Selasa, 14 Januari 2025 | 07:00 Wita

Spirit Pembina, Bingkai Kerja Kelembagaan dengan Manhaj dan Jatidiri

Editor: admin
Share

HidayatullahMakassar.id — Jajaran dewan pembina Yayasan Al Bayan, Dr H Abdul Aziz Qahhar Mudzakkar MSi, Ir H Abdul Majid MA dan Drs H Sumadiyana MA memberikan tanggapan usai pemaparan unit-unit pada kegiatan pra raker Yayasan Al Bayan Hidayatullah Makassar di Aula Al Bayan, Ponpes Hidayatullah Makassar, Tamalanrea, Senin (13/1/2025).

Ust Majid mengingatkan pada penguatan program yang memastikan siswa dan santri menjadi generasi taqwa dan berkarakter qurani.

Sementara Ust Sumadiyana berharap semakin diperbanyak kegiatan transformasi nilai kelembagaan dan spiritual secara informal. Dengan menghadirkan atau memanfaatkan kehadiran para ustad senior mendengarkan tausyiah dan spiritnya.

Sebelumnya, Ust Aziz membingkai rencana program pengurus dengan tausyiahnya. Berikut kutipannya :

Ustad Abdullah Said (rahimahullah, pendiri Hidayatullah) pernah bercerita, ia mengatakan beruntung tak menyelesaikan kuliahnya di IAIN.

Karena dengan sebabnya tak bisa menjadi pegawai negeri, sebagaimana seorang temannya yang menjadi pejabat di kemenag.

Karena tak bisa menjadi PNS maka rutinitas dakwah, mendirikan dan mengelola pesantren sebagai kesibukan utama. Sementara kebanyakan di luar sana kita terjebak dengan urusan diri dan keluarga semata.

Saat posisi naik maka pikiran untuk ganti mobil, renovasi rumah, dan lainnya. Pikiran berputar di sekitar hal-hal semacam itu saja.

Sementara di lembaga ini otomatis kita bekerja dan memikirkan umat. Ini sebuah keberkahan dan karunia tersendiri.

Memikirkan sekolah dan kampus adalah bagian dari keberkahan dan karunia itu. Kesibukan dan doa terkait ini merupakan karunia karena tidak hanya tentang kepentingan pribadi.

Ust Abdullah Said mengatakan ada perbedaan jargon di Muhamadiyah dan Hidayatullah. Di Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan menyemangati dengan ungkapan “Hidup-hidupilah Muhamadiyah, jangan cari hidup di Muhamadiyah”.

Di Hidayatullah dikatakan ‘Hidupilah Hidayatullah dan hidupilah dirimu di Hidayatullah’. Ini patut disyukuri karena kita melakukan semuanya sebagai kerja-kerja jamaah untuk jamaah dan umat.

Sebuah hadits dari Rasulullah tentu menjadi dalilnya :

مَن لَمْ يهتَمَّ بأمرِ المُسلِمينَ فليس منهم

“Barangsiapa yang tidak memperhatikan urusan kaum Muslimin, maka dia bukan golongan mereka”

Antara tuntutan program kerja dan tantangan maupun masalah dalam mengurus lembaga ini harus kita kelola dengan profesionalisme yang menyeimbangkan rasionalitas dan spiritualitas dalam bingkai jamaah. Ini harus menjadi prinsip kita.

Kita harus profesional, tapi tidak seperti profesionalisme ala barat. Kita membutuhkan profesionalisme dengan manajemen dan kepemimpinan imamah jamaah (nubuwah) , serta skill dan karakter yang amanah.

Keseimbangan antara rasionalitas dan spiritualitas membedakan kita dari orang luar karena ada jati diri sendiri.

Spiritualitas harus hidup di masjid misalnya, tidak sering masbuk, shalat lail istiqamah ditunaikan, adanya kepemimpinan, serta ketaatan.

Kita ber Al Bayan dengan manhaj dan jati diri. Menjadi guru dengan manhaji, mengurus taman dengan manhaji, agar tidak sama dengan tukang taman pemerintah kota.

Semua kebaikan dari model ilmiah barat seperti profesionalisme, rasionalitas manajemen kita ambil tapi tetap dalam bingkai manhaj.

Kalau tidak membingkai kerja-kerja kita di lembaga ini dengan manhaj maka akan stres berat. Karena banyak betul masalah dalam mengelola pondok. (Amc)



BACA JUGA