Kamis, 1 Oktober 2020 | 13:51 Wita

Wahyu Sistem Dalam Kebenaran

Editor: Firman
Share

■ Sirah Aplikatif  : Drs. H. Ahkam Sumadiyana, MA, Anggota Dewan Muzakarah Pusat Hidayatullah

HidayatullahMakassar.id — Wahyu Sistem, bahwa sesungguhnya kebenaran itu datangnya dari Allah Ta’alaa, sehingga kalian/kita tidak boleh ragu-ragu, bahkan semua manusia seharusnya berjuang untuk mencapai kebenaran tersebut;

الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءهُمْ وَإِنَّ فَرِيقاً مِّنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ ﴿١٤٦﴾ الْحَقُّ مِن رَّبِّكَ فَلاَ تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ ﴿١٤٧﴾

Artinya “Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui. Kebenaran itu adalah dari Rabb-mu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.” (QS. Al-Baqarah: 146 -147)

Allah memberitahukan bahwa orang-orang yang berilmu dari kalangan Ahlul Kitab mengetahui kebenaran apa yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, sebagaimana salah seorang di antara mereka mengetahui dan mengenal anaknya sendiri. 

Berkenaan dengan hal ini, (Ibnu Katsir) katakan, yang dimaksud dengan firman-Nya: ya’rifuunaHuu kamaa ya’rifuuna abnaa-aHum (“Mereka mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anak mereka iendiri.”) Yaitu dari anak-anak orang lain secara keseluruhan. Tidak ada seorang pun yang ragu untuk mengenal anaknya sendiri ketika ia melihatnya berada di tengah-tengah anak-anak orang lain.

Setelah Allah Subhana wa taalla memberitahukan dengan kepastian dan keyakinan tentang pengetahuan mereka itu, mereka masih juga: layaktumuunal haqqa (“menyembunyikan kebenaran”) artinya, mereka menyembunyikan sifat Nabi yang terdapat dalam kitab-kitab mereka. Wa Hum ya’lamuun (“padahal mereka mengetahui”)

Selanjutnya Allah Ta’ala meneguhkan dan memberitahukan kepada Nabi-Nya dan juga orang-orang yang beriman bahwa apa yang dibawa Rasul-Nya itu adalah suatu kebenaran yang tidak perlu lagi diragukan, di mana Dia berfirman: al haqqu mir rabbika falaa takuunanna minal mumtariin (“Kebenaran itu dari Rabbmu, maka janganlah sekali-kali engkau termasuk orang-orang yang ragu.”)

Agar kita tidak termasuk orang yang menyembunyikan kebenaran maka Allah Ta’alaa mengajarkan do’a dalam Al-qur’an sebagai berikut;

وَقُل رَّبِّ أَدْخِلْنِي مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنِي مُخْرَجَ صِدْقٍ وَاجْعَل لِّي مِن لَّدُنكَ سُلْطَاناً نَّصِيراً ﴿٨٠﴾ وَقُلْ جَاء الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقاً ﴿٨١﴾

Artinya; “Dan katakanlah: ‘Ya Rabbku, masukkanlah aku dengan masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku dengan keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolongDan katakanlah: ‘Yang benar telah datang dan yang bathil telah lenyap.’ Sesungguhnya yang bathil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” (al-Isra’ [17]:80-81).

Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu `Abbas, ia menceritakan bahwa dahulu Nabi berada di Makkah, kemudian diperintahkan untuk hijrah, lalu Allah Ta’ala menurunkan: “Dan katakanlah, ‘Ya Rabbku masukkanlah aku dehgan masuk yang benar dan keluarkan [pula] aku dengan keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi-Mu kekuasaan yang menolong.” Imam at-Tirmidzi mengatakan, derajatnya hasan shahih.

Dalam menafsirkan ayat ini, al-Hasan al-Bashri mengemukakan, “Sesungguhnya orang-orang kafir dari penduduk Makkah, ketika mereka berunding tentang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan tujuan membunuhnya atau mengusirnya atau mengikatnya, maka Allah berkehendak untuk membunuh penduduk Makkah. Lalu Allah menyuruh beliau untuk pergi ke Madinah. Dan itulah yang) difirmankan oleh Allah: artinya “Dan katakanlah, ‘Ya Rabbku masukkanlah aku dehgan masuk yang benar dan keluarkan [pula] aku dengan keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi-Mu kekuasaan yang menolong.”.

Dan firman-Nya: artinya “Dan berikanlah kepadaku dari sisi-Mu kekuasaan yang menolong.”. Dalam menafsirkan ayat tersebut, al-Hasan al-Bashri mengemukakan, Rabbnya menjanjikan kepadanya untuk melepaskan kekuasaan bangsa Persia dan kemuliaannya dan Dia akan menyerahkan kepada beliau. Juga kekuasaan bangsa Romawi dan kemuliaannya dan Dia menjadikannya untuk beliau.” Mengenai hal tersebut, Qatadah mengemukakan, “Sesungguhnya Nabiyyullah mengetahui bahwa dirinya tidak sanggup melakukan perintah tersebut kecuali dengan kekuasaan.

Oleh karena itu, beliau memohon kekuasaan yang dapat menolong Kitab Allah, hukum-hukum-Nya dan semua kewajiban yang ditentukan-Nya serta untuk menegakkan agama-Nya. Sesungguhnya, kekuasaan itu merupakan rahmat dari Allah Ta’ala yang Dia tegakkan di tengah-tengah semua hamba-Nya.

Kalau bukan karena kekuasaan tersebut, niscaya sebagian akan dengki kepada sebagian lainnya, sehingga yang kuat dari mereka akan memakan yang lemah.” Dan Ibnu Jarir memilih pendapat al-Hasan dan Qatadah, dan itulah yang lebih rajih (kuat).

Firman-Nya: Artinya; “Dan katakanlah: ‘Yang benar telah datang dan yang bathil telah lenyap.”, Yang demikian itu merupakan ancaman keras bagi orang-orang kafir Quraisy. Sesungguhnya telah datang kepada mereka kebenaran yang tidak diragukan lagi. Yaitu al-Qur’an yang telah diturunkan kepada beliau, iman, dan ilmu yang bermanfaat. Dengan demikian, lenyap dan binasalah kebathilan mereka, karena kebathilan itu tidak akan pernah dapat berdiri tegak dan bertahan lama bersama kebenaran.

Imam al-Bukhari meriwayatkan dari `Abdullah bin Mas’ud, ia bercerita, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. memasuki kota Makkah sedang di sekitar Baitullah terdapat 360 patung. Maka beliau pun menghancurkannya dengan tongkat yang dibawanya seraya berucap: “Yang benar telah datang dan yang bathil telah lenyap.” Sesungguhnya yang bathil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap”. [ Lihat; Abdullah Bin Muhammad Bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 5 (Dar al-Hilal Kairo: Pustaka Imam Asy-Syafie’ Muassasah, 2008), h. 204-206].■



BACA JUGA