Kamis, 19 Agustus 2021 | 11:43 Wita

Cara Sederhana Bangun Peradaban Islam dari Diri dan Komunitas

Editor: Firman
Share

Oleh: DR H Abdul Aziz Qahhar Mudzakkar MSi, Pendiri Al-Bayan Hidayatullah Makassar

HidayatullahMakassar.id — Periode perjuangan Rasulullah shalallahu alahi wa shallam oleh para ulama membagi dua. Yakni periode Makkah dan periode Madina. Dua periode ini bukan saja dibedakan tempat tapi juga dengan ciri yang berbeda satu sama lainnya.

Ayat makkiyah umumnya terkait masalah keimanan sedangkan ayat madaniyah terkait syariat. Hampir semua ayat soal syariat diturunkan di Madinah kecuali perintah shalat.

Dakwah Rasulullah awalnya di Makkah lalu hijrah ke Madinah. Hijrah menjadi pembeda orang beriman dan kafir. Walaupun ada penduduk Madinah yang terlebih dahulu Islam.

Sebagaimana Allah ta’alla jelaskan dalam surah Al Anfal : 72.

اِنَّ الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا وَهَاجَرُوۡا وَجَاهَدُوۡا بِاَمۡوَالِهِمۡ وَاَنۡفُسِهِمۡ فِىۡ سَبِيۡلِ اللّٰهِ وَالَّذِيۡنَ اٰوَوْا وَّنَصَرُوۡۤا اُولٰۤٮِٕكَ بَعۡضُهُمۡ اَوۡلِيَآءُ بَعۡضٍ‌ؕ وَالَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا وَلَمۡ يُهَاجِرُوۡا مَا لَـكُمۡ مِّنۡ وَّلَايَتِهِمۡ مِّنۡ شَىۡءٍ حَتّٰى يُهَاجِرُوۡا‌ ۚ وَاِنِ اسۡتَـنۡصَرُوۡكُمۡ فِى الدِّيۡنِ فَعَلَيۡكُمُ النَّصۡرُ اِلَّا عَلٰى قَوۡمٍۢ بَيۡنَكُمۡ وَبَيۡنَهُمۡ مِّيۡثَاقٌ ؕ وَاللّٰهُ بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ بَصِيۡرٌ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada Muhajirin), mereka itu satu sama lain saling melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikit pun bagimu melindungi mereka, sampai mereka berhijrah. (Tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah terikat perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

Ada dua tonggak utama yang terkait ketika Rasulullah hijrah ke Madinah.

Pertama, secara fisik. Ketika Rasulullah masuk pertama kali di Madinah yang dibangun adalah masjid. Ini pula filosofi pembangunan kampus/pondok Hidayatullah. Pendiri Hidayatullah menekankan setiap kali bangun pesantren di mana saja maka pola bakunya yang pertama membangun masjid.

Maka masjid adalah pusat peradaban Islam. Tempat musyawarah, pusat komando perang, perintah harian dari pimpinan.

Masjid bagi (Rasulullah dan diikuti oleh) Hidayatullah dijadikan sentral. Sehingga masjid harus dibangun dengan indah untuk sempurnakan penghormatan kepada masjid kepada peradaban.

Pemimpin Hidayatullah (KH Abdurahman Muhammad) bangun masjid sangat besar (di kampus induk Hidayatullah, Gunung Tembak, Balikpapan) dengan nilai mencapai Rp 94 miliar adalah cara berpikir manhaji cara berpikir membangun peradaban Islam.

Lantai dasar dijadikan tempat shalat. Lantai 2 untuk perkuliahan/perguruan tinggi dan lantai 3 sebagai perpustakaan. Maka tidak boleh ada masalah dan masjid harus terus bersih.

Kedua, Sebagai tonggak peradaban awal Islam, Rasulullah keluarkan maklumat, himbauan dan instruksi. Sebagaimana dalam hadits

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ سَلَامٍ قَالَ: لَمَّا قَدِمَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِيْنَةَ ، اِنْجَفَلَ النَّاسُ إِلَيْهِ ، وَقِيْلَ : قَدِمَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَجِئْتُ فِي النَّاسِ لِأَنْظُرَ إِلَيْهِ ، فَلَمَّا اسْتَبَنْتُ وَجْهَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَرَفْتُ أَنَّ وَجْهَهُ لَيْسَ بِوَجْهٍ كَذَّابٍ ، فَكَانَ أَوَّلَ شَيْءٍ تَكَلَّمَ بِهِ أَنْ قَالَ:  يَا أَيُّهَا النَّاسُ ، أَفْشُوْا السَّلَامَ ، وَأَطْعِمُوْا الطَّعَامَ ، وَصِلُوْا الْأَرْحَامَ ، وَصَلُّوْا بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ ، تَدْخُلُوْا الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ .

