Sabtu, 9 Juli 2022 | 08:49 Wita
Hari itu Bernama Hari Arafah
■ Oleh : Ust Abd Qadir Mahmud, Kadep Dakwah Layanan Ummat Yayasan Al Bayan Hidayatullah kampus utama Makassar
HidayatullahMakassar.id — Salah satu momentum di sepuluh awal Dzulhijjah adalah momentum tanggal 9 Dzulhijjah yang masyhur dikenal dengan hari Arafah.
Arafah adalah daerah terbuka dan luas yang berjarak kurang lebih 21 kilometer di sebelah timur luar kota Makkah.
Mengapa tempat ini dinamakan Arafah ?
Arafah yang luasnya berukuran kurang lebih 18 km persegi dan datar ini menyimpan banyak sejarah terkait dengan penamaannya;
Pertama; Tempat ini dinamakan Arafah karena merupakan tempat bertemunya Nabi Adam dan Hawa setelah Allah turunkan Adam di bumi India dan Hawa di Jeddah, kemudian keduanya bertemu dan berta’aruf di tempat tersebut. [Abu Hasan Ali bin Muhammad].
Oleh karena itu di atas Jabal Rahmah yang yang ketinggiannya sekitar 70 meter dan merupakan bahagian dari Arafah terdapat sebuah tugu peringatan yang didirikan untuk mengenang tempat bertemunya nenek moyang manusia Nabi Adam dan Siti Hawa di muka bumi.
Kedua; Pendapat lain terkait dengan penamaan ini, adalah; Bahwa, ketika Allah mengutus Malaikat Jibril Alaihissalam kepada Nabi Ibrahim, kemudian Malaikat Jibril melakukan haji bersama Nabi Ibrahim, setelah sampai ke tempat itu (Arafah), Nabi Ibrahim berkata “Araftu” (Aku Tahu), karena sebelumnya ia sudah pernah mendatangi tempat tersebut. [Tafsir Ibnu Katsir, sebagaimana diceritakan oleh Ali bin Abi Thalib].
Ketiga; Riwayat lain adalah, sebagaimana yang disampaikan Ibnu Mubarak, dinamakan Arafah karena Malaikat Jibril mengajari manasik haji kepada Nabi Ibrahim, dan Nabi Ibrahim mengulang dua kali, “Araftu…Araftu” (aku tahu), maka sejak itulah dinamakan Arafah.
Keempat; Dalam Syarh Shahih al-Bukhari’, disebutkan bahwa setelah Nabi Ibrahim menerima wahyu berupa mimpi menyembelih Ismail untuk pertama kalinya (tanggal 8 Dzulhijjah), Nabi Ibrahim masih ragu (tarwiyah), kemudian Allah kembali memberikan wahyu unutk kedua kalinya (tanggal 9 Dzulhijjah), maka Nabi Ibrahim baru yakin wahyu yang berupa mimpi tersebut (arafah).
Maka dinamailah hari tersebut (tanggal 9 Dzulhijjah) dengan hari Arafah (yaum Arafah), kemudian besoknya (siang hari tanggal 10 Zulhijjah) Nabi Ibrahim memutuskan untuk melaksanakan perintah Allah dalam mimpi tersebut setelah terlebih dahulu berdiskusi dengan anak dan isterinya.
Adapun tempat Nabi Ibrahim melaksanakan wahyu yang berupa mimpi tersebut sebagaimana diriwayatkan oleh Thufail dari Ibnu Abbas, setelah Nabi Ibrahim diperintakan oleh Allah untuk menyebelih putranya datanglah Malaikat Jibril dan mengajari Manasik Haji (Ibadah Haji), kemudian pergi menuju Arafah.
Peristiwa ini kemudian Allah subhanahu wata’ala abadikan dalam QS. As-Shaffat: 102-106
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ ﴿ ١٠٢﴾ فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ ﴿ ١٠٣﴾ وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ ﴿ ١٠٤﴾ قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا ۚ
إِنَّا كَذَٰلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ ﴿ ١٠٥﴾ إِنَّ هَٰذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ ﴿ ١٠٦﴾
Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”[102].
Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (untuk melaksanakan perintah Allah) [103]. Lalu Kami panggil dia, “Wahai Ibrahim!.[104]. Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.” Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. [105]. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. [106].
Sementara pada zaman Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, Arafah dijadikan sebagai salah satu lokasi untuk melaksanakan satu rukun terpenting dalam melakukan ibadah haji, yaitu wuquf.
Ibadah haji sendiri sebagaimana yang dikatakan oleh Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar resmi dijadikan syari’at Rasulullah pada tahun kesembilan hijriah (9H) dan Rasulullah menunjuk Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai Amir Haji bagi segenap kaum Muslimin saat itu. [Sirah Nabawiyyah, Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri].
Adapun Rasulullah menunaikan haji pada tahun kesepuluh hijriyah (10 H). Pada tanggal 8 Dzulhijjah beliau tiba di Mina dan keesokan harinya tanggal 9 Dzulhijjah, saat matahari terbit beliau berangkat ke Arafah.
Saat tiba di Arafah, Beliau singgah sejenak di Namirah dan setelah matahari ke arah barat Rasulullah mendatangi dataran rendah di Arafah lalu berkhutbah di hadapan kaum muslimin yang membersamai beliau saat itu yang berjumlah sekitar 124.000 sampai 144.000.
Peristiwa inilah yang kemudian menjadi salah satu manasik dalam Ibadah haji yang sangat penting dan dinamai dengan hari Arafah sebagaimana nama itu telah dikenal di zaman Nabiullah Ibrahim.
Adapun kaum muslimin yang tidak melaksanakan ibadah haji, maka disunnahkan baginya untuk melaksanakan puasa Hari Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah di negeri mereka masing-masing.■ bersambung
TERBARU
-
Jangan Mudah Meminta Izin untuk tidak Berhalaqah
25/12/2024 | 05:13 Wita
-
Prodi Pendidikan Guru Madrasah STAI Al Bayan Hidayatullah Makassar Raih Akreditasi Baik
19/12/2024 | 06:21 Wita
-
Tim Akreditasi Visitasi Tadris Matematika STAI Al Bayan Makassar
18/12/2024 | 06:32 Wita