Rabu, 20 Januari 2021 | 15:33 Wita

Kajian Kitab Bhulughul Maram : Hukum Asal Air Adalah Suci

Editor: Firman
Share

■ Dakwah Al Bayan (5)
Oleh: Ust Abdul Qadir Mahmud MA, Kadep Dakwah & Pelayanan Ummat Yayasan Al Bayan Hidayatullah, Makassar

HidayatullahMakassar.id — Hadits ke-2 pada kitab Thaharah dan bab Air :


وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلىالله عليه وسلم – – إِنَّ اَلْمَاءَ طَهُورٌ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ – أَخْرَجَهُ اَلثَّلَاثَةُ  وَصَحَّحَهُ أَحْمَدُ

Dari Abu Said Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya (hakikat) air adalah suci dan menyucikan, tak ada sesuatu pun yang dapat menajiskannya.” (Dikeluarkan oleh Imam Tiga dan dinilai sahih oleh Ahmad).

Hadits ini sahih karena memiliki banyak jalan periwayatan, penguat atau syawahid.


أَخْبَرَنَا الْعَبَّاسُ بْنُ عَبْدِ الْعَظِيمِ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ عَمْرٍو قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُسْلِمٍ وَكَانَ مِنْ الْعَابِدِينَ عَنْ مُطَرِّفِ بْنِ طَرِيفٍ عَنْ خَالِدِ بْنِ أَبِي نَوْفٍ عَنْ سَلِيطٍ عَنْ ابْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنْ أَبِيهِ قَالَ مَرَرْتُ بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَتَوَضَّأُ مِنْ بِئْرِ بُضَاعَةَ فَقُلْتُ أَتَتَوَضَّأُ مِنْهَا وَهِيَ يُطْرَحُ فِيهَا مَا يُكْرَهُ مِنْ النَّتَنِ فَقَالَ الْمَاءُ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ

Telah mengabarkan kepada kami Al ‘Abbas bin Abdul ‘Azhim dia berkata; telah menceritakan kepada kami Abdul Malik bin Amr dia berkata; telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Muslim -salah seorang ahli ibadah- dari Mutharrif bin Tharif dari Khalid bin Abu Nauf dari Salith dari Ibnu Abu Sa’id Al Khudri dari bapaknya, dia berkata;

“Aku pernah melewati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan beliau sedang wudlu dari sumur Budha’ah. Aku bertanya, ‘Apakah engkau berwudlu dari sumur Budha’ah, yaitu sumur yang dijadikan pembuangan barang-barang busuk? ‘ Beliau bersabda; “Tidak ada sesuatupun yang membuat airnya najis.”[An Nasa’i:325 Kitab Air]

Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam as-Sunan, At-Tirmidzi di dalam as-Sunan, beliau mengatakan: “hadits hasan.” Juga diriwayatkan oleh An-Nasa`i dalam as-Sunan, Ahmad di dalam al-Musnad, Asy-Syafi’i dalam kitab al-Umm , Ad-Daraquthni di dalam as-Sunan, al-Baihaqi di dalam as-Sunan al-Kubra, Abu Dawud ath-Thayalisi, Ibnul Jarud di dalam al-Muntaqa dan selainnya.

Hal-hal penting dari hadits;
1. Hadits ini dikenal dengan hadits sumur Budha’ah,
2. Sumur Budha’ah tempatnya itu rendah sehingga kotoran seperti kain untuk pembalut darah haidh pun masuk di situ.
3. Hukum asalnya air itu suci, sampai nampak bahwa ia telah terkontaminasi najis dan berubah warna, rasa, atau baunya oleh najis tersebut.
4. Air yang banyak tidak terpengaruh oleh najis, kecuali jika berubah warna, rasa, dan baunya.
5. Dan tidak diragukan lagi bahwa air sumur Budha’ah adalah air yang dapat digunakan berwudhu sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah karena hukum asal air adalah suci, bisa berubah dari kesucian jika diketahui najisnya. 

Abu Daud, Beliau berkata; “Aku mendengar Qutaibah bin Sa ‘id berkata, ‘Aku pernah menanyakan kepada pengurus sumur Budha’ah, tentang kedalaman sumur tersebut,’ lalu dia menjawab, ‘Banyaknya air tersebut adalah sedalam sampai kepada kemaluan.’ Aku katakan, ‘(Bagaimana) kalau airnya surut?’ Jawabnya, ‘Sampai sedalam di bawah aurat (lutut).'”

Kata Abu Daud, “Aku pernah mengukur sumur Budha’ah itu dengan memasang kain selendangku di atasnya, kemudian selendang tersebut aku ukur, ternyata lebarnya enam hasta. ” Aku bertanya kepada yang membukakan pintu kebun itu, lalu mempersilahkan aku masuk, “Apakah bangunan sumur itu pernah di rubah dari bangunan asalnya? ” Jawabnya, “Tidak!”.
Wallahu a’lam bis shawwab.■



BACA JUGA