Jumat, 22 November 2024 | 06:04 Wita

Nilai dan Keutamaan Hidup Muhammad Sebelum jadi Rasul

Editor: admin
Share

HidayatullahMakassar.id — Ketua DPD Hidayatullah Makassar Dr Nasrullah Sappa Lc MA kembali hadir menyampaikan tausyiah pada Talim Rutin Masjid Umar Al Faruq Ponpes Al Bayan Hidayatullah Makassar. Berikut kutipannya :

Kehidupan awal Muhammad sebelum menjadi utusan Allah, sebagai Rasulullah, penuh dengan cerita bagaimana Allah mempersiapkan Muhammad untuk menerima wahyu. Untuk menerima Al Quran dari sisi Allah.

Bahwa orang yang diberikan Al quran lalu meresap ke dalam kehidupanya harus memiliki kesiapan. Sebagaimana ketika ada makanan maka kita akan siapkan tempatnya. Demikianlah orang yang siap menerima quran adalah orang yang telah mempersiapkan dirinya.

Hal pertama yang menjadi awal kehidupan Muhammad sebelum diutus menjadi Rasulullah. Bahwa Muhammad dilahirkan dari keluarga mulia dan baik-baik, keturunan orang quraish, Bani Hasyim yang merupakan nasab paling suci dan bersih serta mempunyai posisi paling tinggi.

Dalam hadits riwayat Abbas Rasulullah bersabda “Sesungguhnya Allah menciptakan ciptaannya dan Allah menjadikan saya dari sebaik-baik kelompok ciptaan itu. Lalu kabilah itu berpencar, lalu aku (kata Muhammad) dijadikan sebaik-baiknya keluarga dan sebaik-baik individu”.

Dengan posisi kesucian nasab ini, orang tak bisa mendapatkan celah untuk menyerang Muhammad dalam dakwahnya dari arah nasab ini.

Pelajarannya bahwa seyogyanya, ketika kita ingin menjadi seorang dai dengan membawa quran maka hendaknya kita menjaga nama baik keluarga. Sehingga tidak bisa dijelekkan dari sisi keluarga.

Maka dari sekarang kita jaga diri, jaga keluarga agar tak terjerumus pada sesuatu yang dibenci Allah dan masyarakat agar tidak berpengaruh pada proses dakwah.

Hal kedua yang menjadi poin kehidupan Muhammad yakni beliau tumbuh dalam keadaan yatim. Bapaknya meninggal ketika Muhammad baru berumur dua bulan dan ibunya meninggal saat usianya enam tahun.

Muhammad sudah merasakan getirnya kehidupan karena tak mendapatkan kasih sayang dari orangtuanya.

Ia dirawat oleh kakeknya dan diusia delapan tahun, kakeknua meninggal dan kemudian pamannya Abu Thalib yang merawat hingga dewasa dan menjadi rasul.

Keyatiman Muhammad menjadi faktor terbentuknya karakter mandiri dan independenya. Tidak ada yang bisa diharapkan kecuali kepada Allah, sehingga Muhammad tidak ada yang mempengaruhinya.

Poin ketiga, Muhammad habiskan empat tahun pertamanya di padang pasir bersama Bani Sa’ad. Sehingga dia tumbuh dengan badan yang kuat, tubuh yang baik, bahasa yang fasih karena tak tercampur dengan bahasa lain, serta mampu mengendarai kuda walau masih kecil.

Maka kekuatan Muhammad tumbuh dengan kemurnian padang pasir dengan udaranya yang murni. Sehingga Muhammad tumbuh dengan kondisi terbaik. Memiliki kemampuan terbaik, bisa mengendarai kuda yang merupakan kendaraan terbaik saat itu.

Keberadaan kampus-kampus Hidayatullah juga sebagai pengkondisian biah untuk pertumbuhan intelektual, rohani dan keimanan, sebagaimana proses yang dialami Rasulullah pada lingkungannya.

Poin keempat, Muhamad sejak kecil mahir bertahan hidup dan cerdas sehingga memunculkan rasa suka orang yang melihatnya.

Muhammad kecil diperbolehkan duduk di tempat duduk terhormat Abdul Muthalib, yang orang lain tak boleh dan tak berani menempatinya  “Biarkan saja Muhammad duduk di situ karena akan menjadi orang besar dan mulia,” ujar Abdul Muthalib.

Dengan kecerdasannya juga, Muhammad memiliki skill, akhlak dan adab bagaimana bersosialisasi dan hidup dengan masyarakat. Dengan sifat jujurnya, amanahnya, kebijaksanaannya. Jadi akhlak itu modal hidup yang luar biasa bagi kita.

Kelima, Muhammad juga menggembalakan kambing masyarakat Makkah dengan upah. Rasulullah bersabda “Tidak datang seorang nabi kecuali ia seorang penggembala kambing. Bagaimana dengan engkau? Saya menggembala untuk ahli Mekkah dengan upah beberapa sen. Ketika umur 25 tahun baru bekerja untuk Khadijah.”

Sebagai penggembala hewan yang paling susah diatur, Muhammad belajar mandiri untuk tak membebani pamannya, terbiasa menghadapi berbagai karakter manusia.

Amanah atau tugas di kampus sebagai pengasuh santri serupa menjadi gembala. Agar saat mendapatkan amanah dakwah sudah paham bagaimana hadapi karakter orang lain.

Muhammad saat muda juga hidup di Makkah yang saat itu dipenuhi kemaksiatan namun tak tergiur dan ikut dengan kemaksiatan, padahal belum diberikan wahyu. Muhammad paham kemaksiatan tersebut tak baik.

Termasuk tak pernah mendengar musik karena Allah tidurkan. Termasuk tidak pernah menyembah berhala dan berkata buruk.

Dengan kecerdasannya Muhammad mempunyai pendapat bijaksana sebagaimana pada peristiwa peletakkan baru hajar aswad di Kakbah.

Orang cerdas itu selalu berusaha menyelesaikan masalah, bukan bikin masalah.(amc)



BACA JUGA