Jumat, 24 Februari 2023 | 06:44 Wita

Realitas Obyektif dan Fenomena Implementasi ASWJ dalam Kehidupan Saat ini

Editor: Humas Yayasan Al Bayan Hidayatullah Makassar
Share

Oleh : Drs KH Ahmad Sumadiana MA, Instruktur Nasional Hidayatullah

HidayatullahMakassar.id — Fenomena [“Phenomenon/Phenomena” Dictionary of Visual Discourse: A Dialectical Lexicon of Terms. 2011.] merupakan suatu fakta atau peristiwa yang dapat diamati secara langsung.

Sedangkan Implementasi adalah penerapan atau pelaksanaannya secara sistematis. Sehinga yang dimaksud dengan fenomena implementasi Ahlul Sunnah wal Jamaah (ASWJ) adalah merupakan fakta yang terjadi dalam menerapkan atau mempraktekkan pemahaman ASWJ dalam kehidupan sehari-hari.

Pengikut Firqah Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah

Secara substansial dalam teologi Islam, Aswj disebut aliran dalam ilmu kalam disebut firqah. Terkait hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam, yang menyinggung Ahl al-Sunnah, itu nama formal dari aliran seperti yang dipaparkan di dalam kitab-kitab ilmu kalam, hal ini masih terjadi perbedaan pemikiran.

Yang pasti bahwa Aswj telah dijadikan identitas atau jatidiri oleh berbagai macam harakah dan ormas islam baik tingkat nasional maupun internasional. Walaupun dalam mengimplementasikan pemahaman Aswj masih terjadi kontraversi di kalangan para ulama.

Dalam skala nasional Aswj sebagai paham yang dianut oleh banyak Ormas Islam misalnya Nahdlatul Ulama memasukkan dalam Anggaran Dasar,] [Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama, (Lajnah Ta’lif wan Nasyr Penggurus Besar Nahdlatul Ulama,tt),h.7

Kemudian Muhammadiyah dalam keputusan Majlis Tarjih menggunakan redaksi Ahl al-Haq wa al-Sunnah,] [Himpunan Keputusan Tarjih, (Yogyakarta: Pimpinan Pusat Muhammadiyah, tt), h. 20.

Dan Persatuan Islam melalui K.H.E. Abdurrahman menyatakan bahwa PERSIS paling pantas menyandang nama Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah, karena senantiasa menjahui bid’ah dan ingin melaksanakan Islam yang sebenarnya.] [Syafiq A. Mughni, Hasan Bandung Pemikir Islam Radikal, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1994),h.98.].

Kemudian Perkumpulan Hidayatullah juga berintishab kepada Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah [ASWJ] sekaligus telah menjadikannya sebagai jatidiri organisasi hal itu tertuang dalam Muqadimah PDO Hidayatullah.] [Muqaddimah Pedoman Dasar Organisasi Hidayatulla, Tahun 2010].

Sedangkan dalam skala internasional, cukup banyak yang berintishab serta menisbatkan gerakannya kepada Ahl al- Sunnah wa al-Jama’ah.

Dengan kata lain menjadikan Aswj sebagai jatidiri atau identitas aliran atau organisasinya. Sayangnya pemahaman, sikap terhadap mazhab, respons terhadap kultur yang berkembang di masyarakat, serta haluan politik sangat berbeda bahkan berlawanan.

Aswj Dalam Implementasinya

Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah merupakan Firqah yang memiliki komitmen berpegang teguh kepada al-qur’an dan al- hadits Nabi sahallallahu alaihi wa sallam, sebagai respon terhadap aliran ekstrim baik ekstrim kiri maupun kanan.

Pemahaman inilah yang dianut oleh para shahabat, Tai’in, Tabi’ut-Tabi’in dan para Imam empat mazhab yang ma’syur. Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah, merupakan penjaga Sunnah Nabi shallallahu alaihi wa sallam, sekaligus mayoritas umat Islam.

Implementasi ‘Aqidah Aswj

Adapun ‘Aqidah ASWJ menurut ulama adalah:

1. ‘Aqidah (I’tiqaad dan ‘Aqaa-id) Para ulama Ahlus Sunnah sering menyebut ilmu aqidah dengan istilah ‘Aqidah Salaf: ‘Aqidah Ahlul Atsar dan al-l’tiqaad di dalam kitab-kitab mereka.[] [Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal. 5- 6) Aqiidatus Salaf Ash-haabil Hadiits karya ash-Shabuni (th. 449 H).]

