Senin, 20 Mei 2024 | 15:19 Wita

Wahyu, Pengorbanan dan Cinta Ala Manhaj Nubuwah

Editor: admin
Share

Oleh: Irfan Yahya, Kader Hidayatullah

HidayatullahMakassar.id — Mewujudnyatakan implementasi iman dalam kehidupan sehari-hari sebagai bukti kongkrit Islam yang rahmatan lil alamin serta baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur hanya bisa terwujud jika ada orang-orang yang tulus berkorban.

Dalam meniti perjuangan, kita harus rela berkorban, bukan rela mengorbankan orang lain atau merasa dikorbankan.

Kader sejati harus memiliki semangat untuk berkorban, berjuang, dan berbuat baik. Dan inilah yang menjadi garis demarkasi pembeda peradaban Islam dari peradaban lainnya.

Lembaga perjuangan kita memiliki bekal yang kuat untuk melakukan transformasi dan transmisi semangat perjuangan.

Periode transisi dari 2023 hingga 2033 akan menjadi masa yang krusial.

Dengan berpegang teguh pada jati diri lembaga, insya Allah kita akan tetap eksis.

Di tengah persaksian Allah subahanahu wata’ala, kita pun bersaksi atas segala karunia-Nya dengan berkumpul di sebuah lembah yang dilabeli Wadi Barakah yang kehadirannya merupakan jejak-jejak tapak kaki, kucuran keringat, bahkan tetesan darah akibat tertusuk duri atau sabetan parang sewaktu membuka lahan oleh para mukhsinin, para kader lembaga perjuangan yang relan berkorban.

Barisan perjuangan di Hidayatullah adalah bukti nyata cinta Allah kepada hamba-hamba-Nya yang berjuang di jalan-Nya.

Allah berfirman dalam QS. Ash-Shaf: 4, “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.”

Ayat ini menegaskan pentingnya persatuan dan ketertiban dalam perjuangan di jalan Allah.

Kehadiran kita saat ini di lembah Wadi Baraqah, yang disaksikan oleh langit, mengingatkan kita pada keagungan peristiwa haji wada, kita semua merasakan kesempurnaan kenikmatan, karena kita langsung menyatu dengan alam.

Sebagaimana Allah berfirman dalam QS. Al-Ma’idah: 3, “Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu.” Alhamdulillah, kita adalah bagian dari mata rantai perjuangan ini.

Dalam meniti perjalanan hidup, sebuah “inspirasi langit” patut kita renugi bersama, seperti yang disampaikan oleh Bapak Pimpinan Umum Hidayatullah saat memberikan Taujih Manhaji sesaat setelah shalat Subuh di hadapan ratusan peserta Halaqah Qubroh Kader Hidayatullah se Sulselbar, beliau tiba-tiba teringat dengan ayat di surah Al-Ma’arij ayat ke-5:

“مِّنَ ٱللَّهِ ذِی ٱلۡمَعَارِجِ (3) تَعۡرُجُ ٱلۡمَلَـٰۤىِٕكَةُ وَٱلرُّوحُ إِلَیۡهِ فِی یَوۡمࣲ كَانَ مِقۡدَارُهُۥ خَمۡسِینَ أَلۡفَ سَنَةࣲ (4) فَٱصۡبِرۡ صَبۡرࣰا جَمِیلًا (5)”

Beliau hafidzahullah mengingatkan bahwa sabar itu indah. Pengalaman Beliau dalam perjalanan ke berbagai tempat, seperti Sumatra dan Papua, adalah contoh nyata dari keindahan yang ditemukan dalam jalan berliku perjuangan.

Perjalanan ke kawasan ini singkat tapi mengasyikkan, kita perlu mempertahankan keaslian dan keindahan alam, seperti rumah panggung, sapi yang berkeliaran, dan anjing di jalan di kawasan ini, tapi dengan syarat tetap memperhatikan aspek estetika, keindahan, dan kebersihannya.

Sabar selalu identik dengan pengorbanan dan keduanya akan melahirkan cinta, “Maka bersabarlah engkau (Muhammad) dengan kesabaran yang baik.” Ketika Rasulullah hendak berhijrah, beliau menghadapi tantangan besar namun tetap istiqomah.

