguat dalam diri. Emosi tidak mudah tersulut bahkan hati cenderung sabar dan pemaaf.

Perubahan kedua tampak dari aktivitas ibadah yang lebih rutin dan lebih beragam. Di luar ramadhan, banyak yang tidak membiasakan diri shalat sunnah setelah isya’ 11, 23 rakaat atau lebih. Bahkan ada yang “enggan” shalat wajib yang hanya lima kali sehari semalam. Di bukan ramadhan umumnya kaum muslimin, jangankan shalat wajib, shalat sunnah seperti sunnah rawatib qabliyah dan ba’diyah, syuruq, Dhuha dan utamanya tarawih ditunaikan dengan penuh semangat.

Di luar ramadhan, kegiatan ceramah agama sedikit jumlahnya dan sedikit pula pesertanya. Di bulan ramadhan, ceramah agama ditemui di hampir semua masjid, yang hadir pun jumlahnya tak terhitung banyaknya.

Perubahan ketiga, keshalehan sosial makin tampak jelas. Di luar ramadhan, sedekah, infak dan bantuan sosial masih terbatas, baik kapan dikeluarkan dan berapa jumlah yang dikeluarkan. Namun, di bulan ramadhan kaum muslimin ramai mengekspresikan keshalehan sosial mereka kapan saja dan di mana saja serta dengan jumlah tak terbatas.

Ramadhan sejatinya mengajarkan kita bagaimana mengarahkan perubahan itu. Sebab, yang diinginkan bukan sebatas bagaimana manusia bisa dan mau melakukan perubahan, tapi yang terpenting adalah bagaimana perubahan itu mengarah pada kebaikan dan membawa kemashlahatan.

Ramadhan juga mengajarkan kita bahwa perubahan tidak terjadi melalui pengkondisian semata. Tapi perubahan bisa terjadi jika manusia sebagai faktor utama dan subjek perubahan itu bisa dan mau melakukan perubahan.

Firman Allah ta’ala dalam surah Ar ra’du ayat 11

إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْ ۗ

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah kondisi dan keadaan satu masyarakat kecuali jika mereka sendiri yang aktif dan mau berubah.”

Kondisi kehidupan kita, baik sebagai pribadi, kepala rumah tangga, masyarakat, tokoh dan pejabat tidak akan berubah jika kita tinggal diam berpangku tangan. Setiap pribadi harus aktif bergerak, bekerja, berdoa dan bertawakkal jika ia ingin kehidupannya berubah ke arah yang lebih baik. Wallahu ta’ala a’lam.■



BACA JUGA