2. Al-Iman ‘Aqidah disebut juga al-Iman sebagaimana yang disebutkan Al-Qur-an dan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena ‘aqidah membahas enam rukun iman dan hal-hal yang berkaitan dengannya.

Sebagaimana penyebutan al-Iman dalam sebuah hadits yang masyhur disebut dengan hadits Jibril Alaihissallam.

Dan para ulama Ahlus Sunnah.] [Kitaabul limaan karya al-Hafizh Abu Bakar ‘Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah (th. 235 H),Kitabul Iman karya Ibnu Taimiyyah (th.728 H).]

3.Tauhid ‘Aqidah dinamakan dengan Tauhid karena pembahasannya berkisar seputar Tauhid atau pengesaan kepada Allah di dalam Rububiyyah, Uluhiyyah dan Asma’ wa Shifat.

Jadi, Tauhid merupakan kajian ilmu ‘aqidah yang paling mulia dan merupakan tujuan utamanya.

Oleh karena itulah ilmu ini disebut dengan ilmu Tauhid secara umum menurut ulama Salaf. [Kitaabut Tauhiid dalam Shahiihul Bukhari karya Imam al-Bukhari (th. 256 H), Kitaabut Tauhiid oleh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab (th. 1206 H).].

4. Ushuluddin Ushul artinya rukun-rukun Iman, rukun-rukun Islam dan masalah-masalah yang qath’i serta hal-hal yang telah menjadi kesepakatan para ulama. [Kitab Ushuuluddin karya al- Baghdadi (wafat th. 429 H), asy-Syarh wal Ibaanah ‘an Ushuuliddiyaanah karya Ibnu Baththah al-Ukbari (th.387 H) dan al-Ibaanah ‘an Ushuuliddiyaanah karya Imam Abul Hasan al- Asy’ari (th.324 H).]

5. As-Sunnah artinya jalan. ‘Aqidah Salaf disebut As-Sunnah karena para penganutnya mengikuti jalan yang ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabat Radhiyallahu anhum di dalam masalah ‘aqidah.

Dan istilah ini merupakan istilah masyhur (populer) pada tiga generasi pertama.[[Kitab as-Sunnah karya Imam Ahmad bin Hanbal (th. 241 H), as-Sunnah karya al-Khallal (th.311 H) dan Syarhus Sunnah karya Imam al-Barba-hari (th.329 H).]

6. Asy-Syari’ah Maksudnya adalah segala sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya berupa jalan- jalan petunjuk, terutama dan yang paling pokok adalah Ushuluddin (masalah-masalah ‘aqidah). [Seperti kitab asy- Syari’ah oleh al-Ajurri (wafat th. 360 H) dan al-Ibaanah ‘an Syarii’atil Firqah an-Naajiyah karya Ibnu Baththah.]

7. Al-Fiqhul Akbar Ini adalah nama lain Ushuluddin dan kebalikan dari al-Fiqhul Ashghar, yaitu kumpulan hukum-hukum ijtihadi. [Kitab al-Fiqhul Akbar karya Imam Abu Hanifah rahimahullah (th. 150).]

Itulah beberapa nama lain dari ilmu ‘Aqidah yang paling terkenal, dan adakalanya kelompok selain Ahlus Sunnah menamakan ‘aqidah mereka dengan nama-nama yang dipakai oleh Ahlus Sunnah, seperti sebagian aliran Asy’ariyyah, terutama para ahli hadits dari kalangan mereka.

Implementasi Aswj Dalam Bidang Syari’ah/Fiqh

Dalam bidang fiqih, mengalami perkembangan terutama yang dilakukan oleh pengikut masing-masing mazhab.

Contohnya mazhab Hanafi dikembangkan oleh Abu Yusuf, kemudian mazhab Maliki dikembangkan oleh al-Syatibi, selanjutnya mazhab Syafi’i dikembangkan oleh al-Nawawi, dan mazhab Hanbali dikembangkan oleh Ibn Taimiyah.

Masing-masing melakukan kajian terhadap fiqih mazhab dan menginterupsi beberapa bagian yang menjadi konsep pendiri mazhab dan mengembangkan menurut pemikiran mereka. [M. Ali Haidar, Nahdlatul Ulama dan Islam di Indonesia Pendekatan fikih dalam Politik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1994), h. 76 25 Ibid. H.77].

Secara konseptual dan doktrinal bidang syari’ah/fiqih tersebut banyak diimplementasikan oleh harakah dan ormas, termasuk kecenderungan untuk mengikuti salah satu di antara empat madzhab yaitu, Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali tersebut diatas.

