Rabu, 8 Februari 2023 | 10:24 Wita

Al Muzzammil, Bekal Milenial Arungi Arus Gelombang Distrupsi (Sebuah Persepsi Sosiologis)

Editor: Humas Yayasan Al Bayan Hidayatullah Makassar
Share

Oleh: Irfan Yahya, Alumni Program Doktor Departemen Sosiologi Unhas, Aktivis Hidayatullah

PortalAMANAH.com — Tentu kita masih ingat teori evolusi Charles Darwin. Teori ini menghadirkan kontroversi karena bertentangan dengan pandangan kita tentang asal muasal kehidupan dan keyakinan agama bahwa manusia adalah ciptaan Allah Swt. Namun dalam konteks ini bukan itu yang menjadi pokok bahasan kita.

Kita coba kaitkan soal kemampuan adaptasi makhluk dalam teori evolusi Darwin. Dalam teorinya tersebut Darwin mengemukakan bahwa makhluk hidup yang memiliki sifat yang lebih baik dalam menyesuaikan diri (adaptif) dengan lingkungan merekalah yang akan lebih mungkin bertahan hidup dan survive. Ia menyebutnya sebagai proses seleksi alam.

Makhluk yang lebih baik beradaptasi memiliki kelebihan kompetitif dalam memenuhi kebutuhannya, melindungi diri, dan mengembangkan serta memaksimalkan potensinya, sehingga mereka memiliki peluang lebih besar untuk mewariskan sifat tersebut ke generasi pelanjutnya.

Dengan demikian, proses ini dapat menyebabkan perubahan yang berkelanjutan. Jadi menurutnya, kemampuan beradaptasi menjadi salah satu faktor utama dalam proses evolusi.

Jadilah Milenial Adaptif

Pada era distrupsi saat ini, generasi milenial harus mempuyai bekal adaptasi dan inovasi untuk mampu bersaing dan berkembang dalam arus perubahan dunia akibat kecanggihan teknologi.

Mau Tidak mau mereka harus memiliki kemampuan belajar dan beradaptasi secara cepat, harus memiliki wawasan pengetahuan teknologi dan digital, serta keterampilan soft skills seperti kolaborasi, komunikasi, dan problem solving.

Selain itu juga penting memiliki mindset yang terbuka dan antusias terhadap perubahan dan inovasi untuk dapat tandang di era distrupsi saat ini.

Dalam perspektif sosiologis, adaptasi merupakan proses bagaimana individu dan masyarakat berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan sosial dan budaya mereka.

Dalam teori konflik sosial misalnya memberikan pemahaman bahwa adaptasi adalah proses bagaimana individu dan kelompok berkonflik dan bernegosiasi untuk memperoleh sumber daya dan kekuasaan dalam masyarakat.

Begitupun dalam teori integrasi sosial, menguraikan bahwa adaptasi adalah proses bagaimana individu dan kelompok menyesuaikan diri dan mempertahankan harmoni dan stabilitas dalam masyarakat.

Juga dalam teori adaptasi kultural, dijelaskan bahwa adaptasi adalah proses bagaimana individu dan kelompok mengadopsi dan menyesuaikan diri dengan norma dan budaya yang ada dalam masyarakat.

Sehingga secara umum, dalam perspektif sosiologis memandang adaptasi sebagai proses interaksi dan negosiasi antara individu dan masyarakat dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan budaya mereka.

Adaptasi ini tentu dipengaruhi oleh variable-variabel penting seperti agama, ekonomi, politik, dan budaya, dan dapat mempengaruhi perkembangan dan perubahan sosial.

Al-Muzzammil, Bekal Adaptif Milenial

Surah Al-Muzzammil, ayat ke-1 sampai ayat ke-10, dalam kajian Sistematika Wahyu, merupakan surah ke tiga yang diturunkan oleh Allah ta’ala kepada nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam melalui perantaraan malaikat Jibril alaihi sallam setelah surah Al-Alaq ayat ke-1 sampai ayat ke-5 dan surah Al-Qalam ayat ke-1 sampai ayat ke-7.

Sistematika Wahyu adalah sebuah manhaj atau pola dasar perjuangan yang bersifat ijtihadi untuk merekonstruksi nilai-nilai Al-Qur’an secara sistematis berdasarkan rangkaian lima surah pertama yang diturunkan kepada Rasulullah.

Manhaj ini dipahami memiliki kerangka filosofis, ideologis, sosiologis serta operasional, dengan tujuan menghidupkan nilai-nilai Al-Qur’an secara kaffah dalam diri setiap muslim dan umat manusia guna melakukan konstruksi sosial sebagai bagian dari peradaban Islam.

Surah Al-Muzzammil, ayat ke-1 sampai ayat ke-10, merupakan sarana penggemblengan diri bagi setiap muslim. Merupakan pembekalan mental yang harus disiapkan setiap muslim untuk menghadapi segala situasi.

Persiapan ini menjadi sangat penting agar api semangat perjuangan tetap menyala sepanjang masa. Ada tujuh “azimat” yang harus dimiliki oleh setiap muslim yang terkandung dalam surah ini, yaitu: salat lail, membaca Al-Qur’an secara tartil, zikir, ibadah dengan penuh kekhusyukan (kontemplasi), tawakkal, sabar, dan hijrah.

Prinsip-prinsip yang ditekankan dalam surah Al-Muzzammil ini, jika dikaitkan dengan kemampuan adaptasi generasi milenial muslim saat ini, dapat memberikan pengaruh positif dalam melakukan proses adaptasi.

Generasi milenial seringkali dikenal sebagai generasi yang lebih gandrung pada kebebasan dan individualisme dibandingkan generasi sebelumnya.

Namun, prinsip-prinsip ketaatan dan komitmen terhadap prinsip-prinsip yang ditekankan dalam Surah Al-Muzzammil dapat membantu generasi milenial untuk menemukan keseimbangan antara kebebasan dan tanggung jawab.

Dengan bekal tujuh “azimat” dalam surah Al-Muzzammil tersebut, generasi milenial dapat membangun rasa percaya diri dan memahami arti hidup yang lebih luas. Juga dapat membantu mereka untuk mengatasi tekanan dan stres dalam mengarungi arus gelombang distrupsi saat ini.

Dengan bekal tersebut, generasi milenial dengan mudah dapat belajar untuk beradaptasi, fokus pada pengembangan diri, cerdas dan bijak menggunakan teknologi, mampu belajar dari pengalaman.

Bahwa generasi milenial harus belajar dari pengalaman orang lain dan memahami bahwa kesuksesan tidak datang dengan mudah, tetapi harus diperoleh melalui usaha dan kerja keras.

Mereka harus mampu berpikir kreatif, memiliki kemampuan berkolaborasi dan fokus pada tujuan jangka panjang, tidak takut untuk memulai dan tidak takut untuk mengambil risiko. Wallahualam.(*)



BACA JUGA