Senin, 4 Mei 2020 | 19:03 Wita

Meraih Derajat Taqwa Muttaqin

Editor: Firman
Share

Oleh: Ustadz H. Ahkam Sumadiana, MA, Pembina Yayasan Al Bayyan Hidayatullah Makassar

HidayatullahMakassar.id — Mari sama-sama kita merenungkan bagaimana Allah ta alla menggabarkan beberapa kisah tentang perjalanan manusia meraih predikat takwa.

Yang pertama Allah gambarkan bagaimana positioning seorang muslimin lalu meningkat menjadi mu’min, selanjutnya meningkat kualitas sebagai muhsinin, kemudian naik lagi kualitas sebagai mukhlisin dan puncaknya dengan derajat muttaqin.

Tentu saja derajat-derajat ketaqwaan ini sudah sering kita dengar dan baca dan telah oleh ustad dan ulama sampaikan pembahasan ini si banyak tempat. 

Kita awali positioning baru menjadi muslimin, sebagaimana Allah ta alla jelaskan dalam surah Surat Al-Hujurat Ayat 14 

 قَالَتِ ٱلْأَعْرَابُ ءَامَنَّا ۖ قُل لَّمْ تُؤْمِنُوا۟ وَلَٰكِن قُولُوٓا۟ أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ ٱلْإِيمَٰنُ فِى قُلُوبِكُمْ ۖ وَإِن تُطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ لَا يَلِتْكُم مِّنْ أَعْمَٰلِكُمْ شَيْـًٔا ۚ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ 

Orang-orang Arab Badui itu berkata: “Kami telah beriman”. Katakanlah: “Kamu belum beriman, tapi katakanlah ‘kami telah tunduk’, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”

Mengapa orang Arab gunung yang datang ke Rasulullah memproklamirkan diri sebagai mu’min namun Allah menyatakan belum capai mukmin tapi baru sebagai muslimin ?

Karena Allah tahu persis Arab gunung datang ke Rasulullah bukan karena tertarik ajaran Islam sebagai kebenaran tetapi datang ke Madinah untuk nikmati ketenangan dan kesejahteraan Madinah.

Lalu dalam ayat selanjutnya siapa yang mu’min itu dalam ayat 15 Al Hujurat

إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا۟ وَجَٰهَدُوا۟ بِأَمْوَٰلِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلصَّٰدِقُونَ 

Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.

Orang mu’min itu orang yang beriman kepada Allah dan Rasulnya lalu berjuang dan berkorban di jalan Allah dengan harta dan jiwanya.

Tentunya sangat jauh perbedaan seorang muslimin dan berderajat mu’min. Seorang muslimin motivasinya mencari keuntungan pribadi. Hanya sebagai penikmat tidak sampai mencari keselamatan apalagi keselamatan akhirat.

Pada bulan Ramadhan ini Allah hanya menyeru dan memerintah kepada orang beriman atau mukmin. Maka secara objektif kita saksikan hanya orang beriman yang antusias ingin bertemu Ramadhan. 

Sedangkan sebahagian besar orang Islam biasa-biasa saja tak punya semangat atau ghirah. Karena memang Allah tak panggil orang muslim tapi hanya menyeru kepada mukmin. Yang taat kepada Allah ta alla.

Namun ketaatan dari seorang mukmin masih perlu ditingkatkan, sebab ketaatan mukmin bukan jaminan dapatkan keselamatan dunia akhirat. 

Sehingga Allah ta alla memberikan contoh bagaimana seorang mukmin yang sudah mencapai derajat muksinin, sebagaimana dalam surah Ali ‘Imran Ayat 134 

ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلْكَٰظِمِينَ ٱلْغَيْظَ وَٱلْعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِ ۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ 

(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.

Predikat muhsinin yakni orang mukmin yang mampu menafkahkan rejekinya baik saat mampu dan sempit, sabar dan pemaaf.

Tentu saja berjuang dan berkorban dalam keadaan lapang itu lebih mudah dan ringan dibanding saat sempit dan sulit. 

Allah pada Ramadhan kali ini meningkatkan intensitas ujian kepada kita. Bukan saja harus laksanakan amaliah Ramadhan tapi juga harus hadapi musibah virus Corona. 

Seorang muhsinin sama sekali tak akan kurangi kualitas ibadah walau hadapi musibah wabah ini. Malah dengan PSBB seharusnya lebih cepat dan lebih sering khatamkan quran. 

Seorang muhsinin tidak boleh dan tidak ada alasan dalam melakukan kebaikan. Dalam keadaan apapun malah Allah lebih menekankan untuk berbuat baik dalam keadaan sulit. 

Sebagaimana dalam surat Al-Qashash Ayat 77 

 وَٱبْتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلْءَاخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِن كَمَآ أَحْسَنَ ٱللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ ٱلْفَسَادَ فِى ٱلْأَرْضِ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلْمُفْسِدِينَ 

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.

Tentu saja kualitas muhsinin berat tapi harus kita raih dan capai khususnya dalam bulan Ramadhan.

Ada lagi derajat di atasnya mukhlisin karena pengorbanan dan perjuangannya mampu dia jaga semata karena Allah. Bukan perkara mudah dan sederhana perjuangan karena Allah. Bahwa secara manusiawi banyak orang mencari kedudukan, jabatan dan harta dari perjuangan dakwah.

Allah gambarkan dalam Al Bayyinah : 5 

 وَمَآ أُمِرُوٓا۟ إِلَّا لِيَعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلْقَيِّمَةِ 

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.

Mudah-mudahan pada Ramadhan kali ini keikhlasan dan kekhusukkan kita bisa lebih murni. 

Kemudian jika kita telah mampu menjaga ibadah dan amal shaleh kita maka insyallah kita akan capai derjat sebagai seorang muttaqin.

Allah telah gambarkan kepada Rasulullah sebagaimana dalam  At Taubah : 100

وَٱلسَّٰبِقُونَ ٱلْأَوَّلُونَ مِنَ ٱلْمُهَٰجِرِينَ وَٱلْأَنصَارِ وَٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوهُم بِإِحْسَٰنٍ رَّضِىَ ٱللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا۟ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّٰتٍ تَجْرِى تَحْتَهَا ٱلْأَنْهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ ٱلْفَوْزُ ٱلْعَظِيمُ 

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.

Ayat yang mulia ini bagaimana menggambarkan kualitas muttaqin yaitu orang bertaqwa yang digambarkan pada pribadi Rasulullah dan para shahabatnya paling awal masuk Islam yakni kaum muhajirin dan anshor dan orang yang ikutinya dengan baik.

Puncak orang bertakwa adalah ketika Allah ridho kepada keimanan kita. Yang kedua reaksi orang bertakwa itu bersegera meraih ampunan Allah.

Ramadhan sebagai bulan ampunan, maka orang bertakwa bukan sekadar bersegera tapi berlari agar kebih cepat. Bukan biasa-biasa saja apalagi loyo maka tak mungkin kita raih sebagai muttaqin jika beramal dengan biasa saja.

Allah ridho kepada Rasulullah dan shahabat-shahabatnya karena mereka ridho kepada Allah. Padahal mereka dalam keadaan sulit. Karena orang susah tak mudah ridho terhadap keadaannya. Sehingga Allah jaminkan surga bagi orang muttaqin.■

*) Dari Tausiyah Bada Subuh di Masjid Umar Al Faruq Pesantren Hidayatullah Makassar. Saksikan pula di akun Fb HidayatullahMakassar.id



BACA JUGA