Senin, 17 Mei 2021 | 08:53 Wita

Manhaj As-Sunnah, Jaminan Efektifitas Dakwah

Editor: Firman
Share

■ Oleh : Drs. H. Ahkam Sumadiyana, MA, Trainer Nasional, Anggota Dewan Muzakarah Pusat Hidayatullah 2015-2020

HidayatullahMakassar.id — (Iftitah) Manhaj Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallama untuk membangun peradaban islam merupakan methodologi yang sangat sempurna, sehingga perjuangan dan pengorbanan Nabi  Shallallahu ‘Alaihi wa Sallama dan para shahabt-Nya sangat efektif dan efesien. Begitu efektifnya sehingga dalam waktu 23 tahun sudah lahir genersi terbaik sepanjang sejarah peradaban manusia.

Tentu saja manhaj sunnah tersebut merupakan methodologi yang sengaja diwariskan kepada ummat Islam, agar setiap generasinya dapat melahirkan kurun terbaik di zamannya. Manhaj sunnah ini tidak akan mengalami perubahan sekalipun pelaku, situasi dan kondisi serta wilayah yang berbeda. 

Makna Manhaj As-Sunnah

Makna As-Sunnah secara etimologi berasal dari kata ‘sana’ yang berarti ‘cara atau jalan yang biasa dilakukan’,[Mahmud al-Thahhan, Taysir Mushthalahul Hadis,(Beirut:Dar al-Tsaqofah al-Islamiyah, t.th),h.15,].

Secara terminologi As-Sunnah diartikan hal-hal yang datang dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, baik itu ucapan, perbuatan atau pengakuan (Taqrir). [Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, Terjemahan Moch. Tholchah Mansoer, Kaidah-kaidah Hukum Islam Ilmu Ushul Fiqh (Jakarta: RajaGrapindo Persada, 2002), h.46, al-Qosyimi, Loc.it.].

Demikian pula istilah lain As-Sunnah adalah ath-thariqah dan As-Sirah yang berarti metode, kebiasaan, perjalanan hidup atau perilaku, baik terpuji maupun tercela, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallama:

مَن سَنَّ سُنَّة فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُمَنْ عَمِلَ بِهَا وَمَن سَنَّ سُنّة سَيِّئَة فَعَلَيْهِ وِزْرُهَا مَنْ عَمِلَ بِهَا

Artinya; “Barangsiapa yang memberi contoh yang baik maka ia mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengerjakannya dan barangsiapa yang memberi contoh yang buruk maka ia mendapatkan dosanya dan dosa orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim).

As-Sunnah Menurut Syari’at

As-Sunnah menurut istilah syari’at ialah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam bentuk qaul (ucapan), fi’il (perbuatan), taqrir (penetapan), sifat tubuh serta akhlak yang dimaksudkan dengannya sebagai tasyri’ (pensyari’atan) bagi ummat Islam.[Baca Qawaa’idut Tahdits hal. 62, Muhammad Jamaluddin al-Qasimi, Ushul Hadits, Dr. Muhammad ‘Ajjaj al-Khathib, cet. IV Darul Fikr 1401 H].

As-Sunnah menurut istilah ahli fiqih (fuqaha’) ialah segala sesuatu yang sudah tetap dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan hukumnya tidak fardhu dan tidak wajib, yakni hukumnya sunnah.[Lihat kitab Irsyaadul Fuhuul asy-Syaukani hal.32, Fat-hul Baari XIII/245-246, Mafhuum Ahlis Sunnah wal Jama’ah ‘inda Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah hal. 37-43]. 

Oleh sebab itu mereka memberikan definisi mengenai As-Sunnah Nabi adalah perkataan, perbuatan dan taqir Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sebagai petunjuk dan perundang-undangan. [Zakariyah al-Bari Mashadir, al-Ahkam al-islamiyah (t.t:Dar al-Itihad al-Arabi Litthiba’ah, 1975M),11.36; Mustafa al-Siba’i, op. cit., h,7; Ajjaj al-Khatib, al-Sunnah qabl al-Tadwin. (Ceti Kairo : Muktabah Wahbah, 1963M), h.16.]. 

…وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ ﴿٧﴾

Artinya; “Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.[Al-Hasyar:7].

As-Sunnah Dalam Bentuk Perkataan, Perbuatan dan Taqrir

Dalam bentuk perkataan;

عَنْ عُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ

Artinya; “Dari Utsman ra, dari Nabi saw., beliau bersabda: “Orang yang paling baik di antara kalian ialah orang yang belajar al-Qur`an dan mengajarkannya.”. (HR. al-Bukhari)  

Dalam bentuk Perbuatan;

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي عَلَى رَاحِلَتِهِ حَيْثُ تَوَجَّهَتْ فَإِذَا أَرَادَ الْفَرِيضَةَ نَزَلَ فَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ

Artinya; “Dari Jabir bin ‘Abdullah berkata, “Rasulullah melaksanakan  shalat di atas tunggangannya menghadap ke mana arah tunggangannya menghadap. Jika Beliau hendak melaksanakan shalat yang wajib, maka beliau turun lalu shalat menghadap kiblat”. (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Dalam bentuk Taqrir;

 قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِبِلاَلٍ عِنْدَ صَلاَةِ الصُّبْحِ: يَا بِلاَلُ! حَدِّثْنِي بِأَرْجَى عَمَلٍ عَمِلْتَهُ فِي اْلإِسْلاَمِ فَإِنِّي سَمِعْتُ دَفَّ نَعْلَيْكَ بَيْنَ يَدَيَّ فِي الْجَنَّةِ، قَالَ: مَا عَمِلْتُ عَمَلاً أَرْجَى عِنْدِيْ أَنِّي لَمْ أَتَطَهَّرْ طُهُوْراً فِي سَاعَةٍ مِنْ لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ إِلاَّ صَلَّيْتُ بِذَلِكَ الطُّهُوْرِ مَا كُتِبَ لِي أَنْ أُصَلِّيَ. 

Artinya; “Nabi Shalkallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Bilal setelah selesai shalat Shubuh, ‘Wahai Bilal, kabarkanlah kepadaku sebaik-baik amalan yang telah engkau kerjakan dalam Islam, karena aku telah mendengar suara terompahmu di dekatku di Surga?’ Ia menjawab, ‘Sebaik-baik amal yang aku kerjakan ialah, bahwa setiap kali aku berwudhu’ siang atau malam mesti dengan wudhu’ itu aku shalat (sunnah) beberapa raka’at yang dapat aku laksanakan.’” [HR. Al-Bukhari (no. 1149) dan Muslim (no. 2458)].

Setelah kita memahami makna As-Sunnah pada akhirnya kita akan menyimpulkan petapa pentinya Manhaj As-Sunnah dalam kehidupan ummat Islam. Terlebih lagi bagi kita yang mengharapkan agar peradaban Islam dapat eksis kembali dalam kehidupan.

Sehingga sudah saatnya para mujahid da’wah saat ini mengevaluasi dan merenungkan kembali tentang cara dan methode dakwah yang efektivitas dan efesiensi agar dakwah yang kita lakukan benar-benar sudah sesuai dengan Manhaj As-Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Sembari kita mengambil spirit firman Allah Swt;

 قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ ﴿٣١﴾

Artinya; “Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. [Ali-Imran:31].

Pertanyaan kritisnya yaitu betulkah dakwah yang kita lakukan saat ini sudah sesuai dengan yang diinginkan oleh Allah Swt Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam? Wallahu ‘Alam.■



BACA JUGA