Minggu, 26 November 2023 | 11:05 Wita

Kepemimpinan di Hidayatulllah

Editor: admin
Share

Oleh : Dr H Abdul Aziz Qahhar Mudzakkar MSi, Dewan Pertimbangan Hidayatullah dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Al Bayan Hidayatullah Makassar

Silatnas, HidayatullahMakassar.id — Ketika nabiullah Ibrahim alaihissalam dikukuhkan di Baitul Maqdis oleh Allah Ta’ala sebagai pemimpin, beliau meminta agar anak keturunannya juga kelak diangkat sebagai pemimpin sebagaimana disebutkan di dalam surah Al Baqarah ayat 124.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

‎وَاِ ذِ  ابْتَلٰۤى  اِبْرٰهٖمَ  رَبُّهٗ  بِكَلِمٰتٍ  فَاَ تَمَّهُنَّ  ۗ قَا لَ  اِنِّيْ  جَا عِلُكَ  لِلنَّا سِ  اِمَا مًا  ۗ قَا لَ  وَمِنْ  ذُرِّيَّتِيْ  ۗ قَا لَ  لَا  يَنَا لُ  عَهْدِى  الظّٰلِمِيْنَ

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat, lalu dia melaksanakannya dengan sempurna. Dia (Allah) berfirman, Sesungguhnya Aku menjadikan engkau sebagai pemimpin bagi seluruh manusia. Dia (Ibrahim) berkata, Dan (juga) dari anak cucuku? Allah berfirman, (Benar, tetapi) janji-Ku tidak berlaku bagi orang-orang zalim.”
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 124)

Dalam konteks Hidayatullah, ustadz Abdullah Said rahimahullah mengatakan, “Kalau bukan karena Sistematika Wahyu, maka Hidayatullah tidak perlu ada.”
Ustadz Abdullah Said tidak mengatakan ‘kalau bukan karena sekolah-sekolah yang didirikan maka Hidayatullah tidak perlu ada”.

Ada dua muatan besar dalam Sistematika Wahyu (SW) yang kemudian dijabarkan kedalam Jati Diri Hidayatullah yang secara implisit merupakan bagian mutlak dari SW yaitu adanya kepemimpinan dan adanya gerakan tarbiyah dan dakwah.

Kedua elemen di atas kemudian diterjemahkan ke dalam Jati Diri Hidayatullah pada poin ke-tiga yaitu, Al Harakah Al Jihadiyah Al Islamiyah dan poin ke-empat yaitu imamah dan jamaah. Tentu saja soal taklim dan lainnya juga mendapat perhatian serius.

KEPEMIMPINAN (IMAMAH)

Ada pertanyaan yang mengemuka, sejak kapan kepemimpinan dimulai pada masa Rasululllah Shalllallahu ‘alaihi wasallam. Dalam kajian saya, kepemimpinan di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dimulai sejak turunnya ayat-ayat pertama pada surah Al Alaq, karena begitu turun lima ayat pertama yang kemudian disampaikan ke istrinya, sayyidah Khadijah binti Khuwalid, sang istri langsung menyambut dengan “sami’na wa atho’na, demikian juga selanjutnya kepada kerabat dan sahabat yang lain.

Sahabat Umar bin Khattab radhiallahu anhu mengatakan;

‎لَا إِسْلَامَ إِلَّا بِجَمَاعَةٍ وَلَا جَمَاعَةَ إِلَّا بِإِمَارَةٍ وَلَا إِمَارَةَ إِلَّا بِطَاعَةٍ.

Ingatlah, sesungguhnya tidak ada Islam kecuali dengan berjama’ah, dan tidak ada jama’ah kecuali dengan adanya kepemimpinan, dan tidak ada (gunanya) kepemimpinan kecuali dengan ketaatan._ HR. Al-Darimi: 253

Salah satu yang implisit dari para nabi adalah kepemimpinan yang diawali pengukuhan nabi Ibrahim sebagai pemimpin yang kemudian diikuti para nabi yang merupakan keturunan nabiullah Ibrahim. Semua nabi setelahnya adalah pemimpin. Kepemimpinan adalah bagian integral dari hadirnya Islami. Karena kepemipinan merupakan sunnatullah sebagaimana jamaah.

Para pemikir sosial menyebut manusia adalah makhluk sosial, tidak ada manusia yang bisa hidup sendiri, sebuah keniscayaan untuk berjamaah atau berkumpul dan dalam sebuah kumpulan mutlak ada pemimpin. Bahkan pada suku-suku pedalaman pun meski tidak bersekolah, mereka memiliki kepemimpinan yang kuat.

