Sabtu, 16 Mei 2020 | 08:10 Wita

Makna dan Eksistensi Yatim dalam Tarbiyah

Editor: Firman
Share

Sirah Aplikatif 002 : Drs. H. Ahkam Sumadiyana, MA, Anggota Dewan Muzakarah Pusat Hidayatullah

HidayatullahMakassar.id — Memahami Tarbiyah dengan konsep keyatiman, atau fase keyatiman terlebih dahulu kita harus mengetahui secara mendalam tentang makna Yatim dalam Islam. Agar kita dapat menerap konsep dan fase keyatiman ini dengan baik dan benar dalam tarbiyah, baik Jasadiyah, Aqliyah maupun Ruhiyah.

Yatim menurut Bahasa adalah, al-fardu (sendirian) dan segala sesuatu yang ditinggal oleh sesuatu yang serupa dengannya. (As-Shihah fi Al-Lughah, kata: يتم)

Pengertian Yatim menurut Ibnu Sikkith adalah:

الْيَتِيمُ فِي النَّاسِ مِنْ قِبَل الأَبِ، وَفِي الْبَهَائِمِ مِنْ قِبَل الأُمِّ، وَلاَ يُقَال لِمَنْ فَقَدَ الأُمَّ مِنَ النَّاسِ يَتِيمٌ

Artinya; “Kata ‘yatim’ untuk manusia, karena ayahnya meninggal, sedangkan untuk binatang, kata ‘yatim’ digunakan untuk menyebut binatang yang kehilangan ibunya. Manusia yang kehilangan ibunya tidak bisa disebut yatim.” (Lisanul ‘Arab, 12:645).

Sedangkan secara istilah, para ulama mendefinisikan yatim sebagai berikut:

الْيَتِيمَ بِأَنَّهُ مَنْ مَاتَ أَبُوهُ وَهُوَ دُونُ الْبُلُوغِ. لِحَدِيثِ: ” لاَ يُتْمَ بَعْدَ احْتِلاَمٍ”

Anak yatim adalah anak yang ditinggal mati bapaknya, ketika dia belum baligh. Berdasarkan hadis: “Tidak ada status yatim setelah mimpi basah.” (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, 45:254). Hadis di atas, diriwayatkan oleh At-Thabrani, dalam Mu’jam Al-Kabir, 4:14, dari sahabat Handzalah bin Hudzaim. Al-Haitsami mengatakan dalam Majma’ Az-Zawaid, 4:266: Perawinya Tsiqah (Terpercaya).

Dalam konsep tarbiyah K.H. Abdullah Said Rahimahullah menjadikan semua santri adalah yatim, baik yatim secara biologis maupun yatim secara sosiologis. Kedua status yatim  tersebut beliu peroleh dalam mengkaji secara intensif tentang ‘Fase Keyatiman’ yang terjadi terhadap dua orang Nabi yang disebut sebgai Uswatu Hasanah dalam Al-qur’an.

Pertama adalah Nabi Ibrahim AS yang merupakan Murid Yatim sosiologis sekaligus sebagai guru yatim sosiologis. Mengapa demikian?,  Karena Ibrahim sejak lahir tidak mendapat Tarbiyah secara benar dari ayahnya. Kemudian setelah diangkat menjadi Nabi Allah, beliau menerapkan langsung fase keyatiman ini kepada anak kandungnya sendiri yaitu ismail. Sebagaimana firman Allah Ta’alaa dalam surah Ibrahim ayat: 37;

رَّبَّنَا إِنِّي أَسْكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُواْ الصَّلاَةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُم مِّنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ ﴿٣٧﴾

Artinya; “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.”

Kedua, Yatim Biologis yaitu Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau lahir setelah ayahnya Abdullah meninggal, yang selanjutnya tarbiyah ini menjadikan kedua Nabi ini sebagai teladan bagi seluruh manusia di dunia. Wallahu ‘alam.■



BACA JUGA