Minggu, 10 Juli 2022 | 17:00 Wita

Qurban, Kurangi Kesenjangan Sosial dan Hapus Kesombongan

Editor: Firman
Share

■ Oleh : Ust Drs H Ahkam Sumadiyana MADewan Pembina Yayasan Al Bayan Hidayatullah Makassar

HidayatullahMakassar.id — Hari raya idul adha, sebagai hari yang sangat istimewa. Karena hari raya ini mampu menggerakkan milyaran manusia di seluruh dunia, untuk hadir di tanah-tanah lapang maupun di masjid-masjid Allah yang penuh berkah.

Kehadiran mereka tidak lain dan tidak bukan hanyalah dalam rangka mengagungkan dan mensucikan Asma Allah Subhanahu wa Ta’alaa, melalui kalimat Takhbir, Tahmid dan Takhdis.

Pada saat yang sama jutaan ummat Islam sedang berkumpul di Makkah al-Mukarramah. Mereka datang memenuhi undangan dari Allah SWT, untuk menunaikan ibadah hajji sebagai kewajiban bagi seorang muslim.

Mereka menanggalkan segala atribut duniawi, dan meninggalkan berbagai aktivitas sehari-harinya. dengan penuh perjuangan dan pengorbanan. Mereka beribadah secara khusyu, sabar dan ikhlas, maka sudah sewajarnya kita mengiringkan do’a semoga mereka semua memperoleh hajji mabrur.

Saudara kita yang menunaikan ibadah hajji mengawali dengan mengucapkan kalimat talbiyah:

لَبَّيْكَ اللّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَشَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَشَرِيْكَ لَكَ

“Kami penuhi panggilan-Mu yaa Allah, kami datang memenuhi seruan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu. Sesungguhnya segala puji, dan segala nikmat serta segala kerajaan hanya milikMu, tiada sekutu bagi-Mu”.

Melalui rangkaian ibadah hajji ini, marilah kita belajar tentang keta’atan dalam beribadah, disiplin dalam melaksanakan bersyariah, mempererat ukhuwah islamiyah, meningkatkan perjuangan dan bekerja keras, rela berkurban di jalan Allah Swt.

Dalam pelaksaan ibadah hajji sangat nampak derajat manusia di hadapan Allah Swt. Tanpa memandang pangkat, jabatan, latar belakang pendidikan, kelas ekonomi dan status sosial lainnya termasuk perbedaan suku, bangsa dan bahasa, Seorang mu’min memiliki kedudukan yang sama di hadapan Allah Swt.

Kita harus mempunyai rasa empati agar dapat menolong dan meringankan beban orang lain, agar jurang kemiskinan dapat berkurang hingga gejolak social yang sering terjadi dapat teratasi.

Dengan demikian, ummat Islam dan masyarakat akan mendapatkan jaminan keselamatan dan kesejahteraan hidup sesuai dengan cita-cita bangsa dan Negara kita indonesia.

Adapun hari raya idul qurban atau idul adha atau idul nahr, dalam sejarah telah disyariatkan oleh Allah Swt sebagaimana firmannya dalam surah Al-Hajj ayat 34 sebagai berikut;

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنسَكاً لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ ﴿٣٤﴾

Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (hewan kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).

Melalui ayat mulia ini ada dua pesan sekaligus perintah penting bagi kita ummat Islam yang pertama;

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنسَكاً لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ

Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (hewan kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepadanya.

Maknanya adalah bahwan Allah Swt telah mensyariatkan setiap Nabi dan ummatnya baik ummat Nabi Adam AS, Nabi Ibrahim AS hingga Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Agar senantiasa menunaikan penyembelihan hewan qorban. Sekaligus mereka dianjurkan untuk menyebut dan mengagungkan asma Allah dengan Takbir, tahmid, tasbih dan taqdis kepada-Nya.Kemudian perintah yang kedua adalah;

فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ ﴿٣٤﴾

Maka Tuhan kalian adalah Tuhan yang Maha Esa, maka hanya kepadanyalah kalian pasrah dan berserahdiri dan sampaikan kabar gembira kepada orang-orang patuh kepadanya.

