Minggu, 16 April 2023 | 12:54 Wita

Eksistensi Manusia dalam Al Quran

Editor: Humas Yayasan Al Bayan Hidayatullah Makassar
Share

Oleh : Drs KH Ahkam Sumadiana MA, Murabbi Hidayatullah dan Anggota Dewan Pembina Yayasan Al Bayan Hidayatullah Makassar

HidayatullahMakassar.id — (Muqaddimah) Eksistensi manusia akan senantiasa menarik untuk dikaji dan digali baik awal terciptanya, dinamika kehidupnya, kematiannya bahkan kehidupan sesudah matinya.

Artinya pengkajian dan penggalian terus berlanjut meskipun antara teori filsafat masih mencari pembuktian sedangkan Islam menjelaskan secara ilmiyah melalui wahyu al-qur’an.

Mungkin saja karena persoalan subyektifitas dan kepentingan masing-masing manusia sebagai penyebab utama mengapa kajian tentang manusia tetap berlanjut sampai sekarang.

Yang tidak kalah menarik ternyata Al-qur’an telah memberikan nama manusia dengan sebutan yang berbeda-beda sesuai dengan maqam intelektual, spiritual dan pisiknya masing-masing.

Sebutan dan nama-nama tersebut agar manusia mengambil sebagai pelajaran. Allah Swt menyebut manusia dengan; Al-basyar, Al-Insan, An-Naas, Muslim, Mu’min, Muhsin, Mukhlis, Muttaqin. Bahkan ada sebutan Musyik, Munafiq, Dzalim, Fasiq dan Kafir

Tulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam upaya manusia menemukan hakekat dan jati dirinya dari sudut pandang Al-qur’anul kariim.

Upaya pencarian jati diri bagi manusia adalah sebuah persoalan yang tetap aktual sepanjang masa, dan kehidupan manusia. Adapun kajian tentang eksistensi manusia ternyata diawali dari dialog tentang kehendak Allah Swt, yang ingin menciptakan di atas dunia ini seorang “khalifah”.

Melalui firman-Nya;

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰٓئِكَةِ إِنِّى جَاعِلٌ فِى الْأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوٓا۟ أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَآءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّىٓ أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ ﴿البقرة :٣۰﴾
Artinya:“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang “Khalifah di muka bumi,” Mereka berkata, “Mengapa Engkau hendak menjadikan “Khalifah” di muka bumi orang yang akan berbuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?” Tuhan berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” [al-Baqarah [2]:30].

Makna yang dimaksud ialah ‘Hai Muhammad’, ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat; Artinya; “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” [Al-Baqarah [2]: 30].

Yakni suatu kaum yang sebagiannya akan menggantikan sebagian yang lainnya silih berganti, generasi demi generasi, sebagaimana pengertian dalam firman-Nya:

وَهُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلاَئِفَ الأَرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِّيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ إِنَّ رَبَّكَ سَرِيعُ الْعِقَابِ وَإِنَّهُ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ ﴿١٦٥﴾

Artinya; “Dan Dialah yang menjadikan kamu “Khalifa”/penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”[Al-An’am [6]:165].

Kemudian dalam ayat yang lain;

أَمَّن يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاء الْأَرْضِ أَإِلَهٌ مَّعَ اللَّهِ قَلِيلاً مَّا تَذَكَّرُونَ ﴿٦٢﴾


Artinya; “Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai “khalifah di bumi”? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati (Nya)”. [An-Naml [16]: 62].

وَلَوْ نَشَاء لَجَعَلْنَا مِنكُم مَّلَائِكَةً فِي الْأَرْضِ يَخْلُفُونَ ﴿٦٠﴾

Artinya; ”Dan kalau Kami kehendaki benar-benar Kami jadikan sebagai ganti kalian di muka bumi malaikat-malaikat yang turun-temurun.” [Az-Zukhruf [43]: 60]

Al-Qurtubi menukil dari Zaid ibnu Ali, yang dimaksud dengan “khalifah” dalam ayat ini bukanlah Nabi Adam ‘alaihissalam, saja seperti yang dikatakan oleh sejumlah ahli tafsir. Makanya Al-Qurtubi menisbatkan pendapat ini kepada Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, dan semua ahli takwil.

Ibnu Jarir mengatakan, sesungguhnya makna “khalifah” yang disebut oleh Allah Ta’alaa. tiada lain “khalifah” satu generasi dari mereka atas generasi yang lainnya. Ibnu Jarir mengatakan bahwa “khalifah fi’liyyah” diambil dari perkataan “khalafa fulanun fulanan fi hazal amri”; dikatakan demikian apabila Fulan pertama menggantikan Fulan yang kedua dalam hal itu sesudahnya. Pengertiannya sama dengan makna yang terkandung di dalam firman-Nya:

ثُمَّ جَعَلْنَاكُمْ خَلاَئِفَ فِي الأَرْضِ مِن بَعْدِهِم لِنَنظُرَ كَيْفَ تَعْمَلُونَ ﴿١٤﴾

Artinya; ”Kemudian Kami jadikan kalian “khalaifa”/pengganti-pengganti di muka bumi sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana kalian berbuat”. [Yunus [10]: 14].

Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa Muhammad Ibnu Ishaq berkata sehubungan dengan makna firman-Nya: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.”

Yang dimaksud ialah sebagai penghuni dan pembangunnya. Dengan kata lain yang akan membangun bumi dan menghuninya, bukan kalian (para malaikat).

Kemudian Al-qurthubi dan ulama lainya menjadikan ayat ini sebagai dalil yang menunjukkan keharusan mengangkat seorang pemimpin untuk memutuskan perkara di tengah-tengah ummat manusia, mengakhiri pertikaian mereka, menolong orang-orang teraniaya dari yang menzalimi, menegakkan hukum mencegah berbagai perbuatan keji, dan berbagai hal penting lainnyayang tidak mungkin ditegakkan kecuali adanya pemimpin, dan sesuatu yang menjadikan suatu kewajiban tidak sempurna kecuali dengannya, maka suatu itu sendiri merupakan hal wajib. [Dr.’Abdullah Abdullah Bin Muhammad Bin Abdurrahman bIn Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1 (Dar al-Hilal Kairo: Pustaka Imam Asy-Syafie’ Muassasah, 2008), h. 99-103].(*)



BACA JUGA