Implementasi Aswj Dalam Bidang Akhlaq

Penerapan akhlaqul karimah telah dijelaskan dalam al- qur’an dan sunnah, sebagaimana uraian sebagai berikut;

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أسْوَةً حَسَنَةً لَّمَن كان يرجوا اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ

كثيرا

Artinya; “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” ( Al Ahzab: 21).

وَإِنَّكَ لَعَلى خَلْقٍ عَظِيمٍ

Sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam; Salah satu alasan diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam oleh Allah SWT di Arab tidak lain untuk membenahi akhlakm asyarakat pada masa itu. Hal ini disebutkan dalam hadits

. عن أبي هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “إِنَّمَا بُعثتُ لِأَنَّهُم صَالِحَ

“الأخلاق

Dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: “Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak-akhlak yang baik. [H.R.Bukhari dan Muslim].

كان حلقة القرآن

Artinya: “Akhlak Rasulullah adalah Al Qur’an.” [HR. Muslim]

Dari ketiga bidang tersebut (akidah, fikih dan akhlaq) dapat ditarik benang merah bahwa ajaran atau paham Ahlussunnah wal Jama’ah yang telah dikemas dalam sikap wasathiyah.

Urgensinya Menata Ulang Penampilan ASWJ

Belakangan ini ASWJ, cukup kesulitan menghadapi agresivitas gerakan ekstrim kanan maupun ekstrim kiri dalam berislam.

Bahkan kita tidak bisa hanya mengenalkan doktrin- doktrin Aswj secara retorika semata, tetapi sebaiknya bagaimana pemahaman Aswj itu ditransformasikan dalam kehidupan sehari-hari baik kehidupan organisatoris, sosial, politik, intelektual, dan sebagainya, melalui tindakan-tindakan nyata antara lain:

Pertama, Menyiapkan SDI, Harus membangun dan memperkokoh Sumber Daya Insani, Hal ini mengacu pada firman Allah dalam surat al-Taubah:

وما كانَ الْمُؤْمِنُونَ لينفِرُوا كَافَة فَلَوْلا نفر من كلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَائِفَةً ليتفقهوا في الذين وليُنذِرُوا قَوْمَهُمْ إذا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ (۱۲۲

Artinya; “Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” [At-Taubaah:122].

Muhammad Rasyid Ridla dalam menafsirkan ayat tersebut mengatakan bahwa ayat itu menunjukkan hukum wajibnya. mempelajari ilmu, mendalami agama serta bersiap-siap mengajari dan memahamkan masyarakatnya melalui cara yang dapat mengkonstruksi keadaannya.] [Muhammad Rasyid Ridla, Tafsir al-Qur’an al-Karim al-Syahir bi Tafsir al-Manar, Jil. II, Cet. II, (Bairut: Dar al-Fikr, tt), h. 78]

Mujamil berpendapat pada ayat tersebut terdapat kata taifah yang merupakan bagian dari firqah (golongan). Pengertian taifah yang tepat adalah small group (sekelompok kecil).

Akhirnya dapat disimpulkan bahwa dalam menuntut ilmu, Islam menampilkan prinsip pemerataan dan distribusi siswa ke arah multidisipliner ilmu agar generasi Muslim menjadi ilmuan di segala bidang guna memberikan saham terhadap berbagai pemenuhan kehidupan manusia. [Mujamil, Kontribusi Islam Terhadap Peradaban Manusia Sebuah Apresiasi Monumental, (Solo: Ramadhani, 1993), h. 81-82]

Kedua, Menata Organisasi Leader, Oleh karena itu, harus segera menata ulang dalam memperkokoh etika berorganisasi dengan memperkuat keterampilan manajerial dan leadership antara lain: menjaga solidaritas jama’ah, sinergitas, kolektivitas, kontinyuitas, kapabilitas melalui nilai-nilai Aswj. Sikap tersebut dapat menopang profesionalisme berorganisasi manakala benar-benar direalisasikan dengan penuh kesadaran.

Ketiga, Pentingnya Keteladanan, Merealisasikan. Keteladanan yang dapat dijadikan model dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Selama ini belum mampu menghadirkan keteladanan baik dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi, pendidikan dan sebagainya.

Oleh karena itu, harus melakukan gerakan keteladanan secara kolektif, yang biasa disebut dengan uswah hasanah atau qudwah hasanah baik secara retorika maupun aplikatif, Gerakan ini sebagaimana pesan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam harus dimulai dari sendiri, yakni ibda’ binafsik (mulailah dari dirimu sendiri).(*)



BACA JUGA