Kamis, 6 Juni 2024 | 16:15 Wita

Meraih Cinta Allah (1)

Editor: admin
Share

Oleh: Ust Abdul Qadir Mahmud MA, Ketua STAI Al Bayan Hidayatullah Makassar

HidayatullahMakassar.id — Meraih cinta dari Allah adalah tujuan tertinggi dalam kehidupan seorang Muslim. Cinta Allah adalah sumber kebahagiaan dan ketenangan hati yang sejati.

Ketika seseorang meraih cinta-Nya, dia akan merasakan kedamaian yang tak tergantikan oleh apapun di dunia ini. Cinta Allah membawa berkah dan perlindungan dalam setiap aspek kehidupan, memberikan kekuatan dalam menghadapi cobaan, dan memotivasi untuk menjalani hidup dengan penuh kebaikan dan keikhlasan.

Jika seorang hamba meraih cinta Allah, dia akan merasakan bahwa Allah selalu dekat, mendengar doanya, dan memberikan petunjuk dalam setiap langkah hidupnya.

Cinta Allah juga membawa seorang hamba mendapatkan ridha-Nya, yang akan membawa kebahagiaan di dunia dan akhirat.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” إِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ عَبْدًا دَعَا جِبْرِيلَ، فَقَالَ: إِنِّي أُحِبُّ فُلَانًا فَأَحِبَّهُ، قَالَ: فَيُحِبُّهُ جِبْرِيلُ، ثُمَّ يُنَادِي فِي السَّمَاءِ فَيَقُولُ: إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ فُلَانًا فَأَحِبُّوهُ، فَيُحِبُّهُ أَهْلُ السَّمَاءِ، قَالَ: ثُمَّ يُوضَعُ لَهُ الْقَبُولُ فِي الْأَرْضِ. وَإِذَا اللَّهُ أَبْغَضَ عَبْدًا، دَعَا جِبْرِيلَ فَيَقُولُ: إِنِّي أُبْغِضُ فُلَانًا فَأَبْغِضْهُ، فَيُبْغِضُهُ جِبْرِيلُ ثُمَّ يُنَادِي فِي أَهْلِ السَّمَاءِ: إِنَّ اللَّهَ يُبْغِضُ فُلَانًا فَأَبْغِضُوهُ، قَالَ: فَيُبْغِضُونَهُ، ثُمَّ تُوضَعُ لَهُ الْبَغْضَاءُ فِي الْأَرْض) “رواه مسلم وكذلك البخاري ومالك والترمذي

(Dari Abu Hurairah r.a., dia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya jika Allah mencintai seorang hamba, Dia memanggil Jibril dan berfirman, ‘Sesunguhnya aku mencintai fulan, maka cintailah dia.’”,

Rasulullah selanjutnya bersabda, maka Jibril pun mencintainya, kemudian Jibril menyeru penduduk langit, “Sesungguhnya Allah mencintai fulan, maka cintailah dia”, maka para penghuni langit pun mencintainya,

selanjutnya Rasulullah ﷺ bersabda, “dan kemudian di bumi diapun menjadi orang yang diterima”. Dan ketika Allah membenci seorang hamba, maka Dia memanggil Jibril dan kemudian berfirman, “Sesungguhnya aku membenci si fulan, maka bencilah dia”, maka Jibril pun membenci si Fulan, kemudia Jibril menyeru penduduk langit, “sesungguhnya Allah membenci si fulan, maka bencilah dia”,

Rasulullah ﷺ melanjutkan, “maka penduduk langitpun membenci fulan, kemudian diapun dibenci di bumi” (HR. Muslim, Bukhari, Malik, dan Tirmidzi).

Allah, dengan kasih sayang-Nya yang tak terbatas, telah menyiapkan berbagai sarana bagi hamba-Nya untuk meraih cinta-Nya. Allah menurunkan Al-Qur’an melalui perantara RasulNya sebagai petunjuk hidup yang sempurna, mengajarkan manusia cara menjalani kehidupan dengan benar dan bagaimana mendekatkan diri kepada-Nya.

Demikian juga Allah menyediakan ibadah-ibadah yang jika dilakukan dengan ikhlas akan mendekatkan seorang hamba kepada-Nya. Ibadah shalat, puasa, zakat, dan haji merupakan ibadah-ibadah utama yang Allah perintahkan, yang menghubungkan langsung antara hamba dengan-Nya dan memperkuat ikatan cinta kita kepada-Nya.

Bahkan Allah menyiapkan momen-momen tertentu yang jika hamba beribadah dengan berbagai amalan pada momen tersebut Allah akan mencurahkan cintaNya kepada hambaNya dan diantara momen tersebut adalah 10 awal bulan Dzulhijjah,

Rasulullah bersabda:

مَا مِنْ أَيَّامٍ اَلْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّام. يَعْنِي أَيَّامُ الْعُشْرِ. قَالُوْا: يَا رَسُولَ اللهِ، وَلاَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ؟ قَالَ: وَلاَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ، إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ ، فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيءٍ. (رواه البخاري)

“Tidak ada hari di mana amal kebaikan saat itu lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari ini. Rasulullah menghendaki 10 hari (awal Dzulhijjah). Lantas para sahabat bertanya: ‘Wahai Rasulullah, tidak juga jihad di jalan Allah?’