GERAKAN (HARAKAH)

Yang kedua, yang juga bagian inheren dan mutlak dari SW adalah adanya gerakan tarbiyah dan dakwah. Dalam kepemimpinan di Hidayatullah ada empat istilah kepemimpinan;

Pertama, imamah jamaah yang dipopulerkan oleh ustadz Abdullah Said, beliau tidak memisahkan imamah dan jamaah. Meski pada kajian selanjutnya DPP memutuskan untuk memisahkan antara imamah dan jamaah.

Kedua, kepemimpinan syura, dikenalkan oleh bapak pemimpin umum ustadz Abdurrahman Muhammad hafidzahullah saat ditunjuk sebagai pengganti ustadz Abdullah Said. Beliau mengatakan saya siap menggantikan ustadz Abdullah Said dengan catatan kepemimpinan bersifat kolektif.

Sebenarnya di masa ustadz Abdullah Said kepemimpinan syura juga dijalankan tetapi bersifat kultural sementara di era bapak pemimpin umum bersifat struktural atau konstitusional.

Ketiga, kepemimpinan spiritual, istilah ini juga dari bapak pemimpin umum tapi tidak terlalu populer digunakan karena khawatir Hidayatullah diidentikkan dengan gerakan sejenis tarekat. Tetapi secara substansial kepemimpinan spiritual tetap dijalankan karena amanah di lembaga ini sangat berat sehingga membutuhkan kekuatan spiritual.

Sebagai contoh kalau ada ketua DPW atau DPD yang jam 3 malam rumahnya diketuk untuk bangun sholat malam maka tidak layak untuk menjadi pemimpin, karena seharusnya sudah lebih dulu bangun. Saya menitip pesan kepada pemuda dan generasi milenial tolong bangun sholat malam, karena di dalam surah Al Muzammil ada perintah untuk bangun sholat malam. Apalagi para generasi muda sekarang secara keilmuan dna tahsin bacaan al Quran lebih bagus.

Keempat, istilah terakhir dalam kepemimpinan di Hidayatullah dikenal istilah kepemimpinan nubuwah, karena pasa dasarnya kepemimpinan di Hidayatullah ittiba’ atau mengikuti kepemimpinan para nabi, metodologi kepemimpinan nubuwah menitikberatkan pada misi

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

‎وَ  جَعَلْنَا  مِنْهُمْ  اَئِمَّةً  يَّهْدُوْنَ  بِاَ مْرِنَا  لَمَّا  صَبَرُوْا  ۗ وَكَا نُوْا  بِاٰ يٰتِنَا  يُوْقِنُوْنَ

“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami selama mereka sabar. Mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (QS. As-Sajdah 32: Ayat 24)

Kalau ada ada ketua DPW atau DPD, ketua yayasan dan pimpinan pondok yang anggota tidak belajar tahsin atau misalnya sering masbuk tapi tidak ditegur berarti tidak berjalan kepemimpinan nubuwahnya, karena tugas utama kepemimpinan nubuwah adalah “Yahduna bi amrina.”

Urusan kepemimpinan ini sangat penting, dalam grand desain Hidayatullah transisi kepemipinan di Hidayatullah akan berjalan 10 tahun ke depan, namun rejuvenasi sudah dipercepat dengan diangkatnya ustadz Nashirul Haq yang relatif masih muda sebagai ketum Hidayatullah.

Salah satu tantangan ke depan adanya gap antara generasi yang dididik langsung oleh ustadz Abdullah Said dan yang tidak mendapat sentuhan beliau. Tugas generasi muda ke depan adalah bagaimana memahami konsep SW dan kepemimpinan di Hidayatullah agar lembaga ini terus maju dan berkembang. Kepemimpinan Hidayatullah ke depan ada di tangan generasi muda kader-kader Hidayatullah.

Kader hari ini tidak lagi identik dengan warga yang tinggal dan bekerja di kampus-kampus atau institusi di bawah naungan Hidayatullah, siapa saja yang berkomitmen untuk mengikuti tarbiyah dan taat pada kepemimpinan di Hidayatullah maka dia sudah bisa disebut sebagai kader.(*)

*) Disusun oleh Jiho M. Salbu dari ceramah bakda subuh ajang Silatnas, Ahad, 26 November 2023 di Masjid Ummul Qura, Hidayatullah Gunung Tembak.



BACA JUGA