Sabtu, 19 Juli 2025 | 18:59 Wita

Nasihat Pernikahan Ustadz Aziz : Walimah Mubarak Pernikahan Perjuangan

Editor: admin
Share

HidayatullahMakassar.id — Dewan Pertimbangan Hidayatullah yang juga Ketua Badan Pembina Yayasan Al Bayan Hidayatullah Makassar Ust Dr H Abdul Aziz Qahhar Mudzakkar MSi menyampaikan tausyiah dan nasihat pernikahan pada Walimah Mubarakah 10 Pasang Kader Hidayatullah Yayasan Al Bayan,
Sabtu, 19 Juli 2025/23 Muharram 1447 H. Berikut transkripnya :

Alhamdulillah. Semoga Allah menjadikan pasangan-pasangan ini sebagai pelipur jiwa satu sama lain, dan Allah tanamkan di antara mereka mawaddah dan rahmah.

Allahumma shalli wa sallim ‘ala Sayyidina wa Nabiyyina Muhammad. Shalawat dan salam untuk sang pemimpin umat, manusia agung penebar cahaya, Rasulullah Muhammad ﷺ.

Saya ucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada Ketua DPW Hidayatullah Sulsel, Ketua DPD, Ketua Yayasan, para Pembina, seluruh tamu undangan, serta secara khusus kepada kedua orangtua para mempelai yang telah menitipkan amanah besar ini kepada kita.

Dan tentu saja, selamat berbahagia kepada para mempelai. Ini bukan sekadar momen nikah massal seperti istilah umum orang menyebutnya. Bagi kami di Hidayatullah, ini adalah Walimah Mubarakah, walimah yang diberkahi. Sebuah simbol pernikahan perjuangan.

Jujur, saya hampir tak bisa hadir karena dua hari terakhir demam dan pilek. Tapi Allah berikan kekuatan, karena ini bukan acara biasa. Meski hanya sepuluh pasang hari ini, semangat dan maknanya mewakili ribuan kader yang sedang dipersiapkan untuk mengabdi di jalan dakwah dan pendidikan umat.

Kenapa kami terus mempertahankan tradisi walimah seperti ini? Karena ini adalah bagian dari perintah Al-Qur’an. “Nikahkanlah orang-orang yang masih sendiri di antara kalian.”

Ini bukan hanya tugas orang tua kandung, tapi juga tanggung jawab moral dan syar’i para pendidik, para pemimpin pesantren, yayasan, dan lembaga ini.

Kami tidak menjodohkan, bukan itu. Jodoh tetap di tangan Allah. Tapi kami berikhtiar, ber-mujahadah, agar tanggung jawab pendidikan ini disempurnakan dengan keberlangsungan generasi lewat pernikahan yang barakah.

Terkadang kita mendengar, “Kenapa prosesnya lama, padahal sudah dua bulan?” Ya, karena jodoh bukan seperti menyusun jadwal acara. Terkadang, apa yang kita rancang dalam sebulan, Allah ubah dalam semalam. Itulah takdir.

Kepada para orangtua, khususnya orangtua mempelai putri, kami tahu ini bukan perkara ringan. Kami paham perasaan Bapak dan Ibu, berharap putrinya dinikahkan di rumah sendiri, di hadapan keluarga besar.

Tapi kami mohon, lihatlah dari sisi lain: ini bukan sekadar walimah, tapi pengumuman kepada masyarakat luas bahwa anak-anak kita telah memasuki fase baru: membangun keluarga, dan Insya Allah, membangun peradaban.

Kami memilih model ini bukan karena kami tak mampu, tapi karena kami ingin meneladani Rasulullah. Pernikahan terbaik adalah yang paling dimudahkan, bukan yang paling mewah.

Saya sering hadir di pernikahan di Jakarta, dengan biaya Rp 20-30 miliar. Bagi mereka yang kekayaannya ratusan miliar, itu hal biasa. Tapi kemudahan dalam Islam bukan diukur dari jumlah uang, melainkan dari kesederhanaan niat dan ketaatan pada syariat.

Ali bin Abi Thalib, menantu Rasulullah, hanya memiliki baju perang sebagai mahar. Dan beliau adalah pintu ilmu. Rasulullah tidak memilih menantu dari yang kaya raya, tapi dari yang bertakwa dan siap berjuang.

Maka, bila hari ini ada pemuda yang menolak seorang akhwat hafizhah Qur’an hanya karena warna kulit, bentuk hidung, atau latar belakang ekonomi, maka perlu dipertanyakan: di mana letak iman dan pemahamannya terhadap sunnah Rasulullah?

Pernikahan ini bukan untuk gaya hidup. Ini adalah perjuangan. Pernikahan yang diniatkan sebagai bagian dari misi dakwah. Maka bagi kami, ini adalah bentuk tanggung jawab kami kepada generasi, kepada umat, dan kepada Allah.

Saya masih ingat, pada walimah sebelumnya, seorang perwira dari Kodam yang hadir berkata, “Ternyata, membangun rumah tangga para kader dakwah ini jauh lebih hebat daripada upacara militer!” Lihatlah dampaknya.

Karena ini bukan akhir, tapi justru awal dari misi besar mereka. Membangun keluarga adalah membangun benteng terakhir peradaban.

Mari kita doakan bersama, semoga mereka menjadi keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah.

Semoga dari rahim keluarga-keluarga ini, lahir generasi Qur’ani yang akan menerangi negeri, membela agama, dan memakmurkan bumi.

Barakallahu lakum wa baraka ‘alaikum wa jama’a bainakum fii khair.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.(*)

*) Transkrip: Muh Anshor, Pengurus Ponpes Ummul Qura Hidayatullah Tompobulu, Maros



BACA JUGA