Selasa, 10 Juni 2025 | 06:15 Wita
Santri Menulis – Pesantren dan Kerinduanku pada Orangtua

HidayatullahMakassar.id — 2025 ini adalah tahun terakhirku di sekolah ini, Al Bayan Islamic School, Pesantren Hidayatullah Makassar. Sangat banyak pelajaran yang saya dapatkan di sini.
Bisa bertahan di sini tentunya bukan hal yang mudah sebagai anak rantau jauh dari orangtua dan keluarga,
Banyak lika-liku cerita yang dilewati, namanya juga kehidupan tapi menurutku yang paling berat adalah meninggalkan orangtua yang sudah mulai menua.
Ramadhan tahun lalu aku pulang duluan dari pada santri lainnya, qadarullah karena ibu harus melakukan operasi mata yang pertama sebelah kanan dan selang beberapa waktu matanya yang kiri.
Qadarullah lagi sampai sekarang mama sudah melakukan operasi mata yang sebelah kiri sebanyak tiga kali sampai dokter mengatakan “Tidak bisa mi ini ibu untuk dioperasi sudah tidak bisa lagi.”
Mungkin karena usia mama yang juga sudah menua dan yang bikin aku menangis saat penjengungukan, ketika seluruh santri dijenguk keluarganya, saya tidak dijenguk hanya bisa menelpon menggunakan ponsel asrama.
Ku menelpon mama saya bercerita dan menanyakan bagaimana keadaannya matanya.
Mama berkata, “Mama sekarang sudah rabun penglihatannya nak jarak 2 meter mama sudah tidak lihat lagi dan untuk membaca Alquran sudah tidak bisa lagi, menulis pun seperti itu, jalan untuk beli sayur pun saudara-saudara sudah melarang jika sendirian harus ada yang menemani sebab mama sudah tidak lihat lagi motor yang lalu lalang. “
Saat itu tangisku pecah tidak karuan aku sudah tidak bisa lagi aku ingin pulang saat itu juga! Dan saat mama bercerita mama juga meneteskan air mata.
“Ya Allah sembuhkan mata mama angkat penyakitnya,” Saat itu saya hanya bisa menangis menangis dan hanya menangis.
Mama bapak pernah bercerita saat menunaikan ibadah haji, mereka berdoa untuk kesholehan kami bersama enam saudaraku di padang Arafah.
Di panasnya terik saat musim haji. Saat itu pernah gelang identitas mama hilang sedangkan itu menjadi syarat untuk ke Padang Arafah.
Tapi Allah pertemukan jalan keluar
Agar mama masih bisa bersimpuh berdoa menyebut nama anaknya satu persatu.
“Buat mereka rajin solat
“Buat mereka menjadi ustadz dan ulama
“Buat mereka membenci game dan rokok
“Buat mereka sholat di mesjid
Doa mama dan bapak lirih dengan linangan air mata
Bantulah
Bantulah mereka
Bahagia
Mumpung mereka masih bisa lihat anak-anaknya sholeh dan taat pada Allah
Doa mereka di Padang Arafah
Pasti diijabah. Aku sering tersadar ujar kakak saya yang kelima: Umurku semakin bertambah.
Tapi, Ibuku semakin menua. Bahkan, Ibu yang dulu mengajarkanku membaca,
Kini tertatih melihat huruf.
Berharap dituntun bila akan pergi, tapi tak jarang tetap mau coba berusaha sendiri.
Allah, Maafkan aku belum
Cukup membuat mereka berbahagia.(*)
*) Penulis: Aisyiah, Santriwati SMA Integral Al Bayan Hidayatullah Makassar, Kelas XII

TERBARU
-
Abdullah Said, Benih Tersemai dalam Sunyi
03/07/2025 | 09:47 Wita
-
Abdullah Said, Pelarian yang Menjaga Ruh
02/07/2025 | 09:39 Wita
-
Abdullah Said, Nyala yang Menghilang
29/06/2025 | 08:21 Wita
FOTO

Galeri – Powerfull Ramadhan di Ponpes Al Bayan Bersama Tokoh Muda
17/03/2025 | 07:19 Wita
Galeri – Powerfull Ramadhan Bersama Al Quran, Tarhib Ramadhan Al Bayan
23/02/2025 | 06:20 Wita
Galeri – Visitasi Asesmen Prodi Ekonomi Syariah STAI Al Bayan
09/01/2025 | 20:50 Wita