Sabtu, 12 Juli 2025 | 07:56 Wita
Abdullah Said, di Hotel Tua Cahaya itu Bersembunyi

SOSOK, HidayatullahMakassar.id — Di Jalan La Sinrang No. 77, sebuah hotel tua berdiri bisu namun tegar. Dindingnya mengelupas dimakan waktu, jendelanya berdebu, dan lorong-lorongnya sunyi seolah menahan napas masa lalu.
Hotel itu telah lama tak menerima tamu, namun justru dalam sepinya itulah, ia menjadi tempat berlindung bagi seorang pelarian ruhani: Muhsin Kahar.
Pemiliknya, H. Badiu merupakan seorang pengusaha konveksi “Harmonis” yang bermitra menyediakan perlengkapan bagi TNI, dia menyembunyikan Muhsin dalam diam.
Tak ada spanduk perjuangan, tak ada sorak kemenangan. Tapi di balik keteguhan hatinya, ia tahu, yang dia sembunyikannya adalah bara kebenaran yang masih menyala.
Muhsin menempati kamar sunyi di sudut bangunan itu. Di dalamnya, ranjang-ranjang tua penuh debu dibiarkan bertumpuk.
Sarang laba-laba bergelayut di setiap sudut, seolah menyulam kesunyian dengan benang waktu. Suasananya sumpek, pengap, dan bagi banyak orang mungkin terasa menyiksa.
Tapi bagi Muhsin, yang menyiksa bukanlah kamar sempit dan lembab itu, melainkan kehilangan haknya untuk berdakwah dari atas mimbar, kehilangan denting suara yang biasa menggugah jiwa-jiwa dari podium masjid.
Sejak di PGAN, dakwah dari mimbar itulah napasnya.
Namun di tengah sunyi dan bayang-bayang mata-mata yang mengintai, Muhsin tak tenggelam dalam kepedihan.
Ia mengambil pena. Ia membuka kembali lembar-lembar ingatan. Di kamar sempit itu, ia duduk berselimut tafsir Al-Furqan karya A. Hassan, dan beberapa majalah Kiblat yang memuat serial tulisan Mohammad Natsir berjudul Fiqhud-Da’wah.
Ia menulis dengan khusyuk, menyusun ulang peta ruhani, menajamkan kembali arah perjuangan. Dari keterbatasan, lahirlah ketekunan.
Setiap tengah malam, Muhsin bangkit dalam sunyi. Ia mandi di bawah dingin yang menggigit, lalu menegakkan tubuhnya dalam qiyam al-lail.
Ayat-ayat Al-Qur’an mengalir dari lisannya, lirih namun kuat, seperti hujan kecil yang mengukir tanah tandus.
Di sepertiga malam itulah, ia merasa Allah menghembuskan ketenangan ke dalam dadanya. Meski tubuhnya sembunyi, tapi ruhnya lapang.
Inspirasi datang seperti ilham yang menetes perlahan dari langit.
Muhsin tak sepenuhnya sendiri. Manshur Salbu dan M. Yunus setia mendampinginya. Bocah kecil Abdul Fattah pun selalu setia memperhatikan geraknya.
Dan di antara malam dan siang, datanglah sahabat-sahabat seperjuangan yang tak membiarkannya padam.
Abdurrahim Yunus Fashih, tokoh PII Parepare sekaligus pimpinan Perguruan Al-Kahfi, kerap datang membawakan makanan dan cerita-cerita hangat tentang perjuangan.
Muhsin juga sering menerima kunjungan Muhammad Said Abd. Samad, aktivis muda Muhammadiyah yang dulu ikut dalam pelatihan muballigh muda yang Muhsin selenggarakan di Cabang Malimongan Baru, dan seorang sahabat setia yang ikut serta dalam gerakan mengganyang judi lotto.
Obrolan mereka tak sekadar melepas rindu, tapi juga menguatkan jiwa.
Sesekali, Muhsin keluar dari persembunyian untuk menyapa keluarga.
Ia mengunjungi sepupunya Letkol M. Djafar, Komandan Kodim di Sidrap, dan kakak ipar Mahyuddin Thaha, Letda S. Nanca, salah seorang Komandan di Koramil.
Mereka sempat menanyai Muhsin tentang duduk perkara pengganyangan judi, namun akhirnya, dengan diam yang bersahabat, mereka ikut membuka jalan pelariannya.
Tak hanya itu, bersama M. Yunus dan Manshur Salbu, Muhsin menyempatkan diri menyusuri Sengkang, Kabupaten Wajo.
Di sana, ia menjumpai para pemuda yang dulu ia kader. Kini mereka tumbuh menjadi sosok yang matang: Amin Ali telah menjadi anggota DPR, Amin Pallawa seorang jaksa, dan H. B. Jakat seorang pengusaha yang disegani.
Mereka menyambut Muhsin dengan peluk yang erat dan tekad yang teguh. “Kami akan jaga ruh perjuangan ini, Kakanda,” janji mereka, “dengan darah kami sendiri bila perlu.”
Dalam kesepian hotel tua itu, dalam tahajjud-tahajjud malam dan kunjungan-kunjungan yang hangat, Muhsin tahu; ruh nahi mungkar ini tidak sedang berakhir, ia sedang mengakar.
Diam-diam, di balik kelambu debu dan ketakutan, benih perjuangan terus tumbuh, menunggu musimnya tiba untuk kembali mengguncang zaman.(bersambung ke seri 43)
*) Oleh: Dr Abdul Qadir Mahmud MA, Direktur STAI Al Bayan Hidayatullah Makassar

TERBARU
-
Spirit Muharram Ust Abdul Majid : Hijrah dan Persahabatan
12/07/2025 | 16:13 Wita
-
Abdullah Said, di Hotel Tua Cahaya itu Bersembunyi
12/07/2025 | 07:56 Wita
-
Abdullah Sa’id, Tirai Senja di Parepare: Persiapan Sunyi Menuju Seberang
06/07/2025 | 16:57 Wita
FOTO

Galeri – Powerfull Ramadhan di Ponpes Al Bayan Bersama Tokoh Muda
17/03/2025 | 07:19 Wita
Galeri – Powerfull Ramadhan Bersama Al Quran, Tarhib Ramadhan Al Bayan
23/02/2025 | 06:20 Wita
Galeri – Visitasi Asesmen Prodi Ekonomi Syariah STAI Al Bayan
09/01/2025 | 20:50 Wita