Senin, 8 Mei 2023 | 19:53 Wita

Karakteristik Dasar “Al-Insan” Menurut Perspektif Alquran

Editor: Humas Yayasan Al Bayan Hidayatullah Makassar
Share

Oleh : Drs KH Ahkam Sumadiana MA, Murabi Nasional Hidayatullah dan Dewan Pembina Yauasan Al Bayan Hidayatullah Makassar

HidayatullahMakassar.id — Sejarah telah mencatat sejak peristiwa Nabi Adam As, hingga zaman modern ini “Al-Insan” masih saja melakukan kedzoliman dan berbuat dosa lainnya.

Mereka berbuat yang demikian itu membuktikan bahwa derajat dan karakteristik yang dimiliki masih tingkatan “Al-Insan”, kesadaran ini penting untuk difahami agar dapat meningkatkan kualitas dan kapasitasnya sebagai seorang hamba Allah Swt.

Oleh karenanya Allah Swt menurunkan utusan-Nya dari kalangan “Al-Insan” itu sendiri yang bertugas untuk mengingatkan semua orang yang khilaf akan dirinya terutama terhadap tugas dan fungsinya sebagai hamba dan khalifah di muka bumi.

Namun seringkali “Al-Insan” itu menolak untuk diperingatkan karena sikap angkuh dan sombongnya, mereka seringkali tidak percaya kepada Nabi dan Rasul yang diutus pada mereka oleh Allah Swt, untuk memperingati mereka sebelum utusan itu datang kepada mereka dengan sesuatu yang tidak disanggupinya hingga ia mengakui dan tunduk akan kemampuan manusia yang berada di atas kemampuannya. [Manna’ Khalil Al-Qaththan, Mahabits fi ‘Ulum al-Qur‘an, (Kairo: Maktabah Wahbah, 1995), hal. 249].

Padahal Nabi dan Rasul telah dibekali wahyu dari Allah Swt, para utusan tersebut diberi suatu kelebihan berupa kekuatan luarbiasa yang berada di luar nalar manusia sehingga mereka yang melihatnya menjadi tunduk dan patuh serta percaya akan kebenaran yang dibawanya.

Namun mengingat akal manusia yang pada awal fase perkembangannya tidak melihat sesuatu yang dapat lebih menarik perhatiannya selain mukjizat-mukjizat alamiah yang bersifat inderawi karena akal mereka belum mencapai puncak pengetahuan dan pemikirannya, maka yang paling relevan adalah jika setiap rasul itu diutus kepada setiap umatnya masing-masing secara khusus dan mukjizatnya pun yang sejenis dengan kemampuan akal mereka pada kala itu. [Ibid].

Implikasi dan konsekuwensi dari istilah “al-Insan”, yaitu bahwa setiap manusia harus menggunakan akalnya dengan sebaik-baiknya agar dapat meningkatkan kualitas intelektual (ilmu), kualitas spiritual (iman) dan kualitas kerja (amal shaleh) agar mereka mendapatkan predikat taqwa.

Tinjauan “Al-Insan” Memiliki Banyak Dimensi

Secara khusus mempunyai kesempurnaan bentuk serta kekhususannya termasuk arti dari kalimat Al-Insi.

“Al-Insan” dalam seluruh dimensi, Kata ini digunakan Al-Qur’an untuk menunjuk kepada manusia dengan seluruh totalitasnya jiwa dan raga. Manusia berbeda antara seseorang dengan yang lain, akibat perbedaan fisik, mental dan kecerdasan. Dan juga Al-Quran banyak menyebutkan ayat yang memuji dan memuliakan manusia, seperti pernyataan tentang terciptanya manusia dalam bentuk dan keadaan yang sebaik-baiknya;

لَقَدۡ خَلَقۡنَا الۡاِنۡسَانَ فِىۡۤ اَحۡسَنِ تَقۡوِيۡمٍ ﴿۴﴾

Artinya: “Sesungguhnya kami Telah menciptakan “Al-Insan” dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” [al-Tiin [95]: 4].

“Al-Insan” Dalam dimensi spiritual, Di antara ayat Al-Quran yang menunjukkan bahwa salah satu tujuan diciptakannya “Al-Insan” adalah untuk mengabdi kepada Allah Swt terdapat pada;

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ ﴿٥٦

Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. [Adz-Dzariyat [51]: 56].

Menyembah atau mengabdi artinya berlaku berbuat dan bersikap sebagai hamba. Sedangkan hamba itu melakukan apa saja yang disuruh oleh tuannya, meninggalkan sama sekali perbuatan yang dilarangnya, bersikap hormat serta merendahkan diri terhadap tuannya.

