Senin, 27 Januari 2020 | 12:21 Wita

Masjid dan Cafe

Editor: Firman
Share

Oleh Aslam Katutu, Penulis Buku Membangun Jalan Tol Menuju Surga

HidayatullahMakassar.id — Saya mendapat share berulang-ulang di medsos tentang tulisan di bawah ini. Menggelitik hati dan pikiran saya untuk meresponi agar kita tidak terjebak dalam pemahaman yang keliru dan ekspestasi yang menjudge.

☆☆☆

Seorang laki laki pergi ke masjid. Ia lupa mematikan (silent mode) hp nya, dan secara tiba-tiba berdering waktu sedang berdoa. Seorang takmir menegurnya dari depan, Beberapa orang memarahinya usai berdoa karena dia sudah mengganggu kekhusukan dan ketenangan mereka ketika berdoa. Dalam perjalanan pulang, Istrinya terus memarahinya karena keteledorannya sepanjang jalan pulang ke rumah. Orang orang tampak melihatnya dengan rasa nyinyir dan menertawakannya, dipermalukan dan meremehkannya.
Sejak itu, ia memutuskan untuk tidak pernah lagi melangkahkan kakinya ke masjid itu.

Dan

Malamnya, ia pergi ke cafe. Masih merasa gugup dan terguncang, ia tidak sengaja menumpahkan minumannya di meja. Pelayan bar dengan sigap meminta maaf dan memberikan lap bersih untuk membersihkan pakaiannya. Petugas kebersihan mengepel lantai. Manajer bar itu memberikan minuman pengganti. Ia juga memberikannya pelukan serta berkata “Jangan kuatir, Siapa sih yang tidak pernah berbuat salah?” Sejak saat itu, ia tidak pernah berhenti datang ke bar itu.

PELAJARAN:
Terkadang sikap kita sebagai orang beriman dan percaya malah mengantarkan jiwa-jiwa ke neraka. Kita memagari/ mengekslusifkan diri kita seakan kita adalah orang-orang suci.

Bagaimana kita bicara tentang memenangkan jiwa, bila fokus kita adalah kesalahan-kesalahan orang lain saja?
Mari asah kembali mata hati kita, bukan soal siapa benar ataupun siapa salah, namun respon kita yang menentukan

☆☆☆


Entah siapa yang menulisnya, tapi lumayan viral di medsos. Jika ada hikmah kebajikan di balik tulisan ini Insya Allah akan menjadi amal jariyah, dan semoga tidak terjadi sebaliknya justru bisa mengundang mudharat.

Hikmah baiknya untuk menjadi intropeksi kita semua terdapat pada kalimat-kalimat akhir ditulisan ini, saya mengapresiasi niat baik penulis untuk memberi PELAJARAN buat kita semua.

Namun, jika kita telaah baik-baik cerita diawal tulisan ini, kita menemukan distorsi antara niat memberikan pelajaran dan narasi cerita tulisannya.
Ada kesimpulan yang menyesatkan :
Sejak itu, ia memutuskan untuk tidak pernah lagi melangkahkan kakinya ke masjid itu.(copy paste)

Dan

Sejak saat itu, ia tidak pernah berhenti datang ke bar itu.(Copy paste)

Hanya karena alasan perlakuan kurang menyenangkan di masjidkan dan sebaliknya perlakuan yang nyaman dari Cafe.

Nauzubillah,….ummat sudah disesatkan oleh narasi dangkal ini.

Apalagi ceritanya dipoles sedemikian rupa sehingga terkesan orang-orang yang sering ke masjid itu sok suci, tidak ramah, kurang bijak sehingga tidak menyenangkan, sedangan orang-orang yang di Cafe bisa lebih menyenangkan karena bijak dalam bersikap dan ramah.

Saudaraku, justru dari tulisan ini kita lebih dapat memahami kalau jalan menuju surga itu memang penuh dengan al Makarih ( hal-hal yang tidak menyenangkan) sedangkan jalan menuju neraka justru dipenuhi oleh Al syahwat (hal-hal yang menyenangkan).

Tinggal pilih mau pilih yang mana :
Apakah anda tidak kembali lagi ke masjid hanya karena mendapat hal-hal yang tidak menyenangkan atau akhirnya senang ke Cafe karena mendapat hal-hal yang menyenangkan di sana?

Kesimpulan :
1) Kita berterima kasih kepada takmir yang menegur, kepada orang yang memarahi, kepada istri si laki-laki itu bukan karena mereka sok suci, mungkin saja atas dasar kecintaan mereka ingin meluruskan si laki-laki agar lebih tertib jika di masjid.

2). Kepada petugas cafe dan manager yang ramah pelayanannya kita doakan semoga mendapat hidayah meninggal pekerjaannya jika di cafe ada maksiat dan menjajakan alkohol, dengan pelayanannya yang ramah justru menarik orang untuk senang datang ke cafe.■



BACA JUGA