Selasa, 4 Februari 2020 | 22:02 Wita

Mengganti Puasa Orang yang Telah Meninggal ?

Editor: Firman
Share

■ Konsultasi Fiqih & MuamalahOleh : Ustadz Abd. Qadir Mahmud, S.Pd.I, MA

BersinarNews.com — Assalamu ‘alaikum. Pak Ustadz, anak saya baru saja meninggal dan ternyata dia mempunyai utang (Qadha) puasa Ramadhan, karena haidh. Bagaimana status puasa yang ditinggalkan tersebut ?. Syukran
AR di Makassar

Jawaban
Alhamdulillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du. Saudara AR, pertama kami turut berbelasungkawa dan Semoga Allah memberi ganjaran atas musibah yang menimpa saudara.

Dalam sebuah hadits dari A’isyah dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ
“Siapa yang meninggal dan dia masih memiliki tanggungan puasa maka walinya wajib mempuasakannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Begitu pula hadits dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Ada seseorang pernah menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas ia berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّى مَاتَتْ وَعَلَيْهَا صَوْمُ شَهْرٍ أَفَأَقْضِيهِ عَنْهَا فَقَالَ « لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكَ دَيْنٌ أَكُنْتَ قَاضِيَهُ عَنْهَا ». قَالَ نَعَمْ. قَالَ « فَدَيْنُ اللَّهِ أَحَقُّ أَنْ يُقْضَى »
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia dan ia masih memiliki utang puasa sebulan. Apakah aku harus membayarkan qadha’ puasanya atas nama dirinya?” Beliau lantas bersabda, “Seandainya ibumu memiliki utang, apakah engkau akan melunasinya?” “Iya”, jawabnya. Beliau lalu bersabda, “Utang Allah lebih berhak untuk dilunasi.” (HR. Bukhari danMuslim ).”

Dalam hal mengganti puasa orang yang telah meninggal dunia tidak terlepas dari tiga keadaan:

Pertama; Bila seseorang sakit dan penyakitnya bisa diharapkan sembuh dan setelah sembuh ia mampu untuk menunaikan qadha’nya, namun ia belum sempat, sehingga qadha’ tersebut tidak ditunaikan sampai ia meninggal dunia; maka orang semacam ini yang disunnahkan untuk dibayar qadha’ puasanya selama beberapa hari oleh ahli warisnya.

Dari penjelasan ini, maka maksud hadits, “Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki kewajiban puasa, maka ahli warisnya yang nanti akan mempuasakannya” adalah barangsiapa yang tidak puasa karena udzur (seperti haidh, safar atau sakit yang bisa diharapkan sembuhnya), lantas ia pun mampu menunaikan qadha’ puasanya namun ia tidak melakukannya, maka disunnahkan bagi ahli warisnya untuk melunasi utang puasanya.

Kedua; Bila seseorang tertimpa sakit yang tidak kunjung sembuh, maka ia tidak ada kewajiban puasa dan tidak ada qadha’ puasa. Yang ia lakukan hanyalah mengeluarkan fidyah dengan memberi makan kepada orang miskin bagi setiap hari yang ia tinggalkan. Jika Ia belum menunaikannya ketika ia hidup, maka ahli warisnya menunaikannya ketika ia telah meninggal dunia.

Ketiga; Adapun jika seseorang tertimpa sakit yang diharapkan sembuhnya, maka ia tidak ada kewajiban puasa di bulan Ramadhan karena sakit yang ia derita, namun ia punya kewajiban untuk qadha’ puasa. Jika ternyata ia tidak mampu menunaikan qadha’ karena sakitnya berkelanjutan atau terus menerus hingga akhirnya meninggal dunia, maka ia tidak punya kewajiban qadha’ puasa dan juga tidak ada kewajiban mengeluarkan fidyah. Ahli warisnya pun tidak berkewajiban untuk membayar qadha’ puasanya dan juga tidak diwajibkan mengeluarkan fidyah.

Dari penjelasan di atas, maka keadaan puasa yang tertinggal dari anak saudara AR yang meninggal tersebut adalah keadaan pertama dimana ahli warisnya disunnahkan melunasi utang puasanya sejumlah hari yang dia tinggalkan. Wallahu a’lam■



BACA JUGA