Rabu, 25 Desember 2024 | 05:13 Wita
Jangan Mudah Meminta Izin untuk tidak Berhalaqah
Hidayatullahmakassar.id — Dewan Pengurus Wilayah Hidayatullah Kalimantan Utara menyelenggarakan Tabligh Akbar di Pesantren Hidayatullah, Tanjung Selor, Bulungan, Kalimantan Utara (Kaltara), Ahad, 20 Jumadil Akhir 1446 (23/12/2024). Hadir Dewan Pertimbangan Hidayatullah Ust Dr Abdul Aziz Qahhar Mudzakkar MSi menyampaikan tausyiah utama. Berikut petikannya yang disarikan pada kegiatan tersebut :
***
Perjalanan Hidayatullah adalah perjalanan panjang yang berakar pada nilai-nilai transformatif yang diwariskan oleh pendirinya, Allahyarham KH Abdullah Said.
Dengan berpegang teguh pada Sistematika Wahyu, model kepemimpinan imamah jama’ah, dan lembaga perjuangan sebagai wadah dakwah, Hidayatullah mampu melahirkan kader-kader yang siap menghadapi tantangan zaman.
Melalui transformasi dan transmisi nilai-nilai ini, semangat perjuangan Abdullah Said tetap hidup, tidak hanya dalam narasi sejarah, tetapi dalam setiap langkah perjuangan para kadernya.
Bahwa warisan perjuangan Abdullah Said lebih dari sekadar konsep tertulis. Beliau meninggalkan kader-kader yang telah digembleng langsung selama bertahun-tahun.
Warisan tersebut bukan berupa dokumen yang kaku, melainkan hidup dan bernapas dalam pribadi setiap kader yang siap mengabdi di berbagai penjuru Indonesia.
Ada tiga pilar utama yang menjadi inti dari perjuangan Ustad Abdullah Said. Pertama, sistematika wahyu sebagai manhaj hidup. Beliau mendirikan Hidayatullah dengan landasan kokoh, yakni Sistematika Wahyu.
Kalau bukan karena Sistematika Wahyu, maka Hidayatullah ini tidak perlu ada, hanya akan memperpanjang barisan organisasi Islam. Landasan ini menegaskan bahwa keberadaan Hidayatullah bukan sekadar tambahan dalam deretan organisasi Islam, melainkan memiliki visi dan misi yang unik.
Kedua, kepemimpinan dalam Hidayatullah yang berpusat pada model imamah jama’ah, yakni kepemimpinan yang terstruktur dan jelas. Dalam hal ini, Rasulullah SAW menjadi teladan utama.
Sebagaimana dalam Surah Ali Imran ayat 159,
فَبِمَا رَحۡمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنۡتَ لَهُمۡۚ وَلَوۡ كُنۡتَ فَظًّا غَلِيۡظَ الۡقَلۡبِ لَانْفَضُّوۡا مِنۡ حَوۡلِكَ ۖ فَاعۡفُ عَنۡهُمۡ وَاسۡتَغۡفِرۡ لَهُمۡ وَشَاوِرۡهُمۡ فِى الۡاَمۡرِۚ فَاِذَا عَزَمۡتَ فَتَوَكَّلۡ عَلَى اللّٰهِؕ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الۡمُتَوَكِّلِيۡنَ
Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.
Ayat ini menekankan pentingnya kelembutan hati seorang pemimpin. Namun, kelembutan ini harus diimbangi dengan ketegasan, sebagaimana dicontohkan oleh Abdullah Said dalam mendisiplinkan kader tanpa kehilangan rasa kasih.
Pilar ketiga, Hidayatullah sebagai lembaga perjuangan sebagai wadah dakwah yang bertujuan membangun masyarakat yang cerdas, adil, dan makmur.
Abdullah Said tidak hanya mendirikan pesantren atau sekolah, melainkan menciptakan individu yang siap berjuang di lapangan. Prinsip ini melandasi penyebaran kader-kader Hidayatullah ke berbagai wilayah Indonesia.
Bahwa kelembutan hati adalah anugerah besar dalam kepemimpinan, namun hal ini tidak menghilangkan kebutuhan akan ketegasan.
Sebagai contoh, bagaimana Abdullah Said menugaskan Ustadz Abdurrahman Muhammad ke Papua sebagai bentuk disiplin karena terlambat kembali dari kampung halaman.
Ini bukan soal menghukum, tapi tentang menegakkan disiplin dan tanggung jawab. Keteladanan semacam ini menjadi panduan bagi para pemimpin untuk menyeimbangkan empati dan otoritas sebagai kunci keberlanjutan perjuangan.
Halaqah
Salah satu poin penting dalam perjalanan perjuangan dakwah dan tarbiyah Hidayatullah saat ini adalah pentingnya transformasi (alih konsepsi) dan transmisi (pewarisan) nilai-nilai perjuangan Hidayatullah.
Kekuatan Hidayatullah bukan pada gedung-gedung megah, tapi pada jati diri yang tertransformasikan dan tertransmisikan kepada kader-kadernya. Gedung dan fasilitas fisik hanyalah alat. Sementara esensi perjuangan terletak pada karakter dan nilai yang tertanam dalam diri setiap kader.
Halaqah, sebagai bentuk kelompok pembinaan, menjadi elemen vital dalam proses ini. Halaqah harus menjadi kewajiban yang tidak boleh diabaikan.
Jangan mudah meminta izin untuk tidak berhalaqah. Karena halaqah bukan hanya sekadar rutinitas, melainkan wahana pembentukan karakter dan pemantapan jati diri.
Kegagalan sistem pendidikan karakter di Indonesia antara lain karena karakter hanya dibentuk melalui pelajaran tekstual semata, padahal seharusnya dan hanya melalui keteladanan dan pembiasaan.
Di sinilah peran penting seorang murobbi (pembina) dalam mendampingi kader. Karakter itu lahir dari proses pembentukan yang konsisten, bukan dari teori belaka.
Sekali lagi saya mengingatkan bahwa warisan sejati bukanlah institusi atau fasilitas, melainkan semangat dan nilai-nilai yang ditanamkan pada generasi penerus. Kader-kader Hidayatullah adalah bukti nyata bahwa perjuangan ini tidak akan pernah berhenti.(hidayatullah.or.id/*)
TERBARU
-
Jangan Mudah Meminta Izin untuk tidak Berhalaqah
25/12/2024 | 05:13 Wita
-
Prodi Pendidikan Guru Madrasah STAI Al Bayan Hidayatullah Makassar Raih Akreditasi Baik
19/12/2024 | 06:21 Wita
-
Tim Akreditasi Visitasi Tadris Matematika STAI Al Bayan Makassar
18/12/2024 | 06:32 Wita