Maknanya adalah agar kita senantiasa menjadikan Allah Swt sebagai ‘Ilah’ yaitu Tuhan yang kita ibadahi, kita dicintai, kita ditaati dan kita takuti. Karenanya tiada tuhan yang berhak disembah selain daripada Allah Swt.

Adapun untuk Nabi Adam AS telah dikisahkan melalui persembahan qorban dari kedua putranya yaitu Qabil dan Habil. Putra pertama Qabil yang memiliki propesi sebagai seorang petani mempersebahkan pengorbanannya dengan tanaman yang afkir atau yang jelek-jelek.

Sedangkan Habil putra kedua yang berprofesi sebagai peternak telah mempersembahkan ternaknya yang paling besar dan terbaik. Atas persembahan qorban keduanya tersebut kemudian Allah Swt berkenan menerima persembahan Habil sedangkan persembahan Qabil tidak diterima.

Peristiwa ini telah disebutkan dalam surah al-maidaah ayat 27 sebagai berikut.
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَاناً فَتُقُبِّلَ مِن أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الآخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ ﴿٢٧﴾

“Ceriterakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Qabil dan Habil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang yaitu (Habil) dan tidak diterima dari yang lain yaitu (Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!” Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa”. [Al-Maidaah:27]

Adapun peristiwa yang lebih heroik dan luar biasa adalah apa yang dikerjakan oleh Nabi Ibrahim AS dan putra Ismail AS. Ketaqwaan Nabi Ibrahim AS ditunjukkan dengan kesiapan untuk tunduk dan patuh terhadap seluruh perintah dari Allah Swt.

Peristiwanya ketika Nabi Ibrahim As, diperintahkan untuk menempatkan istri dan putra tercintanya di lembah yang tandus dan gersang [bakkah] sebagaimana firman Allah Swt;

رَّبَّنَا إِنِّي أَسْكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُواْ الصَّلاَةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُم مِّنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ ﴿٣٧﴾

“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.(QS. Ibrahim:37)

Maka dapat kita bayangkan betapa beratnya meninggalkan keluarga sendirian di lembah yang tandus dan gersang tanpa bekal yang cukup dan memadahi untuk sekedar bertahan hidup.

Akan tetapi kita harus mengakui bahwa Siti Hajar adalah seorang istri dan perempuan yang sangat istimewa dan luar biasa, memiliki ketaqwaan yang di atas rata-rata. Bahkan Siti Hajar sangat tabah, sabar dan ikhlas dalam menjalani berbagai macam ujian yang dihadapinya.

Mungkin saja di antara kita atau ibu-ibu juga telah merasakan bagaimana beratnya mengarungi kehidupan pada saat ini, apalagi tuntutan hidup, perjuangan dan pengorbanan senantiasa datang secara bergelombang.

Namun yang pasti bahwa keimanan dan ketakwaan ini akan terus diuji untuk meningkatkan kualitas dan nilai kita di sisi Allah Swt.

Bahkan Nabi Ibrahim As yang setiap tahunnya menyembelih 1000 ekor kambing dan 300 ekor sapi serta 100 ekor onta. Sebagai Udh-hiyah atau hewan qorban masih diuji oleh Allah Swt melalui mimpinya.

Sebagaimana yang disampaikan Ibnu Abbas Radhiallahu anhu, bahwa pada malam Tarwiyah hari ke-8 Zulhijjah, Nabi Ibrahim tidur kemudian ada orang berseru dalam mimpinya ‘wahai Ibrahim penuhilah nazarmu’ kemudian pada malam berikutnya ia mimpi yang sama untuk yang kedua kalinya.

Maka keesokan harinya ia yakin bahwa mimpinya itu betul dari Allah Swt. Sehingga walaupun dalam suasana penuh kecintaan dan kasih sayang terhadap putranya Ismail AS, tetap saja Nabi Ibrahim menceritakan mimpinya kepada Ismail sebagaimana firmannya dalam surah Ash-Shaaffat:102;
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ (١٠٢)

”Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar”. (Ash-Shaaffat:102).

Singkat kata bahwa nabi Ibrahim AS senantiasa mampu melaksanakan perintah Allah Swt secara sempurna.

