Kamis, 26 Januari 2023 | 11:35 Wita
Al Alaq. Ma’rifatu Ar Rabb, Ad Diin dan Ma’rifatu Ar Rasuul
Oleh: Drs KH Ahkam Sumadiana MA, Dewan Pembina Yayasan Al Bayan Hidayatullah Makassar
HidayatullahMakassar.id — Proses ma’rifatu Ar-Rabb
Ma’rifatu Ar-Rabb yang sebenarnya dialami secara langsung oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, sejak awal turunya wahyu al-qur’an yaitu surah al-alaq ayat 1-5, bahkan awal surah ini dimulai dengan kalimat perintah untuk mengenal Rabb sekaligus melibatkan asma-Nya dalam semua aktifitas manusia.
Untuk lebih jelasnya mari kita perhatikan ayat yang mulia sebagai berikut;
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ ﴿١﴾ خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ ﴿٢﴾
“Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang menciptakan, “Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.”(Al-Alaq, 96:1-2).
Ayat yang mulia ini mengandung dua perintah sekaligus yaitu perintah membaca dan perintah membaca atas nama Rabb, sayangnya ummat Islam masih banyak yang memahaminya hanya perintah membaca saja, akibatnya banyak ummat Islam ini menjadi pintar bahkan menjadi ilmuan yang lupa terhadap Rabb-Nya.
Seharusnya, “Melaui ayat pertama ini manusia mendapatkan dua hal, pertama adalah pengetahuan dan keyakinan terhadap eksistensi Rabb sebagai al-khaliq Maha pencipta.
Kedua manusia memiliki pengetahuan dan kesadaran terhadap eksistensinya sebagai makhluq ciptaan Tuhan sebagai hamba yang pasrah kepada-Nya”.
Ayat tentang asal-usul dan proses penciptaan manusia, menunjukkan bahwa Rabb adalah Maha pencipta sekaligus Maha kuasa terhadap segala ciptaan-Nya, manusia harus tunduk dan berserah diri kepada-Nya.
Pentingnya memahami positioning terhadap esensi dan eksistensi manusia di hadapan Rabb-Nya. Khususnya esensi sebagai makhluk ciptaan yang begitu lemah dan tanpa daya, kemudian eksistensinya sebagai seorang hamba sebagaimana makhluk jelata yang lainnya.
Sehingga “Walaupun manusia memiliki karya monumental dan prestasi yang spektakuler di atas dunia, maka tetap saja statusnya adalah seorang hamba di hadapan Rabb-Nya”
Karena hakekat kemuliaan itu hanyalah milik Rabb, kalau ada manusia merasa lebih mulia daripada orang lain maka pada dasarnya dia telah melampaui batas, bahkan memposisikan dirinya sama dengan Rabb-Nya.
Dan agar manusia dapat terhindar dari perbuat syirik itu maka Allah Ta’alaa menegaskan dalam ayat berikutnya;
اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ ﴿٣﴾ الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ ﴿٤﴾ عَلَّمَ الْإِنسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ ﴿٥﴾
“Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Al-Alaq:3-5)
Ayat yang mulia ini menginformasikan bahwa puncak dari ma’rifatu Ar-Rabb adalah memiliki pengetahuan, kesadaran, pengakuan terhadap Rabb, bahwa hanya Allah Swt Maha pencipta, Maha kuasa, Maha pemelihara, Maha mulia dan Maha mengetahui.
Sedangkan “Kegagalan dalam proses Iqra’ serta ma’rifatu Ar-Rabb akan melahirkan manusia yang sombong, arogan dan melampui batas sekaligus melupakan Rabb sebagai pencipta-Nya”
Perlu kita fahami dan sadari bahwa pada dasarnya manusia memiliki sifat yang sama yatu sombong sebagaimana firman Allah Swt;
كَلَّا إِنَّ الْإِنسَانَ لَيَطْغَى ﴿٦﴾ أَن رَّآهُ اسْتَغْنَى ﴿٧﴾
“Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup.”(Al-Alaq 96:6-7).
Tidak memiliki karya dan prestasi saja manusia itu sudah sombong apalagi kalau sudah ada yang dapat dipamerkan dan dibanggakannya.
