Minggu, 9 Februari 2025 | 06:00 Wita

Abdullah Said The Man of Action, Berjalan di Bawah Cahaya Ilmu

Editor: admin
Share

SOSOK, Hidayatullah Makassar.id — Di PGAN, Muhsin Kahar mendapat pengalaman baru yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Ia bertemu dengan teman-teman dari berbagai daerah—ada yang datang dari Ternate, Manado, Gorontalo, Sangir Talaud, Sulawesi Tenggara, dan tentu saja dari berbagai pelosok Sulawesi Selatan.

Perbedaan latar belakang justru membuat pertemanan mereka semakin erat. Setiap kali jam istirahat tiba, mereka berkumpul di bawah rindangnya pohon ketapang di halaman sekolah, berbagi kisah tentang kampung halaman masing-masing.

“Di tempatku,” ujar seorang siswa dari Ternate, “Kalau seorang lelaki tak bisa berbicara di depan umum, dia dianggap belum dewasa.”

Muhsin yang tengah mengunyah potongan ubi goreng spontan tertawa. “Kalau begitu, aku sudah jadi lelaki sejati sejak SR!” katanya, setengah bercanda.

Gelak tawa pun pecah di antara mereka. Meski berasal dari tempat yang berbeda, mereka merasa seperti keluarga.

Sekolah ini bukan hanya tempat belajar, tapi juga tempat menempa diri, memperluas wawasan, dan membentuk karakter.

Namun, bagi Muhsin, ilmu tak hanya didapat dari kelas atau teman-teman. Ia sering menghabiskan waktu di perpustakaan, tenggelam dalam buku-buku yang semakin memperkaya pemahamannya. Hobi membaca Muhsin semakin hari semakin meningkat.

Suatu hari, saat pelajaran di kelas telah usai dan mataharipun mulai condong ke barat, Muhsin masih asyik membaca buku ketika tiba-tiba bahunya ditepuk lembut oleh seseorang.

Ia menoleh dan mendapati KH Abdul Malik Ibrahim, salah satu ulama sekaligus pengajar di PGAN, berdiri di sampingnya dengan senyum penuh wibawa.

“Muhsin,” ucapnya dengan nada tenang, “Engkau punya prinsip dan keteguhan yang jarang dimiliki anak seusiamu. Aku perhatikan, engkau punya potensi besar dalam ilmu. Bagaimana kalau engkau mulai memperdalam Bahasa Arab? Aku bisa membimbingmu.”

Muhsin terkejut sesaat, lalu matanya berbinar. “Saya mau, Ustadz! Itu bahasa al-Qur’an, bahasa ilmu… tentu saya ingin memahaminya lebih dalam.”

Sejak hari itu, Muhsin menjadi murid kesayangan KH Abdul Malik. Setiap hari, ia menyisihkan waktunya untuk belajar nahwu, sharaf, dan sastra Arab.

Meskipun masih bahasa Arab dasar, akan tetapi Muhsin Kahar menikmati setiap prosesnya, menjadikan pelajaran bahasa Arab itu sebagai jendela baru menuju samudra ilmu.

Tanpa ia sadari, kesungguhannya mulai mengubah cara pandang teman-temannya. Mereka yang dulu mencibir, kini tak lagi mengejek. Justru, banyak yang mulai diam-diam mengaguminya.

Namun, Muhsin tak pernah berubah. Ia tetaplah Muhsin yang rendah hati. Baginya, ilmu adalah cahaya, dan ia akan terus berjalan di bawah sinarnya.(bersambung ke seri 11/*)

*) Oleh: Dr Abdul Qadir Mahmud MA, Ketua STAI Al Bayan



BACA JUGA