Sabtu, 24 Agustus 2024 | 14:42 Wita

Tausyiah Madrasah Orangtua: Anak Penyejuk Mata dan Penyemangat Hati (1)

Editor: admin
Share

HidayatullahMakassar.id — Departemen Tarbiyah dan Departemen Dakwah Yayasan Al Bayan Hidayatullah Makassar menyelenggarakan pengajian bulanan Madrasah Orangtua secara online, Sabtu (24/8/2024).

Ketua Dewan Pembina Yayasan Al Bayan Ust Dr Abdul Aziz Qahhar Mudzakkar MSi hadir memberikan tausyiah kepada ratusan orangtua siswa dan santri Al Bayan Fullday dan Boarding School yang bergabung di Zoom Meeting.

Berikut sebagian kutipan yang disarikan dari tausyiah selama satu jam tersebut.

***

Pendidikan anak dalam Islam itu berdimensi dunia dan akhirat. Karena Allah Ta’ala dalam quran menjelaskan tiga posisi seorang anak.

Pertama anak sebagai kesenangan hidup bagi orangtuanya.


الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ

Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan, (QS. Al-Kahfi [18]: 46).

Jadi harta dan anak adalah perhiasan untuk kesenangan dunia. Tidak ada manusia yang tak senang dengan harta dan anaknya. Ini naluri dasar manusia.

Itu sebabnya manusia suka membanggakan harta dan anaknya. Semakin lemah iman kita maka semakin besar sikap membanggakan harta dan anaknya.

Ketika ditanya sudah berapa anak, kita biasanya langsung panjang dan lengkap menjawabnya. Sebagai bentuk kebanggaan terhadap anak.

Tapi amal soleh yang kekal dan jauh lebih baik di sisi Allah.

Jenis kedua, anak sebagai fitnah dan ujian. Anak kita adalah cobaan karena memang dia merupakan amanah.

Jadi segala sesuatu berurusan dengan kehidupan kita di dunia ini, apalagi yang melekat di diri yakni harta, anak dan pasangan kita adalah cobaan dalam segala aspek.

Cobaan terbesar anak ketika kaitannya dengan agama, bagaimana keyakinan dan perilakunya.

Ini tentu soal yang serius ketika anak menjadi cobaan. Tentunya pasti terjadi dan dialami semua orangtua dalam level berbeda-beda.

Ketiga anak sebagai quratan ayun. Anak yang menyejukan mata dan menyenangkan hati karena beragama dengan baik. Bukan menyenangkan dari sisi dunia saja.

رَبَّنا هَبْ لَنا مِنْ أَزْواجِنا وَذُرِّيَّاتِنا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنا لِلْمُتَّقِينَ إِماماً

“Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa” (QS al-Furqan [25]: 74).

Dia beragama, berakhlak dan berbakti dengan baik. Menjadi anak sholeh.

Inilah aset dan prestasi terbesar orangtua. Karena akan menyenangkan di dunia terlebih di akhirat kelak. Modal ketika kita meninggal karena anak shaleh mendoakan kita. Maka betapa besar karunia Allah bagi orang yang memiliki anak.

Tentu saja ketika kita semuanya memasukkan anak di pesantren diniatkan agar anak menjadi anak yang jenis ketiga ini.

Jika tidak dengan maksud dan niat itu, maka untuk. Lebih baik disekolahkan di sekolah negeri yang gratis.

Persoalan kemudian ketika kita bicara tentang pendidikan menjadi persoalan tak sederhana, tidak sesederhana pengajaran yang semata memberikan knowladge atau pengetahuan, bahwa 1+1 = 2. Mudah saja.

Karena pendidikan itu selain memberi ilmu juga menanamkan nilai keyakinan dan keimanan agar menjadi akhlak dan karakter bagi seorang anak. Ada transformasi dan transmisi nilai bukan semata pengetahuan.

Itulah sebabnya maka kita sebagai stakeholder di pesantren sangat penting dan mutlak bersinergi dengan orangtua.

Karena teori klasik pendidikan ada tiga dimensi dan komponen utama sumber nilai pendidikan.

Pertama di rumah, orangtua adalah sekolah pertama dan paling utama bagi penanaman nilai dan akhlak.

Kedua di sekolah. Ketiga di lingkungan. Dulu lingkungan fisik saja sekitar rumah, di era sekarang bisa jadi sudah kecil lingkungan di rumah tapi sekarang lingkungan lebih besar yakni medsos.

Dengan melihat dimensi seperti itu, di sekolah setiap hari dari pagi dan ashar maka masih lebih banyak waktu anak di rumah.

Jadi potensi pendidikan masih lebih banyak di rumah, sedangkan di sekolah intensif pengajaran dan penanaman nilai.

Maka kita harus kerjasama dan saling menguatkan agar berhasilnya pendidikan kita.

Karena jika sekedar pengajaran maka gampang saja. Padahal bagaimana perilakunya.
(bersambung/amc)



BACA JUGA