Rabu, 21 Oktober 2020 | 08:08 Wita

“Dai itu Tidak Boleh Hidup di Menara Gading”

Editor: Firman
Share

Bincang Podcast bersama Dr Ir H Abdul Aziz Mudzakkar MSi (1)

HidayatullahMakassar.id — Rangkaian Musyawarah Nasional (Munas) V Hidayatullah akan dilaksanakan 12-14 Rabbi’ul Awwal 1442 H (29-31/10/2020) secara virtual yang akan diikuti oleh seluruh warga dan pengurus Hidayatullah. Di Sulawesi Selatan titik kumpul akan diselenggerakan di kampus utama Hidayatullah, BTP Makassar. 

Membincangkan soal Munas virtual itu, Al Bayan Media Corp (AMC) mengundang Anggota Badan Pekerja Munas Hidayatullah Dr Ir H Abdul Aziz Qahhar Mudzakkar MSi yang juga merupakan Anggota Dewan Pertimbangan Pemimpin Umum Hidayatullah dalam seri Podcast Munas, Ahad (18/10/2020).

Berikut ulasan lengkap bincang yang dipandu Dirut AMC/Pempred HidayatullahMakassar.id Firmansyah Lafiri yang akan diturunkan secara bersambung.

Tema Munas V Hidayatullah “Meneguhkan Komitmen Keummatan Menuju Indonesia Bermartabat”. Sebenarnya apa makna dan urgensi dari tema tersebut?

Tentu ada dua substansi dari tema tersebut, yang pertama adalah komitmen keummatan dan kedua yaitu Indonesia yang bermartabat.

Berbicara tentang Indonesia yang bermartabat, bahwa saat ini Indonesia mengalami krisis multidimensi, krisis dalam semua aspek kehidupan, termasuk krisis politik, ekonomi, sosial, dalam berbangsa dan bernegara. Yang menjadi perhatian terbesar ialah krisis moral atau akhlak yang merupakan asal dari semua krisis yang ada.

Krisis ekonomi misalnya, di saat wabah saat ini, Indonesia sepantasnya tidak mengalami krisis ekonomi kalau saja bangsa ini benar-benar dikelola dengan baik, karena Indonesia merupakan negara yang kaya raya akan sumber daya alamnya. Tapi kemudian kenapa bisa terjadi karena memang berasal dari krisis moral atau krisis akhlak.

Lalu bagaimana dengan substansi komitmen keummatan ?

Karena Hidayatullah adalah sebuah ormas yang sampai saat ini telah hadir di semua provinsi, pada lebih dari 300 kabupaten dan memiliki lebih dari 500 pesantren se-Indonesia. 

Maka sebagai kader Hidayatullah jangan hanya sibuk dengan urusan-urusan internal karena memang mainstream Hidayatullah adalah pendidikan dan dakwah.

Sebagaimana tuntutan ajaran Islam semestinya kader-kader Hidayatullah tidak hanya sibuk ke dalam (urusan internal) karena ada panggilan keummatan. Spiritnya adalah firman Allah ta alla

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah”.

Masya Allah apa makna ayat tersebut bagi komitmen keummatan ust ?

Dalam ayat ini Allah telah mengukuhkan ummat Islam sebagai ummat yang terbaik, tapi syaratnya ada tiga, yang pertama adalah menyeru kepada yang ma’ruf, yang kedua mencegah yang munkar atau upaya mengatasi kemungkaran-kemungkaran di tengah masyarakat dan yang ketiga adalah beriman. 

Menariknya ayat ini adalah beriman itu disebut di belakang ayat, justru yang paling ditonjolkan adalah bagaimana kita tampil memberikan amar ma’ruf dan nahi munkar. Jadi persayaratan kita menjadi ummat terbaik adalah ketika kita tampil di tengah masyarakat tentu basisnya adalah Iman.

Di dalam ayat lain, Allah ta alla berfirman

وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا

“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu”.

Yang pertama dari ayat ini bahwa, kita dikukuhkan sebagai ummat yang washatan yang artinya ummat pertengahan dan ini sudah diserap dalam bahasa Indonesia yang dikenal dengan wasit.

Tentu sebagai wasit dia harus adil, tidak boleh berfungsi sebagai wasit sekaligus pemain.

Kemudian kita hadir menjadi saksi dari kehidupan manusia ini adalah sebuah keharusan eksistensi dari seorang muslim atau dai bahwa dia harus hadir di tengah masyarakat. 

Maka seorang dai itu tidak boleh hidup di menara gading yang hanya bergelut dengan keilmuan dan untuk dirinya sendiri tapi harus terlibat di masyarakat untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar dan ini merupakan tanggung jawab kita di akhirat.

Apakah peran dai dan ulama demikian adanya, hanya hidup di menara gadingnya ?

Berbicara ummat dan bangsa kita harus menjelaskan bahwa negara Indonesia ini berdiri atas jasa besar dari para ulama dan pejuang Islam karena ini merupakan fakta sejarah.

Pergerakan yang berskala nasional Indonesia yang pertama itu adalah dari ormas Islam yaitu Serikat Islam.

Menjelang kemerdekaan BPUPK yaitu suatu badan yang membahas apa yang akan menjadi dasar negara Indonesia ketika merdeka dan di situ ada peran para ulama. 

Yang pada akhirnya melahirkan Pancasila yang sebelumnya adalah Piagam Jakarta. Melihat isi dari sila-sila pancasila adalah nuansa dari ajaran Islam bahkan dalam pembukaan UUD 45 jelas dikatakan “atas berkat rahmat Allah” ini merupakan salah satu kalimat yang dicetuskan para ulama.

Harus didudukan bahwa kita telah berutang budi kepada para ulama atau pendiri bangsa ini yang telah meletakkan dasar negara Pancasila yang merupakan prestasi sejarah untuk kemerdekaan Indonesia.■ Laida

*) Bincang seri Podcast bersama Ust Abdul Aziz Qahhar Mudzakkat dapat disaksikan melalui chanel YouTube Al Bayan Makassar TV di link https://youtu.be/W68k58u3yLA

Like, subscribe and share dari Anda insyallah akan menjadi kebaikan.



BACA JUGA