Minggu, 4 Oktober 2020 | 06:02 Wita

Membangun “a Community of Excellence” di Amerika.

Editor: Firman
Share

■ Oleh : Imam Shamsi Ali*

HidayatullahMakassar.id — Jumat kemarin saya menyampaikan khutbah bulanan saya di Jamaica Muslim Center New York. Bagi yang belum mengenal JMC (Jamaica Muslim Center) adalah salah satu Islamic Center terbesar di Amerika, khususnya di kota New York. Selain masjid, JMC juga mengelolah sekolah Islam full, sekolah Tahfidz, senior Center (rumah jompo), dan banyak lagi.

Jamaica juga adalah Islamic Center Yang memiliki posisi di mata pejabat di kota New York. Satu-satunya masjid yang dikunjungi oleh Walikota Michael Bloomberg di saat mengakhiri tugasnya sebagai Walikota New York. Walikota Bill de Blasio telah tiga kali berkunjung ke masjid ini. Demikian juga dengan Kepolisian dan para anggota DPRD New York.

Yang saya ingin sampaikan kali ini adalah ringkasan khutbah yang saya sampaikan pada Jumat lalu. Saya merasa perlu menuliskan ringkasan ini agar bermanfaat luas kepada warga Muslim, khususnya mereka yang di Amerika.

Mewujudkan “Khaer Ummah” dalam Konteks Amerika

Islam diyakini sebagai agama kehidupan. Ini dimaknai minimal dalam dua hal. Makna pertama, bahwa Islam hadir untuk mengajarkan kita hidup. Bukan sebaliknya hadir untuk mengajarkan kematian. Justeru warna kematian ditentukan oleh warna kehidupan. Karenanya fokus Islam adalah bagaimana hidup yang baik demi kematian yang baik (husnul khatimah).

Makna kedua, bahwa Islam sebagai ajaran kehidupan pastinya menyentuh seluruh aspek hidup manusia. Bukan hanya aspek individual. Apalagi lagi hanya aspek ritual kehidupan. Tapi menyeluruh (komprehensif) sebagai ajaran yang syamil, kamil dan mutakamil.

Dalam konteks inilah kita yakini bahwa Islam hadir mengajarkan manusia untuk mewujudkan komunitas (masyarakat). Inilah yang dikenal dengan kata “ummah”. Atau dalam konteks nation state (negara) disebut dengan “bangsa” (nation).

Ummah atau bangsa itulah yang menjadi tujuan utama berdirinya Madinah. Di sanalah berdiri Komunitas Muslim atau masyarakat Muslim pertama sebagai “tunas ummah” yang mengglobal di kemudian hari.

Dalam upaya mewujudkan “Ummah” tersebut, Islam tidak sekedar mewujudkan Komunitas atau masyarakat biasa. Tapi “a community of excellence” atau sebuah masyarakat yang Istimewa yang diistilahkan dalam Al-Quran dengan “Khaer Ummah” (Umat terbaik).

Al-Quran di Surah Al-Imran ayat 110 menggambarkan Umat termaksud. Al-Quran menyampaikan bahwa pengikut Muhammad SAW sebagai Umat terakhir dipilih untuk hadir mewujudkan masyarakat terbaik (Khaer Ummah) itu.

Bagaimana proses pembentukan dan karakter masyarakat Istimewa atau the community of excellence itu? Dengan kata lain untuk pembentukan “Khaer ummat” hal-hal apa saja yang seharusnya dilakukan?

Jawabannya ada pada ayat-ayat sebelumnya. Dimulai pada ayat 101 hingga pada ayat 109, yang kemudian tersimpulkan pada ayat 110 tentang “Khaer Ummah” atau the best nation (a nation of excellence).

Pertama, Khaer Ummah atau Komunitas Istimewa itu adalah Komunitas atau bangsa yang berkarakter ketakwaan. Taqwa adalah bentuk religiositas tertinggi. Pada ketakwaan itu menyatu nilai-nilai Islam, iman dan ihsan.

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dengan sebenar-benar takwa. Dan janganlah hendaknya meninggal kecuali dalam keadaan Muslim” (S. 3: 102).

Dengan ketakwaan inilah segala sesuatu terbangun dalam Islam. Termasuk bangunan sosial masyarakat atau Komunitas. Hanya dengan ketakwaan sebuah Komunitas akan mendapat ‘inayah Allah, dan pintu-pintu keberkahan dari langit dan bumi akan terbuka.

