Jumat, 23 Juli 2021 | 10:44 Wita
Hukum Menjamak Shalat Bagi Wanita Istihadhah
■ Dakwah Al-Bayan : Kajian Bhulughul Maram Kitab Tahara, Bab Haidh (Hadits ke 130)
HidayatullahMakassar.id — Hamnah binti Jahsy berkata,
وَعَنْ حَمْنَةَ بِنْتِ جَحْشٍ قَالَتْ: { كُنْتُ أُسْتَحَاضُ حَيْضَةً كَبِيرَةً شَدِيدَةً, فَأَتَيْتُ اَلنَّبِيَّ ( أَسْتَفْتِيهِ, فَقَالَ: “إِنَّمَا هِيَ رَكْضَةٌ مِنَ اَلشَّيْطَانِ, فَتَحَيَّضِي سِتَّةَ أَيَّامٍ, أَوْ سَبْعَةً, ثُمَّ اِغْتَسِلِي, فَإِذَا اسْتَنْقَأْتِ فَصَلِّي أَرْبَعَةً وَعِشْرِينَ, أَوْ ثَلَاثَةً وَعِشْرِينَ, وَصُومِي وَصَلِّي, فَإِنَّ ذَلِكَ يُجْزِئُكَ, وَكَذَلِكَ فَافْعَلِي كَمَا تَحِيضُ اَلنِّسَاءُ, فَإِنْ قَوِيتِ عَلَى أَنْ تُؤَخِّرِي اَلظُّهْرَ وَتُعَجِّلِي اَلْعَصْرَ, ثُمَّ تَغْتَسِلِي حِينَ تَطْهُرِينَ وَتُصَلِّينَ اَلظُّهْرَ وَالْعَصْرَ جَمِيعًا, ثُمَّ تُؤَخِّرِينَ اَلْمَغْرِبَ وَتُعَجِّلِينَ اَلْعِشَاءَ, ثُمَّ تَغْتَسِلِينَ وَتَجْمَعِينَ بَيْنَ اَلصَّلَاتَيْنِ, فَافْعَلِي. وَتَغْتَسِلِينَ مَعَ اَلصُّبْحِ وَتُصَلِّينَ. قَالَ: وَهُوَ أَعْجَبُ اَلْأَمْرَيْنِ إِلَيَّ } رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ إِلَّا النَّسَائِيَّ, وَصَحَّحَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَحَسَّنَهُ اَلْبُخَارِيّ ُ
“Aku pernah keluar darah istihadhah yang banyak sekali. Lalu aku menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta fatwanya. Beliau bersabda, ‘Itu hanya gangguan dari setan. Sikapi seperti masa haidh enam ataukah tujuh hari, kemudian mandilah. Jika engkau telah bersih, shalatlah 24 atau 23 hari, berpuasa, dan shalatlah (sunnah) karena demikian itu cukup bagimu. Kerjakanlah seperti itu setiap bulan sebagaimana wanita-wanita yang haidh. Jika engkau kuat untuk mengakhirkan shalat Zhuhur dan mengawalkan shalat ‘Ashar, maka kerjakanlah. Kemudian engkau mandi, dan ketika telah suci (sementara) engkau shalat Zhuhur dan Ashar dengan jamak. Kemudian engkau mengakhirkan shalat Maghrib dan mengawalkan shalat Isya. Kemudian engkau mandi dan menjamak dua shalat tersebut. Jika engkau mampu, kerjakanlah demikian. Engkau mandi beserta shalat Shubuh dan engkau shalat.’ Beliau bersabda, ‘Inilah dua hal yang paling aku sukai.’”(Diriwayatkan oleh Imam yang lima kecuali An-Nasai. Hadits ini menurut At-Tirmidzi sahih, dan menurut Al-Bukhari hasan). (Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan dihasankan al-Imam al-Albani dalam Irwa’ul Ghalil)
Hal-jal Penting dari Hadits
▪️Hadits ini jadi dalil bahwa wanita yang mengalami darah istihadhah yang belum memiliki kebiasaan haidh dan tidak bisa membedakan manakah darah haidh ataukah istihadhah, maka ia menjadikan kebiasaan umumnya wanita sebagai patokan. Umumnya wanita mengalami haidh enam atau tujuh hari setiap bulan. Ketika keluar darah pertama, dihukumi haidh dan sisanya dihukum istihadhah.
