Jumat, 30 Oktober 2020 | 18:50 Wita

Menjadi Kader Dakwah yang Efektif

Editor: Firman
Share

Oleh : KH Abdurahman Muhammad, Pemimpin Umum Hidayatullah

HidayatullahMalassar.id — Allah ta alla berfirman

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَٱبْتَغُوٓا۟ إِلَيْهِ ٱلْوَسِيلَةَ وَجَٰهِدُوا۟ فِى سَبِيلِهِۦ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.”

Munas yang dilakukan oleh Hidayatullah sangat efektif, berbeda dengan munas ormas yang lain, kalau ormas lain itu yang muncul adalah siapa pemimpinnya? Siapa yang bakal menjadi ketuanya? Alhamdulillah Hidayatullah tidak ada sama sekali hiruk pikuk ini.

Tujuan pertama munas itu adalah mengevaluasi, apakah organisasi ini masih bergerak secara efektif? Apa masih memberi harapan? Apakah dia masih berada di paradigm jihad atau perjuangan?
Sehingga kendali organisasi yang paling strategis adalah pemimpin wilayah, kita akan bisa melihat bahwa oganisasi bekerja, melakuan ekspansi, ada kemajuan-kemajuan.

Jadi apakah di wilayah itu organisasi bekerja? Apakah kepimpinan di wilayah itu bekerja? Itu terjadi apabila ada kemajuan yang bersifat ekspansi dari gerakan dakwah.

Sebagaimana kita ketahui wilayah Indonesia ini sangat luas, sehingga dapat terasa bagaimana gerakan dakwah di daerah itu, Apakah ada tambahan-tambahan? Apakah ada kemajuan-kemajuan dalam gerakan ekspansi itu?

Sederhananya adalah apakah pendidikan di daerah itu dapat bertahan atau tidak? Diminati atau tidak? Atau bisa saja terjadi stagnan karena mungkin kita tidak lagi mengurus persoalan-persoalan yang prinsipil yaitu persoalan amanah dakwah dimana dakwah ini bisa tersampaikan.

Sebagaimana kita pahami bahwa organisasi itu alat perjuangan, alat untuk menjadikan kita ini berada didalam suatu mekanisme jama’ah yang terpimpin karena gerakan ini tidak akan mungkin bisa efektif kalau tidak terpimpin.

Tapi ketika para pemangku amanah di wilayah itu sudah tidak berada dalam paradigma jihad tapi dia ada pada paradigma dunia atau sibuk dengan urusan dunia maka terkerus semuanya itu.

Ketika kita sudah terperosok dengan urusan-urusan dengan istilah yang biasa didengar “Kalau saya itu ditugaskan bukan bertanya apa yang saya lakukan tapi apa yang saya dapat?” Bahwa memang ada kemuduran dari efektifitas pengkaderan karena selalu ada pertanyaan seperti itu, bukan bertanya apa yang harus saya lakukan tapi apa yang saya dapat.

Nah sementara organisasi ini mau diperluas dan sejauh mana organisasi melahirkan kader-kader dakwah yang siap sebagaimana yang diketahui doktrin Imamah itu Sami’na wa Ata’na.

Jangan sampai kita melihat bahwa Hidayatullah sudah berada di zona lapang semua sudah mau mencari tampat-tempat untuk mengurus pancinya maka apakah lembaga ini sudah berada pada jalur yang benar atau dijalur yang kelar?

Bahwa kata Allahuyarham Ustadz Abdullah Said tidak ada alumninya Hidayatullah. Karena kader Hidayatullah itu tidak pernah keluar dari jalur kepimpinan jadi tidak ada istilah alumni.

Kalau paradigma perjuangan yang dikatakan Allahuyarham Ustadz Abdullah Said bahwa kalau Hidayatullah telah memiliki lembaga-lembaga pendidikan yang tersebar di Nusantara ini maka Indonesia itu kecil.

Inilah Allah menyampaikan lewat firmanNya


وَمَا لَنَآ أَلَّا نَتَوَكَّلَ عَلَى ٱللَّهِ وَقَدْ هَدَىٰنَا سُبُلَنَا ۚ وَلَنَصْبِرَنَّ عَلَىٰ مَآ ءَاذَيْتُمُونَا ۚ وَعَلَى ٱللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ ٱلْمُتَوَكِّلُونَ

Mengapa kamu tidak akan bertawakkal kepada Allah padahal Dia telah menunjukkan jalan kepada kami, dan kami sungguh-sungguh akan bersabar terhadap gangguan-gangguan yang kamu lakukan kepada kami. Dan hanya kepada Allah saja orang-orang yang bertawakkal itu, berserah diri”

Sebenarnya kita telah merasakan nikmatnya perjuangan sehingga memang ada pertanyaan kenapa kita tidak melahirkan orang-orang seperti diri kita ini atau melebihi dari diri kita.

Ini paradigma perjuangan bukan persoalan ilmu banyak, kalau persoalan ilmu banyak biasanya ditandai dengan latar belakang atau gelar yang di depan atau di belakang ada. Jadi apakah kita ini siap menjadi pelopor atau siap menjadi pengekor.

Bagaimana kita ini beristiqomah dalam jalan perjuangan ini sehingga memang kita rasakan seperti yang dikatan sebelumnya yaitu nikmatnya itu berjuang.

Bahwa perjuangan ini adalah pemberian Allah yang sangat berharga bagi kita ini, sehingga tidak banyak orang yang mau mengakui jalan ini karena memang ini adalah kemuliaan yang paling tinggi.

Sedikit berbicara GNH (gerakan nawafil Hidayatullah) bahwa di antaranya membaca Qur’an satu juz satu hari tapi kalau jadi pemimpin tidak cukup satu juz satu hari harus lebih.

Apakah kita masih bisa menghasilkan kader-kader yang masih akan menghadirkan satu paradigma perjuangan dalam dirinya dan istiqomah sehingga Allah memberikan dalam dirinya semangat itu yaitu semangat dakwah, semangat memberi, bertanya apalagi yang saya lakukan. Itulah kader yang efektif.■ laida

*) Dari catatan on the spot tauziah subuh di arena Munas V Hidayatullah, Jumat (30/10/2020)



BACA JUGA