Kamis, 27 Februari 2025 | 07:00 Wita
Abdullah Said : Dakwah, Organisasi, dan Tekad Membara

HidayatullahMakassar.id — Muhsin Kahar sangat menggemari berorganisasi. Berorganisasi baginya bukan sekadar formalitas atau sekadar nama dalam daftar kepengurusan.
Ia ingin benar-benar bergerak, merasakan denyut perjuangan, dan memberi kontribusi nyata. Setiap organisasi yang diikutinya bukan sekadar tempat singgah, melainkan ladang pengabdian.
Tak heran, ia selalu dipercaya memegang peran penting, terutama di bidang Dakwah dan Pengkaderan—dua hal yang paling ia cintai dan yakini sebagai jalan perubahan.
Setiap rapat, ia selalu punya gagasan segar, ide-ide yang membangkitkan semangat, menggerakkan anggota, dan membawa arah perjuangan semakin jelas. Tak heran, jika suatu hari ia tak hadir, suasana rapat terasa berbeda.
Ada yang kurang. “Mana Muhsin? Kok belum datang?” begitu tanya mereka yang sudah terbiasa dengan pemikirannya yang tajam dan solutif.
Salah satu organisasi yang menjadi ladang pengabdiannya adalah Pelajar Islam Indonesia (PII). Sejak masih di PGAN 6 tahun, ia sudah aktif di organisasi ini, memulai dari pengurus ranting di sekolahnya hingga akhirnya dipercaya ke tingkat wilayah.
Di sana, ia semakin menemukan panggilannya—membina, menginspirasi, dan menyiapkan kader-kader muda yang siap meneruskan perjuangan Islam.
Muhsin Kahar merasa terpanggil untuk aktif di Pelajar Islam Indonesia (PII) bukan hanya karena organisasi itu mewadahi perjuangan kaum muda muslim, tetapi juga karena semangat perlawanan yang diusungnya.
PII berdiri tegak sebagai simbol perlawanan terhadap kekuasaan yang zalim, terutama di bawah bayang-bayang pengaruh Partai Komunis Indonesia (PKI).
Di mata kader-kader PII, konsep Nasakom (Nasionalisme, Agama, dan Komunisme) yang digaungkan rezim Soekarno hanyalah ilusi yang dipaksakan.
Mereka menolak keras keberadaan PKI, bahkan dengan tegas menyebutnya sebagai Partai Kafir Indonesia.
Malam itu, Muhsin Kahar duduk di sebuah ruangan kecil bersama beberapa kader PII lainnya. Wajah-wajah mereka tegang, bukan karena takut, tapi karena semangat yang membara.
Aroma kopi hitam memenuhi ruangan, bercampur dengan ketegangan yang menggantung di udara.“PKI semakin menjadi-jadi,” suara Kamal DP seorang kader senior, memecah keheningan.
“Mereka bukan hanya menyebarkan propaganda di kampus-kampus, tapi juga mulai menekan ulama dan tokoh-tokoh Islam. Kita tidak bisa diam saja!”
Partai itu bukan hanya mengintimidasi, tetapi juga memenjarakan tokoh-tokoh Islam seperti Mohammad Natsir, HAMKA, Isa Anshary, Mohammad Roem, Kasman Singodimejo, Syafruddin Prawiranegara, serta membunuh ulama-ulama yang berani menentangnya.
Muhsin mengepalkan tangan. “Mereka mengira bisa membungkam umat Islam dengan ancaman dan propaganda murahan. Tidak! Kita harus melawan. Sejak kapan Islam tunduk pada kaum yang ingin mencabut agama dari negeri ini?”
“Lalu, apa yang akan kita lakukan, Muhsin?” tanya Manshur salah seorang kader muda. Suaranya bergetar, bukan karena takut, tapi karena gairah perjuangan yang mulai menyala dalam dirinya.
Muhsin menarik napas dalam, menatap teman-temannya satu per satu. “PII telah menunjukkan sikap sejak lama. Kita tak akan tinggal diam. Ingat Peristiwa Kanigoro? Tahun lalu, saudara-saudara kita berani menuntut pembubaran PKI langsung ke pemerintah. Kita tahu itu mustahil, tapi kita tetap bersuara! Kita harus terus menyebarkan kesadaran kepada umat, memperkuat barisan dakwah, dan mengingatkan generasi muda tentang bahaya komunisme.”
Kamal mengangguk mantap. “Benar! Kita harus terus bergerak. Bukan dengan senjata, tapi dengan ilmu dan keyakinan. Kita harus melawan mereka di setiap mimbar, di setiap kajian, di setiap kesempatan yang kita punya!”
“Dan jangan lupa,” tambah Muhsin, matanya berbinar penuh tekad, “kita harus tetap waspada. PKI tidak segan menyingkirkan orang-orang yang menentang mereka. Tapi ingatlah, mati dalam perjuangan menegakkan kebenaran adalah kemuliaan.”
Hening sejenak. Lalu, satu per satu mereka mengepalkan tangan dan menyatukannya di tengah.
“Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!”
Gema takbir bergema di ruangan kecil itu, memenuhi dada mereka dengan keberanian. Malam itu, mereka tak hanya sekadar berbicara. Mereka berjanji pada diri sendiri—untuk terus berjuang, demi Islam, demi kebenaran, dan demi tanah air yang mereka cintai.(bersambung ke seri 15/*)
*) Oleh: Dr Abdul Qadir Mahmud MPdI, Ketua STAI Al Bayan Hidayatullah Makassar


TERBARU
-
Abdullah Said : Dakwah, Organisasi, dan Tekad Membara
27/02/2025 | 07:00 Wita
-
Pembangunan Masjid Hilal Burhanuddin di Wadi Barakah Dimulai
24/02/2025 | 07:20 Wita
-
Abdullah Said, Jejak Ilmu di Jalan Dakwah
23/02/2025 | 06:30 Wita
FOTO

Galeri – Powerfull Ramadhan Bersama Al Quran, Tarhib Ramadhan Al Bayan
23/02/2025 | 06:20 Wita
Galeri – Visitasi Asesmen Prodi Ekonomi Syariah STAI Al Bayan
09/01/2025 | 20:50 Wita
Galeri – Suasana Kedatangan Santri Baru Ponpes Al Bayan Hidayatullah Makassar
15/07/2023 | 22:16 Wita