Jumat, 16 Mei 2025 | 08:47 Wita

Kesalehan Individu dan Kesalehan Sosial, Integrasinya Iman dan Amal

Editor: admin
Share

Oleh: Dr Abdul Aziz Qahhar Mudzakkar MSi, Dewan Pertimbangan Hidayatullah dan Ketua Badan Pembina Yayasan Al Bayan Hidayatullah Makassar

HidayatullahMakassar.id — Sebagai alumni Universitas Hasanuddin (Unhas), saya sangat mengapresiasi program pengajian ini (Unhas Mengaji). Apalagi disertai agenda belajar mengaji tahsin.

Karena jika mau memahami Islam salah satunya dengan menguasai ngaji tahsin agar tak salah arti dan tak salah memahami Quran.

***

Makna dan posisi orang saleh telah Allah ta’alla jelaskan dalam Quran surah An Nisa : 69

وَمَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَالرَّسُوْلَ فَاُولٰۤىِٕكَ مَعَ الَّذِيْنَ اَنْعَمَ اللّٰهُ عَلَيْهِمْ مِّنَ النَّبِيّٖنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاۤءِ وَالصّٰلِحِيْنَۚ وَحَسُنَ اُولٰۤىِٕكَ رَفِيْقًا ۝٦٩
Siapa yang menaati Allah dan Rasul (Nabi Muhammad), mereka itulah orang-orang yang (akan dikumpulkan) bersama orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pencinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.

Bahwa orang-orang saleh kedudukannya sejajar dengan para nabi, sadikin, syuhada dan salahin sebagai karunia Allah di akhirat.

Ibnu Katsir menjelaskan orang saleh itu, saleh dalam hal amal lahir maupun amal bathinnya.

Jaminan bagi orang yang saleh telah Allah tetapkan, sebagaimana firmanNya dalam surah An Nisa : 97 bahwa orang-orang yang saleh dan beriman akan mendapatkan kehidupan yang baik di dunia dan akan diberi pahala yang besar di akhirat.

Ulama sepakat bahwa Islam kalau dibagi dalam rumpun terbagi tiga hal, aqidah terkait keimanan, syariah berupa aturan ibadah dan ketiga akhlak yang wujudnya ikhsan.

Ibadah ada berupa ibadah mahdah, ibadah vertikal seperti shalat, puasa dan lainnya. Kedisiplinan kita melaksanakan ibadah mahdah ini disebut kesholehan individu.

Ibadah kedua bersifat horisontal, seperti interaksi ke sesama, dari keluarga, tetangga dan masyarakat di semua bidang. Inilah ketaatan dan kesholehan secara sosial.

Dalam Islam, semua aspek kehidupan ada ajaran dan aturan Islam di dalamnya. Tidak ada satu persoalan pun yang tak diatur dalam Islam.

Seperti halnya terkait urusan masuk dan aktivitas dalam wc sekalipun sebagai urusan remeh, juga ada diatur dalam Islam. Urusan kamar kecil diatur apalagi untuk urusan kamar lebih besar (dan ruang yang lebih luas lagi seperti bernegara).

Maka jika semua urusan kita lakukan sesuai tuntunan Islam akan menjadi dan bernilai ibadah.

Termasuk jika kita berniat mencari nafkah dengan cara sesuai Islam maka pekerjaan kita mencari nafkah akan bernilai jihad. Termasuk dengan menjadi pejabat, politisi, aktivis sosial, jelas itu menjadi ibadah jika niat dan caranya sesuai Islam.

Ibadah mahdah hanya tersebut pada 70-80 ayat Al Quran. Selebihnya, 700-800 ayat terkait muamalah demikian pula terkait ilmu pengetahuan dan teknologi juga sampai 800 ayat. Hal ini menggambarkan dengan jelas bahwa kesalehan sosial dituntut kepada kita.

Ayat Allah ada dua, berupa ayat qauliyah tanjiliah dan ayat dalam bentuk alam semesta. Sehingga alam semesta itu rapi sekali, karena bisa dipelajari maka disebut ayat kauniyah.

Teringat dosen mata kuliah Fisika Dasar saya Abdullah Renreng pernah berkata ia lebih banyak membaca ayat Allah di alam dari pada ayat di Quran.

Ayat qauliyah yang kita baca dan pahami akan melahirkan pemahaman aqidah, syariat dan akhlak. Sedangkan ayat kauniyah melahirkan ilmu alam, sains dan teknologi.

Seorang yang ilmuwan yang bisa memahami dan mengamalkan ayat Allah dalam quran dan ayat alam/sosial dalam Islam disebut ulil albab. Sebagaimana dijelaskan dalam surah quran Ali Imran ayat 190-191.

Penegasan al quran akan pentingnya kesalehan sosial terdapat dalam firmanNya di surah Al Maun dan An Nur ayat 55.

Allah bersumpah bahwa celakalah orang yang sholeh tapi tak peduli dengan tetangganya kelaparan.

KH Ahmad Dahlan pendiri Muhamadiyah suatu ketika membahas berkali-kali surah Al Maun dan diimplementasikan menjadi programnya Muhamadiyah melalui pendirian panti asuhan.

Sedangkan di surah An Nur ayat 55 menekankan bahwa orang beriman itu tak cukup shalat dan lainnya tapi juga disuruh memakmurkan bumi, mengurus orang susah dan berbagai kebaikan dan amal saleh dalam konteks ekonomi, politik dan berbangsa bernegara.

وَعَدَ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِى الْاَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْۖ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِيْنَهُمُ الَّذِى ارْتَضٰى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِّنْۢ بَعْدِ خَوْفِهِمْ اَمْنًاۗ يَعْبُدُوْنَنِيْ لَا يُشْرِكُوْنَ بِيْ شَيْـًٔاۗ وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذٰلِكَ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْفٰسِقُوْنَ

Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh, akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh, Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridai. Dan Dia benar-benar mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka (tetap) menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apa pun. Tetapi barangsiapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.

Demikian juga pada surah Al A’raf ayat 96, Allah berjanji kepada orang yang taqwa dengan limpahan keberkahan dari langit dan bumi. Jika tidak maka Allah siksa.

وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ

Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.

Inilah sebagian ayat-ayat dalam quran yang perintahkan kita untuk memiliki keshalehan dan kecerdasan sosial.

Termasuk penegasan oleh Rasulullah dalam sabdanya “wa man laa yahtam lil muslimina falaysa minhum” (Al-Baihaqi, Sya’bulIman, 22/11), siapa yang tak peduli masalah ummat Islam maka bukan bagian dari ummat Rasulullah.

Fenomena di sekitar kita ada orang yang saleh individual tapi tak peduli dan tak miliki kesalehan sosial. Sebaliknya banyak yang saleh sosial tapi tidak saleh individu.

Idealnya seorang Islam itu dituntut masuk secara kaffah berIslam dengan diwujudkan memiliki kesalehan individu dan melaksanakan kesalehan sosial.

Yang memisahkan dua kesalehan inilah yang disebut sebagai sekular. Seperti orang Yahudi yang hanya ambil ajaran yang mereka sukai saja, mereka disebut sebagai pemecah belah agama, dan mereka bangga dengan sikapnya itu.(fir)

*) Dikutip dari materi ceramah yang disampaikan pada program Unhas Mengaji, Kamis 15 Mei 2025



BACA JUGA