Dari ‘Abdullah bin Salâm, ia berkata: “Ketika Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, orang-orang segera pergi menuju beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam (karena ingin melihatnya). Ada yang mengatakan: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam  telah datang, lalu aku mendatanginya ditengah kerumunan banyak orang untuk melihatnya. Ketika aku melihat wajah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , aku mengetahui bahwa wajahnya bukanlah wajah pembohong. Dan yang pertama kali beliau ucapkan adalah, ‘Wahai sekalian manusia, sebarkanlah salam, berikan makan, sambunglah silaturrahim, shalatlah di waktu malam ketika orang-orang tertidur, niscaya kalian akan masuk Surga dengan sejahtera.”

Seruan maklumat itu menggunakan kalimat “Wahai manusia”, bukan wahai ummat Islam. Ahli tafsir menjelaskan jika seruan menggunakan kalimat Wahai manusia maka konteknya untuk kehidupan sosial secara umum. Yakni

1. Sebarkanlah salam. Secara harfiah mengucapkan kalimat Assalamualaikum… Kita jangan menjadi orang kikir untuk saling mendoakan dengan mengucapkan. Saling mengucapkan salam akan berefek pada baiknya ukhuwah.

Sedangkan secara maknawi Sebarkanlah salam berarti menyebarkan kedamaian, kebaikan, keselamatan. Kebaikan kepada tetangga dan tamu misalnya itu luar biasa ganjaran yang dijanjikan.

Malah menjadi ukuran keberimanan. Siapa yang paling baik kepada tetangga. Sebagaimana hadits

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  قَالَ : (( مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ)). رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu , dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau bersabda: “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam. Barang siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia menghormati tetangganya. Dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya”. [HR al-Bukhâri dan Muslim].

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan akhirat hendaklah dia memuliakan tetangganya.” Memuliakan tetangga banyak cara misalnya dari saling memberi hadiah untuk lahirkan kecintaan, ataukah mendoakannya.

2. Berilah makan. Inilah peradaban Islam paling awal. Jangan pernah merasa miskin sehingga malu tak pernah ajak orang makan-makan di rumah.

Jadi ajakkan orang makan itu peradaban Islam. Kasih makan yang perlu makan.

3. Hidupkanlah silaturahim. Secara tekstual menghubungkan rahim, mengakrabkan orang yang berhubungan rahim.

Silaturahim terbaik itu kepada orang yang memusuhi kita dan mengislahkan orang yang bermusuhan. Allah menjamin banyak kelebihan dan kebaikan bagi orang yang menjalin silaturahim. Di antaranya menambah umur dan rejeki.

Terkait hal itu Ibnu Taimiyah menjelaskan, “Walau pun rejeki dan umur itu telah ditakdirkan Allah sebelum lahirnya manusia, namun apa susahnya bagi Allah merubah keputusannya.”

4. Rasulullah menghimbau hendaklah untuk bangun di tengah malam untuk melaksanakan shalat lail. Shalat lail itu peradaban Islam bukan ibadah biasa. Istilah pendiri Hidayatullah (KH Abdullah Said) “Jadikan shalat malam sebagai jam kerja pertama.”

Dari empat himbauan di atas hanya satu yang berdimensi vertikal yaitu shalat lail. Yang lainnya berdimensi sosial. Ini teori sosiologis Islam yang penting untuk membangun kohesivitas sosial.

Bahkan untuk kuatkan persaudaraan kaum muslim anshor dan Muhajirin, Rasulullah mempersaudarakan antara mereka.

Peradaban awal Islam yang lain adalah berdagang. Sebagaimana dikisahkan ketika Abdurahman bin Auf ditawarkan harta dan istri namun menolak dan hanya meminta ditunjukkan dimana pasar

Kisah itu menunjukkan tidak ada perjuangan tanpa dana. Dana itu sunatullah dalan dakwah. Karena Rasulullah saja seorang yang mendapatkan langsung wahyu dan dijamin kemenangan itupun harus didampingi oleh orang kaya, istrinya dan lainnya.(*)

*) Disarikan dari taujiah pada kegiatan Refleksi 50 Tahun Hidayatullah dan Spirit Muharram 1443 H di Masjid Umar Al Faruq Pesantren Hidayatullah Makassar, BTP.



BACA JUGA