Proses ma’rifatu Ad-Diin
Ma’rifatu Ad-Diin, lahir sejak proses turunnya wahyu al-qur’an, dan sebagai rasa syukur seseorang setelah mendapatkan nikmat dari Rabb-Nya, nikmat berupa surah al-alaq yang merupakan wahyu al-qur’an atau kitabullah, sebagaimana firman Allah Swt;
إِنَّهُ لَقُرْآنٌ كَرِيمٌ ﴿٧٧﴾ فِي كِتَابٍ مَّكْنُونٍ ﴿٧٨﴾ لَّا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ ﴿٧٩﴾ تَنزِيلٌ مِّن رَّبِّ الْعَالَمِينَ ﴿٨٠﴾
“Sesungguhnya Al Qur’an ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (Lauh Mahfuzh), tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan. Diturunkan dari Tuhan semesta alam.”(Al-Waaqi’ah 56:77-80)
Meyakini bahwa “Penggalan surah al Alaq 1-5 adalah wahyu al-qur’an atau kitabullah yang merupakan petunjuk bagi manusia sekaligus sebagai Diinul haq , atau Dinul Islam, merupakan proses dan tahapan dalam ma’rifatu Ad-Diin”.
Ma’rifatu Ad-Diin dapat mengantarkan seseorang untuk menjadikan al-qur’an sebagai satu-satunya petunjuk dan agama yang benar dalam hidupnya. Hal itu sebagai konsekuensi terhadap firman Allah Swt;
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ ﴿٩﴾
“Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang-orang musyrik benci.”(Ash-Shaaf 61:9)
Sedangkan puncak daripada ma’rifatu ad-diin adalah kesadaran bahwa hanya Islamlah agama yang diridhai oleh Allah Swt. Dengan firman-Nya;
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللّهِ الإِسْلاَمُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوْتُواْ الْكِتَابَ إِلاَّ مِن بَعْدِ مَا جَاءهُمُ الْعِلْمُ بَغْياً بَيْنَهُمْ وَمَن يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللّهِ فَإِنَّ اللّهِ سَرِيعُ الْحِسَابِ ﴿١٩﴾
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.”(Ali-Imran 3:19)
Proses Ma’rifatu Ar-Rasul
Ma’rifatu Ar-Rasul, harus dilakukan sejak awal bahkan bersamaan dengan proses mengenal Rabb dan Diinul Islam, sebab yang paling tahu tentang Rabb dan dinul Islam adalah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dan hanya melalui sunnah Nabi yang berupa ucapan serta perbuatannya seseorang dapat menjadi orang beriman dan taqwa.
Ma’rifatu Ar-Rasul melalui firman Allah Swt;
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولاً مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ ﴿٢﴾
“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata. “(Al-Jumu’ah 62:2)
Melalui ayat yang mulia ini Allah Swt telah mengutus Nabi Muhammad SAW, mengenalkan ayat-ayat Allah berupa ayat qauliyah dan ayat kauniyah, selanjutnya mentadzkiyah dan menta’lim dengan kitab al-qur’an.
Tentu saja ummat Islam bukan hanya sekedar mengenalnya, tetapi harus mencintai, meneladani, mengikuti dan mentaatinya.
Di sinilah letak korelasi dan relevansinya surah al-alaq dalam proses ma’rifatu Ar-Rabb, ma’rifatu Ad-Diin dan ma’rifat Ar-Rasul. Sehingga “Kesadaran inilah akhirnya manusia mengucapkan Syahadatain”
Wallahu Ta’alaa a’lam bish-shawab.(*)
TERBARU
-
Transformasi dan Transmisi di Masa Transisi Hidayatullah
24/11/2024 | 07:58 Wita
-
Nilai dan Keutamaan Hidup Muhammad Sebelum jadi Rasul
22/11/2024 | 06:04 Wita
-
Raih Belasan Medali, Atlet Tapak Suci Pesantren Ummul Quro Hidayatullah Tompobulu Terbaik di Kejurnas UINAM Cup
18/11/2024 | 05:42 Wita