Sabtu, 8 Agustus 2020 | 20:56 Wita
Agama dan Kekuasaan
■ Oleh : Aswar Hasan, Dosen Universitas Hasanuddin
HidayatullahMakassar.id — Al Hojjatul Islam, Iman Al Gazali, sosok tokoh di balik pengkaderan Salahuddin Al Ayyubi, Panglima legendaris penakluk Jerussalem – Palestina-, Pernah berkata: “Agama dan kekuasaan itu ibarat dua saudara kembar, seperti dua saudara yang lahir dari satu perut yang sama (Al-Ghazali, At-Tibr al-Masbûk fî Nashîhah al-Mulk).
Artinya, sebuah kekuasaan pemerintahan atau politik tidak bisa dipisahkan. Politik kekuasaan, butuh agama agar dalam melaksanakan kekuasaan itu tetap dalam bingkai moral -akhlakul karimah-. Betapa tidak, karena dalam praktiknya, kekuasaan itu cenderung korupsi, memungkinkan untuk menindas, kerap tergoda untuk menyimpang, dan selalu untuk menang sendiri.
Dalam situasi seperti itu, posisi dan peran Agama penting dan dibutuhkan.
Agama adalah sumber moral dalam kehidupan. Kehidupan dalam bermasyarakat, terlebih dalam bernegara, harus dikawal oleh moralitas dan hukum. Sebuah masyarakat terlebih negara, wajib dibingkai oleh hukum. Betapa tidak, karena sebuah masyarakat atau negara tanpa hukum, ibarat dunia rimba binatang buas dimana hukum yang berlaku adalah yang kuat bebas menerkam yang lemah tanpa ada larangan atau sanksi.
Suasana seperti itu, telah digambarkan sejak sebelum Masehi oleh Plautus dalam karyanya berjudul Asinaria, Homo homini lupus eat, yang dalam bahasa Latin artinya, manusia adalah serigala bagi sesama. Maksudnya tidak ada hukum dalam kebuasan hawa nafsu untuk saling memakan -menghancurkan- antara satu dengan yang lainnya.
Sebagai kontra dari istilah tersebut, maka para Filsuf Yunani memunculkan istilah Homo Homini Socius yang artinya manusia adalah teman bagi sesama manusia lainnya. Untuk itu maka dibuatlah hukum yang disepakati agar manusia satu dengan yang lainnya saling menghormati dalam batasan hukum tersebut.
Hanya saja, hukum tidak cukup bagi tatanan kemanusiaan yang harmoni. Hukum membutuhkan moral agar hukum sebagai produk akal tidak disalahgunakan dengan mengakalinya. Hukum yang tegak di atas landasan moral adalah dasar keberadaban manusia dan keberadaban itu, adalah pilar peradaban yang paling penting, selain ilmu pengetahuan dan kesejahteraan sosial.
Jadi, agar kehidupan manusia dalam bermasyarakat ataupun bernegara dapat harmoni antara satu dengan lainnya, butuh batasan hukum. Sementara itu, agar hukum bisa bertegak dengan baik, butuh moral. Sementara moral yang baik dan benar, hanya bisa tumbuh dan lahir dengan baik dari rahim Agama.
Agama adalah sumber moral terbaik dan terkuat dalam mengikat perilaku manusia. Moral Agama sebegitu kuat dan penting dalam kehidupan manusia, khususnya dalam bernegara. Moral Agama mengikat dan mengontrol perilaku manusia secara akal dan nurani. Sehingga Moral Agama tersebut membentuk kepribadian seseorang.
Dalam konteks tersebut, moral Agama menjadi penting dalam kehidupan bermasyarakat, terlebih dalam bernegara. Terutama bagi penyelenggara negara, pejabat negara atau pemimpin penyelenggara negara.
Disinilah letak pentingnya Agama dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Negara butuh agama dan agama perlu negara. Tanpa mesti menjadi negara Agama.
Itulah sebabnya ulama mengatakan, bahwa Agama dan kekuasaan itu ibarat dua saudara kembar. Dikatakan pula bahwa agama adalah fondasi, sementara kekuasaan adalah penjaganya. Apa saja yang tidak berpondasi bakal hancur. Apa saja yang tidak memiliki penjaga akan lenyap. Wallahu A’lam Bishawwabe.■
TERBARU
-
Transformasi dan Transmisi di Masa Transisi Hidayatullah
24/11/2024 | 07:58 Wita
-
Nilai dan Keutamaan Hidup Muhammad Sebelum jadi Rasul
22/11/2024 | 06:04 Wita
-
Raih Belasan Medali, Atlet Tapak Suci Pesantren Ummul Quro Hidayatullah Tompobulu Terbaik di Kejurnas UINAM Cup
18/11/2024 | 05:42 Wita