Kamis, 10 April 2025 | 10:57 Wita
Abdullah Said, Menapaki Jalan Kaderisasi

Sosok, HidayatullahMakassar.id — Langit Makassar sore itu memerah, angin pantai bertiup lembut menyapu jalan-jalan sempit di kawasan Malimongan Baru.
Di salah satu sudut pemukiman yang padat, Muhsin Kahar melangkah cepat, map berisi agenda rapat tergenggam erat di tangan. Wajahnya penuh semangat.
Malam itu ada pertemuan pengurus Pemuda Muhammadiyah cabang yang merupakan salah satu organisasi yang digelutinya selain PII. Dan seperti biasa, ia tak mau datang terlambat.
“Antum bawa rancangan program?” tanya seorang rekan begitu Muhsin masuk ke ruangan.
“Tentu. Tapi jangan kaget kalau kita bakal tambah kerja,” jawabnya sambil tersenyum kecil. “Gerakan pemuda tidak boleh mandek. Harus ada ruh di setiap langkahnya.”
Muhsin bukan hanya anggota biasa. Sejak awal bergabung, ia langsung terjun aktif, mencurahkan waktu dan pikirannya sepenuh hati.
Baginya, organisasi bukan ruang formal untuk mencatat nama, tapi merupakan medan amal dan perjuangan. Tak butuh waktu lama, ia pun dipercaya masuk ke jajaran pengurus wilayah Pemuda Muhammadiyah Sulawesi Selatan dan Tenggara (Sulselra) untuk periode 1966–1968.
Di situ, ia duduk sejajar dengan para tokoh muda seperti Drs. Kahiruddin Ambo Enre, dosen Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin yang menjabat Ketua Umum.
“Kita butuh regenerasi yang kuat,” kata Drs Kahiruddin dalam suatu kesempatan rapat. “Dan saya rasa, Muhsin termasuk yang paling siap memimpin di lapangan.”
Mendengar ucapan ini Muhsin menunduk rendah, merendah sebagaimana biasa. “InsyaAllah saya hanya menjalankan amanah. Selama ada kesempatan, saya akan bergerak.”
Tahun 1967 menjadi tonggak penting. Namanya masuk dalam daftar kader terpilih yang diutus mengikuti pelatihan instruktur tingkat nasional Pemuda Muhammadiyah di Yogyakarta.
Ia berangkat bersama Drs Jazman, cucu dari pendiri Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan. Di bawah bimbingan langsung Kiai R.H. Hadjied, mereka digembleng dalam semangat dakwah dan disiplin organisasi.
“Saya ingin belajar lebih dalam tentang metode kaderisasi,” kata Muhsin saat sesi malam di Yogya. Kiai Hadjied mengangguk mantap.
“Kader sejati itu tidak hanya bisa bicara, tapi bisa mencetak pejuang-pejuang baru. Dan saya melihat itu ada padamu.”
Sekembalinya dari Yogya, Muhsin tidak tinggal diam. Ia berkeliling Sulawesi Selatan dan Tenggara, dari kota ke kota, dari desa ke desa, mengadakan pelatihan dan pengkaderan.
Di setiap forum, suaranya menggema, mengajak para pemuda agar tidak menjadi penonton dalam sejarah. “Saudaraku,” katanya dalam sebuah forum di Bone, “kita tidak sedang mempersiapkan masa depan. Kita sedang membangunnya. Dan kalian semua adalah batu bata dalam bangunan besar itu.”
Meski waktunya banyak tersita untuk PII dan Pemuda Muhammadiyah, Muhsin masih menyempatkan diri aktif di HIPPMAS (Himpunan Pemuda Pelajar dan Mahasiswa Sinjai), organisasi daerah yang ia anggap sebagai bentuk cinta pada kampung halaman.
“Kamu masih sempat juga aktif di HIPPMAS?” tanya seorang sahabat. Muhsin hanya tersenyum. “Kalau bukan kita yang jaga akar, jangan salahkan kalau pohon besar nanti tumbang.”
Dari lorong-lorong Malimongan Baru hingga aula pelatihan di Yogyakarta, dari desa terpencil hingga ruang sidang organisasi, Muhsin Kahar terus melangkah. Organisasi adalah nafas perjuangannya, dan kaderisasi adalah jalan dakwahnya. (bersambung/*)
*) Oleh : Dr Abdul Qadir Mahmud, Direktur STAI Al Bayan Hidayatullah Makassar

TERBARU
-
Abdullah Said, Sang Kader di Tengah Arus Sejarah Politik
13/04/2025 | 10:36 Wita
-
Abdullah Said, Menapaki Jalan Kaderisasi
10/04/2025 | 10:57 Wita
-
Spirit Ramadhan: Menumbuhkan Optimisme dan Daya Saing Positif
27/03/2025 | 11:24 Wita
FOTO

Galeri – Powerfull Ramadhan di Ponpes Al Bayan Bersama Tokoh Muda
17/03/2025 | 07:19 Wita
Galeri – Powerfull Ramadhan Bersama Al Quran, Tarhib Ramadhan Al Bayan
23/02/2025 | 06:20 Wita
Galeri – Visitasi Asesmen Prodi Ekonomi Syariah STAI Al Bayan
09/01/2025 | 20:50 Wita