Apabila Nabi Ibrahim diperintahkan menyembelih putra kesayangannya kemudian mampu menta’atinya, maka ummat Islam ummat Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam cukup diperintahkan untuk menyembelih hewan korban sebagai bukti ketaatan kepada Allah Swt. Sekaligus sebagai bukti keta’atan dan kecintaan kita kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Sedangkan perintah menyembelih hewan korban bagi ummat Islam terdapat dalam surah al-kautsar ayat 1-3 sebagai berikut;

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ ١ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ ٢ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الأبْتَرُ

”Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus”. (QS. Al Kautsar: 1-3)

Ayat yang mulia ini adalah perintah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam agar menunaikan shalat iedul Adha dan menyembelih hewan qorban. Yang selanjutnya Nabi senantiasa menyembelih dua ekor kambing yang satu sebagai persembahan qorban dari beliau dan keluarga sedangkan yang satu untuk ummatnya.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, juga mengingatkan sekaligus memerintahkan kepada ummat Islam agar menunaikan udh-hiyah menyembelih hewan korban, juga penegasan bagi yang tidak berqorban padahal ia mampu, dengan sabdanya:

مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا (رواه أحمد)

Artinya; “Barang siapa yang memiliki kelapangan (rezki) lalu tidak melakukan korban, maka janganlah mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ahmad).

Melalui hadits yang mulia ini hendaknya ummat Islam menyadari betapa pentingnya menyembelih hewan korban. Karena sesungguhnya harta yang abadi itu adalah disisi Allah Ta’alaa yaitu harta yang telah dikorbankan dijalan-Nya. Sedangkan harta yang kita simpan dan investasikan didunia pada dasarnya kita belum tahu persis siapa yang akan menikmatinya.

Hewan korban ini juga kita bagikan untuk saudara-saudara kita yang membutuhkan bantuan dan pertolongan, sekaligus kita bisa menyisihkan sebagian rizki kita untuk meringankan beban saudara kita yang sedang terkena musibah dan bencana.

Berbagai anugrah dan kenikmatan dari Allah Ta’alaa telah kita terima maka kelak kita akan diminta pertanggungjawaban, terutama tentang harta yang sudah kita belanjakan untuk kepentingan hidup didunia.

Berbeda halnya dengan orang yang kikir, meskipun hartanya banyak dan berlimpah, tetapi merasa masih merasa kurang dan tidak cukup. Sehingga mereka merasa berat untuk mengeluarkan sebahagian hartanya baik untuk berkorban maupun untuk memberikan pertolongan kepada mereka yang membutuhkan. Padahal sikap demikian inilah yang membuat hidupnya tidak barakah.

Korban itu agar dilakukan secara ikhlas, semata-mata mengharap keridhaan Allah Ta’alaa. Sedangkan daging kurbannya adalah diperuntukkan bagi mereka yang hidup dalam kekurangan dan amat membutuhkannya. Karena tidak akan sampai kepada Allah darah dan dagingnya, tetapi yang sampai adalah ketakwaannya;
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah Telah menundukkan untukmu supaya kamu mengagungkan Asma Allah terhadap hidayah-Nya, dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik”. (Al-Hajj, 22:37).

Qorban sebagai proses pendekatan diri kepada Allah Swt, karena Qorban merupakan perintah dan ujian bagi orang beriman. Hanya orang yang beriman dan bertaqwa yang tergerak hatinya untuk berqorban.
Qurban sebagai pendekatan hubungan terhadap sesama manusia secara (horizontal).

Mengingat qorban dapat menciptakan kepedulian sosial yang tinggi kepada sesama dan dapat saling berbagi antara yang satu dengan yang lainnya, yang miskin dapat merasakan bagaimana nikmatnya kebersamaan dengan daging yang dimakan dari hasil qorban yang dibagikan kepada mereka.

Qurban dapat mengurangi kesenjangan sosial dan dapat menghapus kesombongan serta keangkuhan manusia.

*) Disarikan dari naskah khutbah Ied Adha di Masjid Umar Al Faruq Ponpes Hidayatullah Makassar



BACA JUGA