Rasulullah shallalâhu ‘alaihi wasallam menjawab: ‘Tidak juga jihad di jalan Allah, kecuali orang yang keluar berjihad dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan sesuatu apapun (mati syahid)’.” (HR. Al-Bukhari).

10 hari awal Dzulhijjah bagi seorang Muslim merupakan momentum untuk melakukan ibadah dengan berbagai amalan yang dengannya akan diganjar pahala yang lebih besar dibandingkan hari-hari lainnya.

Sudah sepatutnya hari-hari mulia itu dijadikan kesempatan untuk lebih bersemangat dalam menjalankan semua kewajiban, menambah ibadah sunnah, dan melakukan berbagai kebaikan melebihi kesehariannya.

Amalan-amalan shâlih yang dikerjakan pada sepuluh hari tersebut akan berlipat ganda pahalanya, tanpa terkecuali.

Diantara amalan-amalan shalih tersebut adalah;

Memperbanyak Takbir, Tahlil dan Tahmid

Hendaklah memperbanyak takbir, tahlil dan tahmid berdasarkan firman Allah dalam QS. al-Haj/22:

وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَا

“…. dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan …”.

Ayat di atas bersifat umum, mencakup semua jenis dzikir yang disyariatkan untuk diperbanyak. Adapun dalil khusus yang menjelaskan tentang disyariatkannya bertakbir, bertahlil dan bertahmid adalah hadits yang dikeluarkan oleh Ahmad dari Ibnu ‘Umar –radiyallahu ‘anhuma-

/فأكثرُوْا فِيْهِنَّ مِن التَّهْلِيْلِ والتَّكْبِيرِ والتَّحْمِيْدِb

perbanyaklah pada hari-hari itu tahlil, takbir dan tahmid“

Demikian juga dalam hadits dari Abu Hurairah

مَامِنْ أَيَّامٍ اَلْعَمَلُ فِيْهِنَّ أَحَبُّ إِلَى الله مِنْ عَشْرِ ذِيْ الْحِجَّةِ، فَعَلَيْكُمْ بِالتَّسْبِيْحِ وَالتَّهْلِيْلِ وَالتَّكْبِيْرِ.

Tidak ada hari-hari yang amal shâlih lebih dicintai oleh Allâh dari pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Maka hendaklah kalian bertasbih, bertahlil, dan bertakbir.[ HR Abu ‘Utsman al-Buhairi)

Takbir yang diperbanyak pada hari-hari di 10 awal dzulhijjah ada dua;

a. Takbir Muthlak; adalah takbir yang tidak terikat tempat dan waktu . Boleh dikumandangkan kapan pun, setelah shalat, sebelum shalat, pagi, sore malam, di setiap waktu, boleh dikumandangkan di masjid, di rumah, di jalan dimulai sejak tenggelamnya matahari di akhir bulan Dzulqa’dah (1 dzulhijjah) sampai hari ke 3 tasyrik.

Hal ini berdasarkan perbuatan sahabat yang dikabarkan oleh Ibnu ‘Abbas, dimana beliau berkata;

وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ: أَيَّامُ العَشْرِ، وَالأَيَّامُ المَعْدُودَاتُ: أَيَّامُ التَّشْرِيقِ ” وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ، وَأَبُو هُرَيْرَةَ: «يَخْرُجَانِ إِلَى السُّوقِ فِي أَيَّامِ العَشْرِ يُكَبِّرَانِ، وَيُكَبِّرُ النَّاسُ بِتَكْبِيرِهِمَ

“Dan ingatlah oleh kalian di hari hari yang ditentukkan yaitu hari-hari sepuluh, dan hari-hari yang terbatas yaitu hari-hari tasyriq”, Dan dahulu Ibnu Umar dan Abu Hurairah keluar ke pasar di hari-hari sepuluh (Dzulhijjah) dan mereka berdua bertakbir, dan orang-orang ikut bertakbir bersama mereka berdua (HR. Bukhari).

b. Takbir muqayyadbr /Dimulai dari tanggal 9 Dzulhijjah (waktu terbitnya fajar hari ‘Arafah), sampai terbenamnya matahari di hari ke 3 tasyriq (waktu Ashar). Dan dibaca setelah shalat wajib lima waktu setelah membaca istighfar dan dzikir yang masyhur, seperti;

اللّهُم أَنْتَ السَلاَمُ وَمِنْك السَلامُ تَبَاركتَ يَا ذا الجَلالِ وَالإكْرَام.

Adapun lafadz Takbir yang umum dikumandangkan yang mashur dalam madzhab Hanafi dan Hambali adalah;

الله أكبر، الله أكبر، لا إله إلا الله والله أكبر، الله أكبر، ولله الحمد

Atau lafadz yang dikenal dalam madzhab Syafi’iyah dan Malikiyah maka lafadz Allahu Akbar di awal takbir sebanyak tiga kali;

الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، لا إله إلا الله والله أكبر، الله أكبر، ولله الحمد

(Bersambung)



BACA JUGA