“Sekiranya penduduk sebuah negeri beriman dan bertakwa niscaya kami akan bukakan bagi mereka keberkahan lagi dan bumi” (Al-A’taf: 96).

Kedua, Khaer Ummah atau Komunitas Istimewa (community of excellence) itu mengedepankan kebersamaan (persatuan). Persatuan itu terjadi karena ada pegangan yang sama yang dikenal dengan “tali agama Allah” ( i’tishom bihablillah).

“Dan berpegang teguhlah kalian semua kepada tali agama Allah dan jangan berpecah belah” (Al-Imran: 103).

Persatuan umat adalah modal utama dalam membangun Komunitas yang Istimewa itu. Persatuan yang merujuk kepada pegangan yang sama, yaitu tali agama Allah atau Al-Quran dan As-Sunnah.

Bersatu dalam memegangi “tali agama Allah” itu bukan penyeragaman (unity is not uniformity). Karenanya jika ada keragaman pemahaman tentang pegangan yang satu itu, tidak seharusnya memecah belah kesatuan Umat. Karena boleh jadi memegang atau memandang dari sudut yang berbeda.

Ketiga, Khaer Ummah atau Komunitas Istimewa itu juga harus terbangun di atas kesadaran tanggung jawab sosial (social responsibility). Tanggung ini yang dikenal dalam Islam dengan “amar ma’ruf-nahi mungkar”.

“Dan hendaklah segolongan di antara kalian yang mengajak kepada kebaikan (khaer) menyeru kepada yang ma’ruf dan melarang dari kemungkaran. Dan mereka itulah orang-orang yang sukses” (Al-Imran: 104).

Berbicara tentang amar ma’ruf dan nahi mungkar itulah yang sesungguhnya yang terekspresi dalam tanggung jawab sosial kolektif ummah. Memerangi narkoba, pelacuran, korupsi adalah bagian dari tanggung jawab sosial.

Tapi jangan lupa memerangi kebodohan, kemiskinan dan juga melawan tendensi perpecahan dan ragam social vices (kejahatan sosial) adalah juga bagian dari tanggung jawab sosial kolektif itu.

Keempat, Khaer Ummah atau Komunitas Istimewa itu memiliki wawasan atau orientasi hidup ukhrawi. Dalam menjalani kehidupan dunia ini mereka yang menjadi bagian dari Ummah terbaik itu tidak “hilang” (tersesat) dalam rimba nafsu duniawi. Justeru dunia dijadikan lahan (mazra’ah) bagi kehidupan ukhrawinya.

“Pada hari di mana ada wajah-wajah yang bersinar dan ada wajah-wajah yang muram/kelam.” (Al-Imran: 106).

Pada dasarnya Komunitas Istimewa itu akan berjihad dalam kehidupan dunianya. Tapi bukan sekedar untuk tujuan dunia itu sendiri. Melainkan untuk tujuan yang lebih mulia dan abadi. Itulah kehidupan akhirat.

Orientarsi hidup serperti itulah yang diekspresikan dalam doa sapu jagad: “Ya Tuhan, berikan kami kebaikan di dunia dan di Akhirat kebaikan. Dan jagalah kami dari api neraka”.

Kelima, Khaer Ummah atau Komunitas Istimewa itu adalah Komunitas yang menjunjung tinggi kebenaran (al-haq) dan keadilan (al-adl). Di mana anggota msyarakatnya akan menjadikan kebenaran sebagai acuan hidup dan keadilan sebagai pijakan bersama.

“Itulah ayat-ayat Allah yang Kami bacakan kepadamu. Dan Allah tidak menghendaki kezholiman bagi alam semesta” (Al-Imran: 108).

Kebenaran dan keadilan sesungguhnya menjadi pilar sebuah tatanan masyarakat madani (masyarakat yang berbudaya). Kedua hal inilah sesungguhnya yang menjadi pilar kemajuan dan kehebatan bangsa-bangsa besar. Tentu dalam konteks komunal atau kemasyarakatan.

Keenam, Khaer Ummah atau Komunitas Istimewa itu bercirikan Tauhid. Bahwa dalam tatanannya, Allah atau Tuhan Yang Maha Esa, menjadi pilar sekaligus tujuan utamanya.

