Rabu, 15 Januari 2025 | 17:20 Wita

Tausyiah Raker : “Kalau tak memiliki tak mungkin memberi.”

Editor: admin
Share

HidayatullahMakassar.id — Yayasan Al Bayan Hidayatullah Makassar menyelenggarakan rapat kerja  tahunan, Rabu (15/1/2025). Ketua Dewan Pembina Yayasan Al Bayan Dr H Abdul Aziz Qahhar Mudzakkar MSi menyampaikan arahan dan tausyiah, berikut petikannya :

Pelaksanaan raker yang kita laksanakan ini dasar filosofisnya dari perspektif Al quran

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ﴾
[ الحشر: 18]

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. [Al Hasyr: 18]

Bahwa Allah perintahkan untuk merencanakan masa depan, bukan semata masa depan dunia tapi juga untuk akhirat kita.

Perintah untuk merencanakan masa depan karena masa depan dan hari esok harus direncanakan, tidak boleh simsalabim.

Menariknya perencanaan masa depan yang diperintahkan pada ayat di atas didahului dengan perintah taqwa. Pada ayat ini ada dua perintah taqwa. Hanya ada dua ayat yang perintah taqwanya dua kali, salah satunya pada ayat ini.

Maka ayat tersebut kita tadaburi bahwa dibutuhkan kualitas ketaqwaan yang lebih baik dalam melakukan perencanaan. Dan agar lebih baik dari perencanaan yang biasa dilakukan maka harus berdimensi dunia dan akhirat.

Bahwa keberadaan kita di lembaga Hidayatullah dan Yayasan Al Bayan ini diikat oleh landasan nilai yang disebut jati diri sebagai suprastrukturnya.

Suprastruktur jati diri merupakan software kita yang harus terus disegarkan, dan menjadi bingkai dan roh dari kerja-kerja pada posisi apapun yang menjadi amanah kita.

Inilah konsolidasi jati diri (sebagaimana tema raker “Konsolidasi jati diri, organisasi dan wawasan menuju standardisasi, sentralisasi dan integrasi sistemik mewujudkan Al Bayan unggul).

Sedangkan konsolidasi organisasi yang perlu dilakukan dengan enam pilar berorganisasi di Hidayatullah yang harus disukseskan.

Pilar pertama sistem organisasi, konsekuensi dari lembaga yang tak profesional di masa lalu banyak masalah seperti legalitas kepemilikan lahan yang banyak problem. Maka dengan menjalankan sistem organisasi yang baik hal-hal seperti itu tak terjadi lagi.

Pilar kedua tertib regulasi. Kita berorganisasi mutlak adanya regulasi dengan basis syariatnya bermasyarakat yakni syuro/bermusyawarah yang diperintahkan dalam Al Quran.

Musyawarah melahirkan kesepakatan yang disebut regulasi. Tidak mungkin organisasi teratur jika tak ada regulasi.

Maka jangan pernah ada yang mengabaikan regulasi. Jika tak sesuai maka ada aspirasi untuk dibahas sebagai regulasi baru, agar tidak ada anarkis.

Pilar selanjut manajemen. Tidak mungkin jalankan roda organisasi tanpa manajemen dengan 5 komponennya yakni perencanaan, pengorganisasian yang akan laksanakan perencanaan, pelaksanaan, pengawas dan evaluasi.

Maka kegiatan raker salah satu elemen manajemen. Perencanaan harus terukur dan rasional. Rasional maksudnya  membedakan daftar keinginan dan program kerja. Di Pucak (Ponpes Ummul Qura dan Wadi Barakah) keinginan saya bernilai Rp 500 miliar tapi terbatas kemampuan maka program yang direncanakan dibatasi.

Pilar berikutnya, kepemimpinan. Jika manajemen mengatur hal-hal tersedia. Sedangkan kepemimpinan itu mempengaruhi bukan sekedar mengatur.

Mempengaruhi agar tim bersemangat dan sukses. Maka pemimpin tidak selesai dengan hanya keluarkan SK dan pecat.

Tapi dengan kepemimpinan di Hidayatullah dengan konsep imamah jamaah dan kepemimpinan nubuwuwah berlandaskan spiritualitas.

Pilar lainnya, budaya organisasi dan spiritual yakni melalui GNH (gerakan nawarin Hidayatullah). Sistem spiritual kita menjadi ukuran, bagaimana karakter ibadah semua pengurus, guru dan kader seluruhnya.

Para guru dan pengurus harus memiliki karakter ahli ibadah agar diturunkan dan menjadi teladan bagi santri. Karena istilah Arab menjelaskan “Kalau tak memiliki tak mungkin memberi.”

Program. Merupakan level ketiga ber-Hidayatullah.

Azaz dari keorganisasian kita adalah profesional dan profertik. Tidak boleh lagi yang duduk di jabatan di Hidayatullah tanpa keahlian. Dan tidak boleh lagi ada jabatan basa basi.

Maka kader harus memiliki ilmu yang luas dengan belajar terus, perlu spiritual dengan ketakwaan dalam ibadah. Selain itu dilibatkan dalam dimensi keterlibatan kita di lapangan dalam program dan interaksi sosial untuk lahirkan kekuatan mental.

Maka melalui raker ini perlu merapikan sistem yang profesional di Al Bayan. Sehingga jika ada regenerasi kepemimpinan tidak akan terjadi masalah berarti.

Karena profesional itu mengerjakan sesuatu dengan ilmu dan sistem.

Hal lain yang ingin saya sampaikan bagaimana kemandirian ekonomi segera diupayakan sehingga operasional Al Bayan tidak saja berbasis dari penghasilan sekolah (unit pendidikan).

Saat ini kampus-kampus utama relatif belum memiliki unit bisnis yang memadai, kecuali kampus utama Hidayatullah Surabaya dengan usaha Sakinah Mart nya.

Karena idealnya memang harus ada basis penghasilan pondok pesantren dari ekonomi dan bisnis. Kampus Al Bayan potensial dengan keberadaan Wadi Barakah dan peluang pengembangan kampus Hidayatullah Tombang dengan agrobisnis.(amc)



BACA JUGA