Kamis, 21 Agustus 2025 | 16:50 Wita

Sami’na wa Atha’na: Kesetiaan Para Kader

Editor: admin
Share

Sejarah Hidayatullah di Makassar (9)

HidayatullahMakassar.id — Gelombang semangat itu kian membesar. Para pemuda yang dikomandoi Ustadz Abdul Aziz Qahhar bukan lagi berbicara tentang perkara-perkara remeh, melainkan tentang mimpi besar, yakni bagaimana menemukan sebidang tanah, membangun kawasan, dan menjadikannya pusat denyut peradaban Islam dengan roda ekonomi yang kokoh.

Mereka yang datang dari latar belakang berbeda, kini berpadu dalam satu irama perjuangan yang sama.
Rumah sederhana di Jalan Bawakaraeng No 111, setiap malam selepas Isya, seolah menolak sepi.

Lantai papan di lantai dua menjadi saksi ayat-ayat Al-Qur’an yang dilantunkan tartil, doa-doa yang melangit dalam qiyamullail, dan garis-garis strategi dakwah yang digambar di atas kertas lusuh.

Tidak ada yang diperintah secara khusus, tetapi setiap jiwa merasa terpanggil.
Ada yang mulai membagi waktunya antara kuliah dan kegiatan dakwah.

Ada yang rela menempuh jarak jauh dengan motor tuanya hanya untuk mengantar satu eksemplar majalah Suara Hidayatullah.

Ada pula yang mengayuh sepeda engkol sore hari untuk mengajar anak-anak membaca Al-Qur’an.

Jiwa-jiwa muda itu seolah berpacu dengan waktu, mengubah hari-hari biasa menjadi lembaran sejarah.

Sementara di Rumah Tabaria C1 No. 1, denyut yang sama bergetar lebih kencang. Anak-anak muda terus berdatangan dari berbagai daerah, mempertegas keberadaan Al-Bayan sebagai cabang Hidayatullah.

Malam-malam di Tabaria bukan lagi sekadar perbincangan mimpi, melainkan diskusi nyata: mencari lahan dakwah, menyusun jadwal silaturahmi, hingga memetakan tokoh-tokoh yang perlu didekati.

Ustadz H. Dahlan Yusuf dan istrinya, Hj. Muliati, yang sejak lama bersahabat dengan Ustadz Abdullah Said, menjadi semacam pusat informasi nonformal bagi masyarakat sekitar.

Kehadiran keluarga H.M. Arsyad, Hj. Rajwiah, dan Hj. St. Balele membawa wibawa dan jaringan yang memudahkan langkah dakwah.

Bahkan Letkol H.M.A. Syamsuddin, mantan perwira di bawah komando Qahhar Mudzakkar, kini duduk bersila bersama para pemuda, mendengarkan dengan takzim visi yang mereka bentangkan.

Dari luar, mungkin tampak seperti silaturahmi sederhana. Namun sesungguhnya, sejarah sedang menulis kalimat pembuka bagi babak baru dakwah di kota ini.

Rumah di Blok C1 No 1 dan rumah-rumah yang dikontrak Al-Bayan di Komplek Tabaria pun berubah fungsinya. Ia bukan hanya hunian, melainkan juga tempat persinggahan bagi ustadz-ustadz senior Hidayatullah yang akan berdakwah hingga tanah Papua.

Ustadz Amin Bahrun, Ustadz Abdul Majid, dan Ustadz Sudirman Ambal sering singgah, membagikan kisah suka dan duka perjuangan di bumi timur Nusantara.

Anak-anak kecil yang duduk di sudut ruangan tak sepenuhnya memahami, tetapi mereka merasakan aura kesungguhan dari wajah-wajah pejuang itu.

Waktu berlari, namun Allah selalu punya cara untuk menguatkan. Kabar datang, November 1991 akan diadakan pernikahan massal bagi 47 santri Hidayatullah di Balikpapan.

Dua kader Al-Bayan yang dianggap siap untuk ikut dalam perhelatan itu, Khairul Baits dan Lisbana Palayukan. Pernikahan ini bukanlah pernikahan biasa, sebab masing-masing tidak tahu siapa pasangannya hingga hari itu tiba.

Semua diatur sesuai syariat, dengan satu keyakinan bahwa siapa pun yang dipertemukan dalam perjuangan ini, pastilah orang baik dan terdidik.

Malam itu, di rumah sederhana Tabaria, suasana hening sejenak setelah rencana keberangkatan keberangkatan ke Balikpapan dibicarakan panjang lebar.

Khairul Baits menunduk, lalu berkata pelan, “Kalau Allah sudah memilihkan, apalagi yang perlu kita ragukan? Sami‘na wa atha‘na.”

Lisbana menimpali dengan senyum tenang, “Benar. Kita bukan sedang menikah untuk diri sendiri, tapi untuk perjuangan ini. Dan aku percaya, perempuan yang datang nanti adalah bagian dari kafilah yang sama.”

Dialog itu menutup malam dengan kesyahduan. Tidak ada yang menjawab, tetapi semua yang hadir tahu bahwa sejarah memang sedang ditulis dari rumah-rumah sederhana ini. (Bersambung/Abdul Qadir bin Mahmud)



BACA JUGA