▪️Hadits di atas menunjukkan bolehnya wanita mustahadhah menjamak shalat fardhu. Namun jamak yang dimaksud menjamak di sini adalah apa yang dikenal dengan istilah jamak shuri. Inilah jamak yang dimaksudkan bagi wanita mustahadhah (Subulus Salam).
▪️Caranya, ia mengakhirkan shalat zhuhur sampai pada akhir waktu zhuhur. Saat masuk awal waktu shalat ashar, ia pun mengerjakannya di awal waktu, sehingga ia mengerjakan kedua shalat ini (zhuhur dan ashar) pada waktunya masing-masing dengan sebelumnya mandi sekali (untuk dua shalat). Demikian pula dengan shalat maghrib dan isya.
▪️Wanita yang mengalami istihadhah pada hakekatnya tidak termasuk orang yang berudzur untuk bisa jama’. Akan tetapi menyulitkan sekali baginya kalau harus sholat di setiap waktu karena darahnya yang terus mengalir. Maka untuk memudahkannya, ulama memberi solusi dengan praktek sholat Jama’ Shuri ini. ia sholat zuhur di akhir waktu mendekati ashar, dan sholat ashar di awal waktu sekali setelah ia melakukan sholat zuhur itu. Begitu juga di maghrib dan isya.
▪️Al Qadhi Abu Ya’la dalam Majmu Fatawa mengatakan, “…boleh menjamak shalat karena hujan, lumpur yang menghadang di jalan, angin yang kencang membawa hawa dingin menurut zhahir pendapat Imam Ahmad. Demikian pula dibolehkan menjamak shalat bagi orang sakit, wanita yang mengalami istihadhah dan wanita yang menyusui (yang harus sering berganti pakaian karena dikencingi oleh anaknya)”_
▪️Adapun untuk shalat subuh, disenangi bagi wanita istihadhah untuk mandi, karena shalat subuh ini tidak bergabung dengan shalat lima waktu yang lain, yang sebelumnya ataupun setelahnya. Tidaklah diragukan bahwa dengan mandi, kebersihan yang diperoleh akan lebih sempurna. Namun, hal ini dilakukan bila tidak ada kesulitan yang besar seperti cuaca yang sangat dingin dan lainnya. (Taudhihul Ahkam).
Wallahu a’lam bish shawwab.■
Oleh: Ust Abdul Qadir Mahmud MA, Kadep Dakwah & Pelayanan Ummat Yayasan Al Bayan Hidayatullah, Makassar
Untuk menikmati sajian berseri Kajian Kitab Bhulughul Maram ini, serta info dan artikel dakwah lainnya, silahkan bergabung di
Group
● WA: Dakwah Al Bayan. Klik https://chat.whatsapp.com/HBSbB3fZ1Uk6fk71SkBm0Z ● Telegram: https://t.me/hidmanews ● Konsultasi & Pertanyaan ke 085255799111
Simak dan nikmati pula di :
● Portal: www.hidayatullahmakassar.id ● YouTube: Al Bayan Media TV https://youtube.com/chhannel/UC83a_coR66ZBb6fRxjKGyIA ● Facebook: Albayan Media Corp ( @albayanmediacorp )
Sebarkan!!! Semoga menjadi ladang pahala bagi kita semua. Aamiin
TERBARU
-
Jangan Mudah Meminta Izin untuk tidak Berhalaqah
25/12/2024 | 05:13 Wita
-
Prodi Pendidikan Guru Madrasah STAI Al Bayan Hidayatullah Makassar Raih Akreditasi Baik
19/12/2024 | 06:21 Wita
-
Tim Akreditasi Visitasi Tadris Matematika STAI Al Bayan Makassar
18/12/2024 | 06:32 Wita