Sunday, 14 December 2025 | 05:36 Wita

Rejuvenasi Lembaga dan Tantangan Pendidikan Hidayatullah Lima Tahun ke Depan

Editor: Humas Yayasan Al Bayan Hidayatullah Makassar

Oleh: Dr. Abdul Aziz Qahhar Mudzakkar, M.Si, Ketua Badan Pembina Yayasan Al Bayan Hidayatullah Makassar dan Pimpinan Majelis Syura Hidayatullah

HidayatullahMakassar.id — Dalam satu dekade terakhir, Yayasan Al Bayan Pondok Pesantren Hidayatullah mencatat berbagai capaian penting, baik di Kampus Hidayatullah BTP Makassar maupun di kawasan Pucak, Tompobulu, Maros.

Sejak ditetapkan sebagai kampus utama sekitar sepuluh tahun lalu, berbagai kemajuan kelembagaan, pendidikan, dan pengelolaan pesantren telah menjadi modal berharga untuk melangkah lebih jauh.

Namun, capaian masa lalu tidak boleh membuat kita berpuas diri. Justru dari sanalah kita ditantang untuk melakukan lompatan yang lebih signifikan.

Di saat yang sama, masih terdapat banyak aspek mendasar yang perlu dibenahi secara serius.

Badan Pembina telah merumuskan dan menyampaikan garis besar kebijakan strategis lima tahun ke depan sebagai pijakan bersama agar langkah kita lebih terarah dan berkelanjutan.

Salah satu persoalan mendasar yang perlu disadari adalah rekayasa kelembagaan.

Lembaga perjuangan seperti pesantren menuntut keberlanjutan, dan keberlanjutan itu hanya mungkin terwujud melalui proses regenerasi atau rejuvenasi.

Dalam konteks ini, peran generasi senior tetap sangat penting sebagai penuntun, penjaga nilai, dan perekat kebersamaan.

Namun, kita juga harus jujur mengakui bahwa setiap generasi memiliki keterbatasan.

Karena itu, ruang kepemimpinan dan pengelolaan harus secara sadar diisi oleh generasi muda.

Para pengurus muda dituntut untuk segera melakukan transformasi dan transmisi peran, sebab dinamika zaman bergerak begitu cepat.

Tantangan hari ini dan ke depan tidak sepenuhnya sama dengan tantangan lima puluh tahun lalu. Maka, yang dibutuhkan adalah interaksi yang lebih intensif, dialog yang terbuka, dan kerja kolaboratif antara yang senior dan yang muda.

Dalam perencanaan strategis Yayasan Al Bayan, setidaknya ada dua isu besar yang masih menjadi pekerjaan rumah utama.

Pertama adalah persoalan sumber daya insani (SDI). Ini bukan hanya persoalan internal pesantren, tetapi juga persoalan kota dan bangsa: keterbatasan jumlah SDM serta kualitasnya yang belum merata, hampir di semua aspek dan departemen.

Agenda besar lainnya yakni penggunaan kurikulum Hidayatullah secara lebih sistematis, termasuk sistem pendidikan dan buku ajar sendiri.

Langkah ini sejatinya sudah lama direncanakan, namun baru kini menemukan momentum yang tepat untuk direalisasikan.

Ke depan akan diterapkan sekitar 15 standar pendidikan Hidayatullah yang merupakan integrasi antara standar nasional dan kekhasan manhaj Hidayatullah.

Dalam implementasinya, akan ada dua model pendidikan. Pertama, model yang menyesuaikan dengan kurikulum nasional. Kedua, model sekolah manhaji yang secara murni menggunakan Kurikulum Hidayatullah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pesantren.

Konsekuensinya, dalam lima tahun ke depan kita akan bergelut serius dengan persoalan pendidikan, khususnya pada aspek SDM.

Perkembangan lembaga harus diiringi dengan perencanaan matang: berapa guru yang harus direkrut, dengan kualifikasi seperti apa, dan disiapkan melalui sistem kaderisasi yang berkelanjutan.

Persoalan besar lain adalah sarana dan prasarana, khususnya Ruang Kelas Belajar (RKB). Pertumbuhan jumlah santri dan unit pendidikan harus diimbangi dengan ketersediaan fasilitas yang memadai.

Tantangan ini semakin terasa di Ponpes Ummul Qura Pucak, Tompobulu. Di satu sisi, kawasan ini memiliki keunggulan berupa ketersediaan lahan yang relatif tidak terbatas serta potensi pengembangan kawasan pendidikan dan ekonomi.

Di sisi lain, tantangan pengelolaan, pembangunan, dan integrasi kawasan menuntut perencanaan yang visioner dan konsisten.

Pengembangan pesantren dan kawasan Wadi Barakah yang telah eksis perlu terus dilanjutkan, bukan hanya melalui pembebasan lahan, tetapi juga dengan penguatan fungsi pendidikan dan ekonominya.

Namun, di atas seluruh agenda fisik dan struktural tersebut, ada hal yang jauh lebih fundamental: manhaj dan jati diri.

Manhaj bukan sekadar slogan, melainkan kesadaran kolektif tentang inti perjuangan yang diwariskan. Karena itu, memakmurkan pesantren tidak cukup hanya dengan bangunan dan program, tetapi juga dengan menguatkan dimensi spiritual.

Nuansa kesakralan dan ruhiyah harus terus dihidupkan melalui pengajian, majelis taklim, serta kehadiran para imam dan pembimbing ruhani.

Pada akhirnya, masa depan Yayasan Al Bayan dan Pesantren Hidayatullah ditentukan oleh kemampuan kita menjaga keseimbangan antara kesinambungan nilai dan keberanian berinovasi.

Rejuvenasi kelembagaan, penguatan pendidikan, dan pemeliharaan manhaj adalah ikhtiar bersama agar pesantren tetap relevan, berdaya saing, dan setia pada jati dirinya.(fir)

*) Diolah dan disarikan dari pengarahan pada Pra Rapat Kerja Yayasan Al Bayan Hidayatullah Makassar, Sabtu (13/12/2025)



BACA JUGA

SULSEL TODAY