Selasa, 30 Agustus 2022 | 09:10 Wita
Mahasantri Menulis – Menuntut Ilmu dan Mengamalkannya
HidayatullahMakassar.id — Menuntut ilmu itu sebuah ikhtiar atau sebuah usaha dalam mempelajari sebuah ilmu, baik ilmu dunia maupun ilmu akhirat. Dengan tujuan agar ilmu tersebut dapat bermanfaat untuk dirinya dan orang lain.
Selain itu, menuntut ilmu juga merupakan pekerjaan mulia yang pahalanya sangat besar disisi Allah ta’alla. Terlebih lagi ilmu syar’i yang dengannya seorang muslim dapat menggapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Sebagaimana yang dinyatakan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam sabdanya, “Barang siapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga. (HR.Muslim).
Tidak sedikit juga ayat dalam Al Qur’an serta hadits Rasulullah yang menjelaskan keutamaan dan kewajiban belajar. Bahkan dalam kedudukan orang yang sedang menuntut ilmu disamakan dengan orang yang sedang berjihad.
Juga terdapat pada wahyu pertama yang telah diturunkan oleh Allah ta’alla kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam pada surah Al-alaq/96 : 1-5.
Ilmu dikelompokkan menjadi 2 macam, yaitu ilmu qauliyyah (Ilmu wahyu) dan ilmu kaniyyah (Ilmu kealaman). Ilmu Qauliyyah ialah ilmu yang berkaitan dengan syari’atnya dan bersumber dari Al Qur’an dan sunnah.
Sedangkan ilmu kauniyyah ialah ilmu yang digali dan dihasilkan melalui pengamatan dan penelitian atas berbagai fenomena alam.
Para ulama menyimpulkan bahwa menuntut ilmu agama secara umum adalah fardhu ‘ain, artinya kewajiban yang berlaku pada setiap individu, kewajiban tersebut tidak dapat diwakilkan kepada pihak lain.
Sedangkan menuntut ilmu dunia ialah fardhu kifayah, artinya kewajiban yang berlaku bila salah seorang sudah menunaikannya, maka kewajiban tersebut gugur bagi yang lainnya.
Tidak ada batasan serta waktu dalam proses mencari ilmu. Islam juga mengajarkan menuntut ilmu itu dimulai sejak lahir hingga keliang lahat, maka belajarlah mulai kecil hingga akhir usia. Jangan merasa malu dalam belajar walaupun sudah berumur.
Sebagaimana nasihat Imam Syafi’i dalam menuntut ilmu, “Wahai saudaraku, engkau tidak akan mendapatkan ilmu kecuali 6 perkara, yaitu kecerdasan, semangat yang tinggi, bersungguh sungguh, berkecukupan (materi), belajar dengan guru, serta membutuhkan waktu yang lama.
Selain itu, setiap ilmu yang dimiliki, dipahami dan diyakini kebenarannya haruslah diamalkan. Manfaat ilmu baru dirasakan dan lebih berkah setelah diamalkan.
Orang yang mempunyai banyak ilmu dan tidak diamalkan itu seperti pohon rindang tapi tak berbuah, jadi tidak bermanfaat, selain itu mereka juga akan menyesal dunia akhirat.
Syaikh Utsaimin berpendapat bahwa seorang penuntut ilmu harus mengamalkan ilmunya, baik dalam masalah aqidah, ibadah, adab, akhlak, dan mu’amalah. Karena amalan adalah buah dan kesimpulan dari ilmu. Pembawa ilmu itu seperti orang yang membawa senjata, bisa bermanfaat baginya bisa juga mencelakakannya.
Terlihat bahwa di dunia ini terdapat perbedaan sifat dan sikap seseorang terhadap ilmu dan terhadap dirinya sendiri.
Oleh karena itu, jangan sampai kita menjadi orang yang bodoh apalagi sampai tidak tahu bahwa dirinya bodoh, karena hal itu hanya akan menjadikan diri kita rendah, baik di hadapan manusia maupun di hadapan Allah subhana wa ta’alla.(*)
*) Oleh: Syahra Aini, Mahasantri Jurusan PGMI STAI Al Bayan Hidayatullah Makassar
TERBARU
-
Nilai dan Keutamaan Hidup Muhammad Sebelum jadi Rasul
22/11/2024 | 06:04 Wita
-
Raih Belasan Medali, Atlet Tapak Suci Pesantren Ummul Quro Hidayatullah Tompobulu Terbaik di Kejurnas UINAM Cup
18/11/2024 | 05:42 Wita
-
Borong 5 Emas, Al Bayan Taekwondo Juara Umum ElevenKick Makassar
18/11/2024 | 05:20 Wita