Demikian pula dalam perjuangan kita, kesabaran dan pengorbanan adalah pilar yang menguatkan iman kita.

Betapa pentingnya kita selalu mengenang dan mengambil inspirasi spirit perjuangan para pendiri lembaga perjuangan ini.

Allahuyarham Ustad Abdullah Said, seorang yang inspiratif dalam kesederhanaan dan keteguhannya.

Oleh BPU yang sering menceritakan ke kita semua, bahwa sesuatu yang sangat monumental melekat kuat dalam memori beliau ketika menyaksikan Allahuyarham sejak di Pare-Pare, beliau sering terlihat mandi di tengah malam dan mengumandangkan bacaan shalat dengan suara khas. Sumur di gedung peradaban Pare-Pare adalah saksi sejarah perjuangan beliau.

Kemudian timbul pertanyaan besar bagi kita semua, mengapa kita memilih tempat semisal di lembah Wadi Barakah Pucak Tompobulu ini dan berdakwah hingga ke pelosok seperti Irian? Jawabannya terletak pada iman dan kesabaran yang kita miliki. Di balik perjuangan ini terdapat pengorbanan besar dari harta dan jiwa para pendahulu kita.

Energi untuk terus berjuang harus tetap ada dan tidak boleh padam. Allah berfirman dalam QS. Al-Ma’arij: 6-7, “Mereka memandang (azab) itu jauh (mustahil). Sedangkan Kami memandangnya dekat (pasti terjadi).” Kita harus yakin bahwa setiap pengorbanan dan kesabaran akan membawa kita pada keindahan yang abadi.

Dalam setiap langkah perjuangan iman dan kesabaran itu harus tetap terpelihara. Jika kesabaran itu hilang maka energi perjuangan pun seketika akan hilang. Masalah sekecil apa pun akan terasa menjadi masalah besar. Segala bentuk kebesaran, kemegahan, kekuasaan dan apa pun itu seketika saja bisa hilang dengan hilangnya iman dan kesabaran.

Olehnya itu mari kita semua bersungguh-sungguh mendisiplinkan diri mengelola hati dan pikiran serta memberi kesempatan kepada iman agar menuntun kita kearah Taqaarub Ilallah.

Untuk mengenal Allah dengan sebenar-benarnya, akal bukanlah kunci untuk mengenal-Nya, demikian juga dengan hati. Allah memperkenalkan diri-Nya melalui wahyu. Tanpa wahyu, pencari Tuhan tidak akan menemukan kebenaran yang sejati, karena Allah memperkenalkan diri-Nya melalui wahyu yang diturunkan-Nya.

Allah adalah Maha Sempurna dan kesempurnaan hanya milik Allah. Oleh karena itu, kita harus mencerdaskan otak dan meneguhkan hati dengan wahyu.

Manhaj Sistematika wahyu adalah sarana menuju jalan tersebut. Sistematika Wahyu adalah ilmu yang paling praktis, singkat, dan tuntas. Dalam QS. Al-Alaq ayat ke-1 sampai ke-2, menunjukkan bagaimana fungsi akal bekerja, Al-Alaq ayat ke-3, menunjukkan bagaimana fungsi qalbu bekerja dan Al-Alaq ayat ke-4 sampai ayat ke-5, menunjukkan bagaimana Allah memberikan ilmu kepada hamba-Nya.

Dan pada akhirnya tanda milik kebaikan adalah berjuang semata-mata karena Allah. Dengan istiqomah dan pengorbanan, kita akan menemukan bahwa sabar itu indah dan membawa kita pada keindahan yang sejati dalam perjuangan Islam dan itulah cinta sejati.

Mari kita terus berpegang teguh pada semangat perjuangan ini, dengan mencerdaskan akal dan meneguhkan hati melalui wahyu, sehingga kita dapat menjalani hidup dengan penuh keberkahan dan keindahan.Wallahualam.(*)

*) em09/05/2024 Halaqah Qubroh Kader Hidayatullah di Lembah Wadih Barakah/em



BACA JUGA