Pada saat yang sama “Al-Insan” lahir dengan membawa nilai atau potensi tauhid, atau ia memiliki kecenderungan untuk mengesakan Tuhan, dan berusaha secara terus menerus untuk mencari dan mencapai ketauhidan tersebut. [Ibnu Katsir Imad al-Din ibn Fida Ismail al-Qarsyiy al-Dimasqiy, Tafsir al-Quran al-Azhim al-Masyhur bi Tafsir Ibn Katsir, (Beirut: Dar al-Fikr, 1992), Juz III, h. 432].

Bahan dasar “Al-Insan” sebagai makhluk sempurna berasal dari beberapa macam tanah.

Berikut firman Allah Swt;

فَلۡيَنۡظُرِ الۡاِنۡسَانُ مِمَّ خُلِقَؕ‏ ﴿۵﴾

Artinya: “Maka hendaklah “Al-Insan” memperhatikan dari apakah dia diciptakan?” [al-Thariq [86]: 5].

وَلَـقَدۡ خَلَقۡنَا الۡاِنۡسَانَ مِنۡ صَلۡصَالٍ مِّنۡ حَمَاٍ مَّسۡنُوۡنٍ‌ۚ‏ ﴿۲۶﴾

Artinya: “Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan “Al-Insan” (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.”. [al-Hijr [15]: 26].

Kemudian tanah tersebut menjadi saripati air sebagai bahan baku untuk melestarikan kehidupan dan melanjutkan keturunan “Al-Insan”;

وَلَقَدۡ خَلَقۡنَا الۡاِنۡسَانَ مِنۡ سُلٰلَةٍ مِّنۡ طِيۡنٍ‌ ۚ‏ ﴿۱۲﴾

Artinya: “Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan “Al-Insan” dari suatu saripati (berasal) dari tanah.” [al-Mu‘minun [23]: 12].

Berproses dari saripati air yang sangat hina, “Al-Insan” menjadi makhluk yang suka membatah kepada Rabb-Nya;

خَلَقَ الۡاِنۡسَانَ مِنۡ نُّـطۡفَةٍ فَاِذَا هُوَ خَصِيۡمٌ مُّبِيۡنٌ‏ ﴿۴﴾

Artinya: “Dia Telah menciptakan “Al-Insan” dari mani, tiba-tiba ia menjadi pembantah yang nyata.” [al-Nahl [6]: 4].

خَلَقَ الۡاِنۡسَانَ مِنۡ عَلَقٍ‌ۚ‏ ﴿۲﴾

Artinya: “Dia Telah menciptakan “Al-Insan” dari segumpal darah.” [al-‘Alaq [96]: 2].

Istilah “Al-Insan” Kelemahannya.

Beberapa ayat Alquran yang membahas hal ini yaitu:

يُرِيۡدُ اللّٰهُ اَنۡ يُّخَفِّفَ عَنۡكُمۡ‌ۚ وَخُلِقَ الۡاِنۡسَانُ ضَعِيۡفًا‏ ﴿۲۸﴾

Artinya: “Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan “Al-Insan” dijadikan bersifat lemah.” [al-Nisa ayat 28.]

وَلَقَدۡ خَلَقۡنَا الۡاِنۡسَانَ وَنَعۡلَمُ مَا تُوَسۡوِسُ بِهٖ نَفۡسُهٗ وَنَحۡنُ اَقۡرَبُ اِلَيۡهِ مِنۡ حَبۡلِ الۡوَرِيۡدِ‏ ﴿۱۶﴾

Artinya: “Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan “Al-Insan” dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” [al-Qaf [50]: 16].

لَا يَسۡـَٔـمُ الۡاِنۡسَانُ مِنۡ دُعَآءِ الۡخَيۡرِوَاِنۡ مَّسَّهُ الشَّرُّ فَيَـُٔـوۡسٌ قَنُوۡطٌ ‏ ﴿۴۹﴾

Artinya:“Al-Insan” tidak jemu memohon kebaikan, dan jika mereka ditimpa malapetaka dia menjadi putus asa lagi putus harapan.” [Fushilat [41]: 49.]

لَقَدۡ خَلَقۡنَا الۡاِنۡسَانَ فِىۡ كَبَدٍؕ‏ ﴿۴﴾

Artinya:“Sesungguhnya kami Telah menciptakan “Al-Insan” berada dalam susah payah.”[al-Balad [90]:4].(*)



BACA JUGA