Sabtu, 23 Mei 2020 | 13:39 Wita

Allahu Ash-Shamad Bagi Anak Yatim 

Editor: Firman
Share

■ Sirah Aplikatif  008 : Drs. H. Ahkam Sumadiyana, MA, Anggota Dewan Muzakarah Pusat Hidayatullah

HidayatullahMakassar.id — Anak yatim yang miskin adalah orang yang paling mudah mengamalkan esensi tentang “Allahu Ash-Shamad” dibandingkan dengan anak-anak yang lain seusianya.  Hal itulah yang dapat kita ambil pelajaran dari yatim sosiologis Nabi Islmail AS maupun yatim biologis Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. 

Melalui fase keyatiman inilah ketergantuan mereka terhadap makhluk ciptaan Allah mampu ditinggalkan, selanjutnya merasakan adanya kemerdekaan yang luar biasa untuk menyerahkan seluruh permasalahan hidupnya kepada Allah SWT. Karena hanya kemerdekaan yang mampu menumbuhkan pikiran, hati dan perilaku yang benar-benar bisa pasrah kepada Allah Ta’alaa. 

Mungkin saja ada asumsi bahwa kemerdekaan yang dimiliki karena lahir dari situasi dan kondisi yang terjadi padanya. Nah justru asumsi inilah yang kemudian kita dapat simpulkan bahwa memang fase keyatiman, baik sosiologis maupun biologi merupakan proses tarbiyah dari Allah SWT yang harus kita jadikan methodologi pendidikan dan pengajaran. 

Hasil tarbiyah dalam fase keyatiman ini bisa kita saksikan dalam diri Nabi Ismail;

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ ﴿١٠٢﴾

Artinya; “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. [Ash-Shaffa’at; 102].

Fase keyatiman dapat melahirkan seorang kader yang memiiki ketergantungan secara sempurna kepada Allah SWT, dan itulah yang terjadi pada diri Nabi Ksmail pada saat menerima dengan penuh keridhahan untuk disembelih oleh sang ayah tercinta Nabi Ibrahim As. 

Tentu saja keta’atan Nabi Ismail ini tidak terjadi secara spontan, namun melalui proses yaitu bagaimana Nabi Ibrahim begitu ta’at menjalankan perintah Allah agar menempatkan Siti Hajar dan bayinya Islmail di lembah Bakkah yang mubarakah. Kemudian peranan ibunda Siti Hajar dalam mentarbiyah selama menjadi yatim sosiologis. 

Kisah yang sangat Heroik inilah yang sering disampaikan oleh K.H.Abdullah Said kepada para santrinya yang terdiri dari yatim sosiologis maupun biologis sehingga kelak kader ini begitu mudah menerima  amanah untuk merintis cabang Hidayatullah di seluruh Indonesia walaupun tanpa bekal apa-apa kecuali kalimat ‘Allahu Ash-Shamad’ yang sudah mandarah daging dalam hidupnya.

Yang menarik dari Ustadz Abdullah Said adalah pertanyaan kepada santri sebelum ditugaskan ke daerah terpencil di seluruh Indonesia. Pertanyaan itu adalah

Apakah anda yakin bahwa Allah yang menciptakan, yang memelihara dan yang menjamin seluruh kebutuhan hidup hambanya? Maka santri akan menjawan Saya Yakin.

Setelah menjawab maka santri akan diberikan SK untuk merintis cabang. Wallahu a’lam.■



BACA JUGA