“Dan milik Allah apa yang di langit dan dibumi. Dan kepadaNyalah segala sesuatu dikembalikan”. (Al-Imran: 109)

Dasar Tauhid inilah yang kemudian mewarnai segala langkah dan kebijakannya. Artinya segala keputusan yang berifat publik pastiya akan diwarnai oleh nilai-nilai Tauhid.

Hal ini sekaligus mewakili implementasi “laa ilaaha illallah” dalam tatanan keumatan. Bahwa Komunitas, masyarakat, bangsa atau Umat itu tidak akan solid dan sukses tanpa soliditàs Tauhid.

Amar ma’ruf dan Nahi Mungkar dalam konteks luas.

Dalam konteks musim politik saat ini di Amerika, khususnya dalam menghadapi pemilihan presiden, Sesungguhnya Komunitas Muslim harus sadar bahwa tanggung jawab sosial menjadi bagian dari tuntutan keagamaan sebagai bagian dari proses membangun Komunitas tadi.

Dan Karenanya poliitk dan partisipasi politik tidak harus dilihat sebagai inovasi baru. Apalagi dilihat bertentangan bahkan ancaman bagi agama. Justeru politik dapat dilihat sebagai salah satu bentuk amar ma’ruf nahi mungkar dalam agama.

Dengan demikian bagi Komunitas Muslim di Amerika partisipasi politik bukan sekedar politik. Bukan juga sekedar pilihan kandidat, apalagi mengejar kekuasaan. Tapi lebih mulia dari itu melakukan tanggung jawab agama dalam amar ma’ruf dan nahi mungkar.

Bahwa melalui partisipasi politik itu kita tujukan untuk membawa perubahan komunal atau social change ke arah yang lebih baik. Melalui proses politik harapannya akan terpilih Pemimpin yang lebih credible, capable, with integrity.

Seperti yang digambarkan dalam Al-Quran: “Dan Kami (Allah) jadikan dari kalangan mereka Pemimpin-Pemimpin dari kalangan mereka (Bani Israel) yang memberi petunjuk dengan peringah Kami, mereka bersabar, dan mereka mengikuti ayat-ayat Kami”.

Tentu dalam konteks Amerika yang dimaksudkan adalah substansi dari ajaran Al-Quran itu. Mungkin the least evil jika tidak menemukan “the best” bahkan “the good” sekalipun.

Dengan Pemimpin yang demikian kita harapkan akan terbangun Suasana publik yang lebih kondusif, damai, dan tentram. Dan pastinya juga terbangun persatuan, kebersamaan, kesetaraan dan keadilan. Semua inilah nantinya yang akan melahirkan stabilitas, kemakmuran dan Kebahagiaan.

Semua keadaan di atas tersimpulkan dalam satu kata: keberkahan. Seperti yang digambarkan pada ayat terdahulu: “Kalau sekiranya penduduk negeri itu beriman dan bertakwa nisacara Kamu akan bukakan bagi mereka berkah-berkah dari langit dan bumi”.

Kesadaran seperti inilah yang harus terbangun di kalangan Komunitas Muslim Amerika sehingga tumbuh kesadaran akan tanggung jawab sosial tersebut. Keterlibatan mereka dalam proses politik dan pesta Demokrasi di negara ini tidak saja sebuah hak sipil (civil right). Tapi sekaligus menjadi tanggung jawab keagamaan dalam konteks amar ma’ruf dan nahi mungkar.

Tentu lebih mulia lagi jika keterlibatan dalam proses politik itu diniatkan sekaligus untuk menjadi bagian dari menanam tunas atau benih “Khaer Ummah” atau bangsa terbaik. Sebab Amerika bagi Komunitas Muslim Amerika adalah negaranya sendiri yang harus dibangun sesuai idealisme agama dan Amerika itu sendiri.

Di sinilah masyarakat Muslim Amerika harus bejajar memahami jika Islam dan Amerika adalah dua entitas yang tidak harus dipertentangkan. Dan Karenanya idealisme Islam harus dilihat dalam konteks Amerika. Sehingga kebangsaan dan keagamaan bukanlah dua hal yang paradoks.

Demikian ringkasan khutbah yang saya sampaikan di Jamaica Muslim Center New York. Semoga juga menjadi pengetahuan umum, sekaligus sebagai motivasi khususnya kepada mereka yang punya hak pilih (warga negara Amerika) untuk mengambil tanggung jawab publiknya. Semoga!

New York, 3 Oktober 2020

  • Imam/Direktur Jamaica Muslim Center
  • Presiden Nusantara Foundation



BACA JUGA