Rabu, 18 Januari 2023 | 12:11 Wita

Al Alaq sebagai Landasan Islam

Editor: Humas Yayasan Al Bayan Hidayatullah Makassar
Share

Oleh: Drs H Ahkam Sumadiana MA, Badan Pembina Yayasan Al Bayan Hidayatullah Makassar

HidayatullahMakassar.id — Mengenal dan memahami landasan Islam dalam surah al-alaq, sebagai wahyu pertama yang diturunkan Allah ta’ala kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.

Pengertian landasan berasal dari kata ‘Al-Ushul’ adalah bentuk plural dari ‘Al-Ashlu’ artinya pondasi atau landasan, merupakan dasar yang kuat dan kokoh untuk bangunan di atasnya.

Hal ini sama dengan pondasi tembok atau bangunan. Kata lainnya disebut ‘ashlu’ untuk akar pohon yang akhirnnya bercabang di atasnya. Seperti dalam firman Allah ta’ala,

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ

“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit.” (QS. Ibrahim: 24).

Tiga Landasan Islam Dalam Surah Al-Alaq

Meliputi, Mengenal Allah (ma’rifatu Ar-Rabb), Mengenal Islam (ma’rifatu Ad-Diin), Mengenal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (ma’rifatun Nabi)

Pertama: Mengenal Rabb kita Allah, yaitu mengenalnya sebagaimana terdapat dalam Alquran, dan lewat lisan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Mengenalnya berarti mengenal penciptanya, kuasaannya, keesaannya, juga mengenal nama dan sifat-Nya.

Inilah landasan pokok dari landasan lainnya. Kita wajib mengenal Allah sehingga kita bisa menyembah Allah di atas bashirah (bukti) dan keyakinan.

Kedua: Mengenal dinul Islam, yaitu kita beribadah kepada Allah lewat syariat Islam, dengan menjalankan setiap perintah dan menjauhi setiap larangan.

Ketiga: Mengenal Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena beliau adalah wasilah (perantara) antara kita dan Allah.

Kita tidak bisa beribadah kepada Allah dengan baik melainkan melalui syariat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. [Lihat bahasan dalam Hasyiyah Tsalatsah Al-Ushul, hlm. 25].

Semoga kita dimudahkan untuk menjawab tiga pertanyaan dalam kubur. Siapa yang mengenal tiga landasan (mengenal Allah, agama, dan nabinya) lalu mengamalkan konsekuensinya, maka ia akan dimudahkan oleh Allah Ta’alaa untuk menjawab pertanyaan kubur.

Sebagaimana ayat yang disebutkan sebelumnya,

يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ وَيُضِلُّ اللَّهُالظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ

“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zhalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS. Ibrahim: 27)

Menurut salah satu penafsiran dalam ayat di atas, Allah akan meneguhkan orang beriman di dunia selama ia hidup dan di akhirat ketika ditanya di dalam kubur. [Lihat Zaad Al-Masiir (4: 361) karya Ibnul Jauzi].

Dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim karya Ibnu Katsir disebutkan riwayat-riwayat untuk menerangkan surah Ibrahim ayat 27. Imam Bukhari rahimahullah membawakan riwayat dari Al-Barra’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

المُسْلِمُ إِذَا سُئِلَ فِي القَبْرِ، شَهِدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، فَذَلِكَ قَوْلُهُ: { يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ }

Artinya; “Seorang muslim jika ditanya dalam kubur, ia bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Itulah yang Allah katakan, “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.” [HR. Bukhari, no. 4699 dan Muslim, no. 2871].

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata mengenai firman Allah (yang artinya), “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat”, beliau bersabda,

ذَاكَ إِذَا قِيْلَ لَهُ فِي القَبْرِ: مَنْ رَبُّكَ؟ وَمَا دِيْنُكَ؟ وَمَنْ نَبِيُّكَ؟ فَيَقُوْلُ: رَبِّيَ اللهُ، وَدِيْنِي الإِسْلاَمُ، وَنَبِيِّيْ مُحَمَّدٌ، جَاءَنَا بِالبَيِّنَاتِ مِنْ عِنْدِ اللهِ، فَآمَنْتُ بِهِ وَصَدَّقْتُ. فَيُقَالُ لَهُ: صَدَقْتَ، عَلَى هَذَا عِشْتَ، وَعَلَيْهِ مِتَّ، وَعَلَيْهِ تَبْعَثُ

Artinya; “Jika ditanyakan dalam kubur, siapa Rabbmu, apa agamamu, siapa nabimu. Ia akan mengatakan, “Rabbku Allah, agamaku Islam, Nabiku Muhammad. Datang kepada kami penjelasan dari sisi Allah. Aku mengimani dan membenarkannya.

Maka ada yang mengatakan padanya, “Kamu benar. Dengan hal ini engkau hidup, engkau mati, dan engkau dibangkitkan pada hari kiamat.” [Dikeluarkan oleh Ath-Thabary dari jalur Adam bin Abu Iyas, dari Hamad bin Salamah dengannya dengan sanad yang hasan. Lihat tahqiq Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 4:615]

Demikialah hakekat dan esensi surah Al-alaq sebagai landasan berislam, sekaligus menjadi hujjah dan alasan mengapa manhaj sistematika wahyu menjadi methodologi tarbiyah dan dakwah hidayatullah. wallahu’alam.(*)



BACA JUGA