Sabtu, 25 April 2020 | 06:16 Wita
Benalu Puasa
■ Oleh: Rahim Mayau, SDM Yayasan Pendidikan Al Insyirah
HidayatullahMakassar.id — “Jika ibadah puasa adalah pohon maka buahnya adalah taqwa, ”Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.”(Q.S. Albaqarah 183 ).
Pohon yang ditumpangi benalu, tentu sulit mendapatkan buahnya sesuai harapan. Demikian pula puasa, ia akan jauh dari harapan berbuah taqwa, jika benalunya tidak dihilangkan. Benalu puasa yang saya maksud adalah dusta, ia adalah benalu yang telah tumbuh pada sebelas bulan di luar Ramadhan.” Demikian pembukaan tausiah ustadz di mimbar tarawih Ramadhan.
Dusta adalah benalu ibadah puasa yang menggerogoti kualitas shaum seorang hamba, bahkan sampai pada kondisi Allah tidak butuh pengorbanan waktu dan tenaga sho’imin,” Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR. Bukhari).
Puasa namun tetap berdusta memang tidak membatalkan puasa, namun dusta menjauhkan pelakunya dari derajat taqwa, derajat yang menjadi tujuan puasa dan harapan sho’imin. Jumhur (mayoritas) ulama berpendapat bahwa larangan yang dimaksud dalam hadits ini adalah larangan haram, namun bukan termasuk pembatal puasa.
Bahkan dusta menjadi pemicu lahirnya predikat munafik, mendekatkan pelakunya pada kekafiran, menjauhkannya dari sifat terpuji, menjadi gambaran rendahnya kualitas diri, dan berbagai kemungkaran lainnya, “Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur karena sesungguhnya kejujuran akan mengantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur.
Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan pada neraka. Jika seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Muslim).
Bertekad, berdoa, berilmu, berjuang, dan bersungguh-sungguh membebaskan diri dari perkara dusta adalah langkah awal menghilangkan dusta.
Menyadari Ramadhan sebagai momentum tahunan yang terbaik dalam melakukan perubahan ”Tidak ada dusta di antara kita“ adalah stimulan positif dan efektif untuk tidak terlibat dalam dusta.
Idealnya ibadah puasa di bulan suci Ramadhan ini menjadi perisai “Asshiyamu junnah”melindungi kita dari tumbuh suburnya dusta sebagai benalu ibadah puasa yang kita jalankan.■
TERBARU
-
Kadep Perkaderan Hidayatullah Raih Doktor di UIN Makassar. Ungkap Strategi Komunikasi Dakwah Pendiri Hidayatullah
26/11/2024 | 13:38 Wita
-
Transformasi dan Transmisi di Masa Transisi Hidayatullah
24/11/2024 | 07:58 Wita
-
Nilai dan Keutamaan Hidup Muhammad Sebelum jadi Rasul
22/11/2024 | 06:04 Wita