Senin, 12 Desember 2022 | 05:48 Wita

Ukhuwah, Ajaran Penting dan Pertama Rasulullah (1)

Editor: Humas Yayasan Al Bayan Hidayatullah Makassar
Share

Oleh : Ust Abdul Qadir Mahmud MA, Plt Ketua STAI Al Bayan dan Kadep Dakwah Pelayanan Ummat Yayasan Al Bayan Hidayatullah Makassar

HidayatullahMakassar.id — Salah satu momentum bersejarah dalam perikehidupan Rasulullah adalah peristiwa hijrah dari Makkah ke Yastrib [Madinah saat ini]. Rasulullah tiba di Madinah bertepatan dengan tanggal 12 Rabiul Awal tahun ke 14 kenabian atau tanggal 27 September 622 M setelah sebelumnya beliau bersama rombongan mampir selama empat hari di Quba dan mendirikan sebuah masjid disana.

Beliau disambut oleh orang-orang Anshar yang telah masuk Islam.
Jika kita perhatikan sejarah, Rasulullah paling tidak melakukan dua hal ketika beliau tiba di Madinah;

Informasi lebih lengkap, silakan kunjungi website klik ➡️http://sekolahalbayan.id/ atau Virtual Office klik ➡️ https://wa.me/c/6285256097848

Pertama; Beliau menyerukan wasiat untuk peduli antara satu dengan yang lain, dan ini merupakan wasiat pertama Rasulullah di Madinah. Dari Abdullah bin Salam radhiyallahu anhu, dia berkata;
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ سَلاَمٍ، قَالَ: لَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المدينة انْجَفَلَ النَّاسُ إليه، فجِئْتُ في النَّاسِ لأَنْظرَ فيه، فلمَّا استبنت وجْه رسول الله صلى الله عليه وسلم عرَفتُ أَنَّ وَجْهَهُ لَيْسَ بِوَجْهِ كَذَّابٍ، فكان أوَّلُ ما تَكَلَّمَ بِهِ أَنْ قَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَفْشُوا السَّلامَ، وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ، وَصِلُوا الأَرْحَامَ، وَصَلُّوا بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ، تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلامٍ

“Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, orang-orang segera pergi menuju beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam (karena ingin melihatnya). Ada yang mengatakan: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah datang, lalu aku mendatanginya di tengah kerumunan banyak orang untuk melihatnya. Ketika aku melihat wajah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, aku mengetahui bahwa wajahnya bukanlah wajah pembohong. Dan yang pertama kali beliau ucapkan adalah, ‘Wahai sekalian manusia, sebarkanlah salam, berikan makan, sambunglah silaturrahim, shalatlah di waktu malam ketika orang-orang tertidur, niscaya kalian akan masuk Surga dengan selamat.’” (HR. at-Tirmidzi)

Kedua; Rasulullah menerapkan konsep Muakhah (mempersaudarakan) di antara kaum Muhajirin dari Makkah dan kaum Anshar di Madinah. Persaudaraan antara Muhajirin dan masyarakat Madinah baru saja mulai.

Kaum Muhajirin yang meninggalkan keluarga dan kolega-kolega mereka di Mekah, merasa terhibur karena diberikan perhatian khusus, lebih dari sekadar penerimaan sebagai tamu-tamu biasa. Kaum Anshar tidak segan-segan menawarkan pertolongan kepada saudara mereka dari kaum Muhajirin.

Mereka betul-betul memberikan pengorbanan yang amat mulia, sebagaimana digambarkan dalam QS. Al-Hasyr (59): 9
وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ ۚ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) ´mencintai´ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung.

Dari penjelasan ini dapat difahami bahwa ukhuwah sesama muslim merupakan salah satu ajaran yang sangat penting dan termasuk ajaran yang mula-mula diajarkan oleh Rasulullah. Bahkan ukhuwah merupakan salah satu nikmat yang dianjurkan oleh Allah subhanahu wata’ala adalah nikmat persaudaraan atau dalam bahasa islam ukhuwah.

Sebagaimana yang tergambar dalam firman Allah dalam QS. Ali ‘Imran (3): 103
وَٱعْتَصِمُوا۟ بِحَبْلِ ٱللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا۟ ۚ وَٱذْكُرُوا۟ نِعْمَتَ ٱللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَآءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِۦٓ إِخْوَٰنًا وَكُنتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ ٱلنَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمْ ءَايَٰتِهِۦ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.

Kata ikhwana/bersaudara dalam ayat 103 dalam surah Ali Imran di atas secara bahasa, dapat bermakna saudara seayah seibu atau saudara sekandung. Dapat juga berarti saudara dengan makna teman dekat/sahabat.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia juga memiliki arti adalah orang yang bertalian sanak keluarga, orang yang segolongan, sefaham, seagama, sederajat. Jadi tampak sekali bahwa ukhuwah semakin meluas artinya, yakni bukan saja saudara seayah dan seibu, tetapi juga berarti segolongan, sepaham, seagama, dan seterusnya.(bersambung/*)



BACA JUGA